Al-'Ashr

<a href="http://www.clock4blog.eu">clock for blog</a>
Free clock for your blog

Minggu, 10 Desember 2006

Kesabaran Rasulullah

Assalamualaikum warahmatullah

Alhamdulillah kita bersyukur kehadrat Ilahi dgn segala kurniaan dan rezeki yg dilimpahkanNya kpd kita. Semoga artikel berikut mengingatkan kita semula tentang kepayahan dan kesabaran rasulullah dan para sahabat semasa berdakwah.


Kesabaran nabi dlm menahan lapar

Tarmizi meriwayatkan dari Nukman bin Basyir, katanya "Bukankan kamu sekarang ini dpt makan dan minum sepuas2mu? Sedangkan aku pernah melihat Nabi pd suatu hari sedang kelaparan tdk punya buah kurma yg dapat dimakannya"

Abu Nua'm meriwayatkan dlm kitab Al-Hilyah dari Abu Hurairah katanya,pernah satu hari aku melihat Nabi sedang duduk maka aku bertanya kpd beliau, "Apakah gerangan yg menyebabkn engkau salat duduk ya rasulullah?"

Jawab rasulullah,"Aku tidak kuat berdiri kerana lapar" Ketika mendengar ucapan Nabi yg sedemikian ini, Abu Hurairah menangis lalu rasulullah berkata,"Hai Abu Hurairah jgnlah kamu menangis, sesungguhnya kesulitan hisab di hari kiamat tdk setanding dgn kesulitan lapar di dunia"

Bukhari meriwayatkan dari Sahalbin Saal ra katanya, "Sejak rasulullah diutus sampai wafatnya beliau, belum pernah sedikitpun merasakan roti yg putih".

Thabrani meriwayatkan dr Aisyah katanya,"Tidak pernah sekalipun aku mengangkat hidangan rasulullah yg tersisa sedikit pun"

Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hurairah katanya, "ketika nabi diberi semangkuk makanan yg panas maka beliau makan dan kemudian berkata, " Alhamdulillah, yg telah memberi makanan ini sesudah beberapa hari"

Tarmizi meriwatkan dr Abu Talhah ra katanya, " Kami mengaduh kpd rasulullah tentang lapar yg kami derita dan kami letakkan 2 batu pd perut kami utk menahan lapar sedangkan nabi juga (di waktu itu) menaruh 2 batu pd perut beliau".

Bukhari meriwatkan dr Aisyah ra katanya,"Musibah pertama yg menimpa umat ini setelah wafatnya rasulullah adalah kenyang, di mana bila kenyang maka badan mereka akan bertambah gemuk dan hati mereka akan lemah sedangkan syahwat mereka akan bertambah"

Sabtu, 11 November 2006

Kuburan Menunggu Kita

Pernahkah Anda melihat kuburan? Pernahkah Anda melihat gelapnya kuburan?

Pernahkah Anda melihat sempit dan dalamnya liang lahat? Pernahkah Anda membayangkan kengerian dan kedahsyatan alam kubur? Sadarkah Anda bahwa kuburan itu dipersiapkan untuk Anda dan untuk orang-orang selain Anda? Bukankah silih berganti Anda melihat teman-teman, orang-orang tercinta dan keluarga dekat Anda diusung dari dunia fana ini ke kuburan? Dari buaian dunia yang terang benderang ke kegelapan liang lahat... Dari keceriaan bermain dengan keluarga dan anak-anak kepada kekerasan tanah dan ulat-ulat...Dari kenikmatan makanan dan minuman kepada timbunan debu dan tanah... Dari kelembutan pergaulan di tengah-tengah keluarga kepada kesendirian yang mengerikan...Dari kasur yang empuk kepada tempat pergulatan amal yang sangat menakutkan. Di dalam kubur, liang yang sangat sempit itu, tak lagi berbeda antara pelayan dan sang majikan, yang kaya dan yang miskin, semuanya sama. Nikmat kemewahan dan kelezatan dunia pasti berakhir dengan kematian. Dan segenap umat manusia sependapat bahwa kematian itu tidak mengenal umur tertentu, waktu tertentu atau sakit tertentu. Hal mana agar manusia selalu waspada dan terus bersiap-siap karenanya. Kengerian kubur Dari Hani' Maula Utsman, ia berkata, 'Jika Utsman radhiyallah 'anhu berdiri di samping kuburan maka beliau menangis hingga basah jenggotnya'. Maka dikatakan kepada beliau, 'Jika engkau mengingat Surga dan Neraka tidak menangis, mengapa engkau menangis karena ini? Maka beliau menjawab, 'Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Kuburan adalah awal kehidupan akhirat. Jika seseorang selamat daripadanya, maka setelahnya menjadi lebih mudah. Dan jika ia tidak selamat daripadanya, maka setelahnya lebih mengerikan." Kemudian Utsman radhiyallah 'anhu berkata, 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, 'Aku tidak melihat suatu pemandangan melainkan kuburan lebih mengerikan daripadanya." (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani) Umar bin Abdul Aziz radhiyallah 'anhu suatu hari menasihati para sahabatnya, di antaranya beliau berkata : Jika kalian melewati kuburan, panggillah mereka jika engkau bisa memanggil. Lihatlah, betapa berdempetnya rumah-rumah mereka. Tanyakanlah kepada orang-orang kaya dari mereka, masih tersisakah kekayaan mereka? Tanyakan pula kepada orang-orang miskin di antara mereka, masih tersisakah kemiskinan mereka? Tanyakanlah tentang lisan-lisan yang dengannya mereka berbicara, sepasang mata yang dengannya mereka melihat indahnya pemandangan. Tanyakan pula tentang kulit-kulit lembut dan wajah-wajah yang cantik jelita, juga tubuh-tubuh yang halus mulus, apa yang diperbuat oleh ulat-ulat di balik kafan-kafan mereka? Lisan-lisan itu telah hancur, wajah-wajah yang cantik jelita itu telah dirobek-robek ulat, anggota badan mereka telah terpisah-pisah berserakan. Lalu di mana pelayan-pelayan mereka yang setia? Di mana tumpukan harta dan sederetan pangkat mereka ? Di mana rumah-rumah mewah mereka yang banyak dan menjulang tinggi? Di mana kebun-kebun mereka yang rindang dan subur? Di mana pakaian-pakaian mereka yang indah-indah dan sangat mahal? Di mana kendaraan-kendaraan mewah kesukaan mereka? Di mana kolam renang dan telaga pribadi mereka? Bukankah mereka kini berada di tempat yang sangat sunyi? Bukankah siang dan malam bagi mereka sama saja? Bukankah mereka berada dalam kegelapan? Mereka telah terputus dengan amal mereka. Mereka telah berpisah dengan orang-orang yang mereka cintai, harta dan segenap keluarganya. Karena itu, wahai orang yang tak lama lagi akan menyusul ke kuburan! Kenapa engkau terpedaya dengan dunia? Renungkanlah tentang orang-orang yang telah pergi meninggalkan kita. Sungguh mereka amat berharap untuk bisa kembali ke dunia. Agar bisa menghimpun amal sebanyak-banyaknya. Tetapi, itu semua tidak mungkin terjadi karena mereka telah dikuburkan. Yazid Ar-Riqasyi rahimahullah berkata kepada dirinya sendiri, 'Celaka engkau wahai Yazid!, siapa yang akan mendirikan shalat untukmu setelah engkau mati? Siapa yang akan berpuasa untukmu setelah engkau mati? Siapa yang akan memintakan maaf untukmu setelah engkau mati?' Lalu dia berkata, 'Wahai manusia, mengapa kalian tidak mena-ngis dan meratap kepada dirimu atas sisa hidupmu. Barangsiapa yang akhirnya adalah mati, kuburan sebagai rumah tinggalnya, tanah sebagai kasurnya dan ulat-ulat yang menemaninya, serta dalam keadaan demikian ia menunggu Hari Kiamat yang sangat mengerikan. Wahai, bagaimanakah keadaan seperti ini?' Lalu beliau menangis. Nasihat Tentang Kubur Abdul Haq Al-Isybily rahimahullah berkata, 'Hendaknya orang yang masuk ke kuburan menghayalkan bahwa dirinya telah mati. Telah menyusul orang-orang yang dikubur sebelumnya. Lalu hendaknya ia membayangkan tentang berubahnya warna kulit mereka, berserakannya anggota badan mereka. Lalu hendaknya ia merenungkan tentang terbelahnya bumi dan dibangkitkannya ahli kubur. Merenung-kan tentang keluarnya setiap orang dari kuburnya dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang dan tanpa disunat. Semua sibuk dan panik dengan urusannya sendiri. 'Wahai, mengapa aku melihatmu begitu asyik dengan kehidupan dunia. Wahai orang yang berlindung di balik tembok rumah-rumah megah. Tidak ada tempat lain selain kuburan tempat tinggalmu. Hari ini engkau bermegah-megahan dan menghias diri. Tetapi esok, engkau akan diusung ke kuburan, dibalut hanut dan kain kafan. Maka wahai engkau, bersegeralah bertaubat kepada Rabbmu. Jalan itu masih mungkin sekali bagimu. Palingkanlah hawa nafsumu karena takut kepada Rabbmu, dalam keadaan sunyi atau ramai, selalu jagalah dirimu.' Fitnah kubur Wahai anak Adam, apa yang telah engkau persiapkan saat malam pertamamu nanti di kuburan? Tidakkah engkau tahu, bahwa ia adalah malam yang sangat mengerikan. Malam yang karenanya para ulama dan orang-orang shalih menangis. "Suatu hari pasti aku tinggalkan tempat tidurku (dunia), dan ketenangan pun menghilang dariku. Berada di kuburan pada malam pertama, demi Allah, katakanlah kepadaku, apa yang terjadi di sana?" Karena untuk senantiasa mempersiapkan malam tersebut, diceritakan bahwa Ar-Rabi' bin Khutsaim menggali liang kubur di rumahnya. Bila ia mendapati hatinya keras, maka ia masuk ke liang kubur tersebut. Ia menganggap dirinya telah mati, lalu menyesal dan ingin kembali ke dunia, seraya membaca ayat, yang artinya : "Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal shalih terhadap apa yang telah kutinggalkan (dahulu)." (Al-Mukminun: 99-100). Kemudian ia menjawab sendiri, 'Kini engkau telah dikembalikan ke dunia wahai Ar-Rabi'. Dan karenanya ia dapati pada hari-hari setelahnya senantiasa dalam keadaan ibadah dan takwa kepada Allah. Wahai saudaraku, tidakkah engkau menangis atas kematian dan sakaratul maut yang bakal menjemputmu? Wahai saudaraku, tidakkah engkau menangis atas kuburan dan kengerian yang ada di dalamnya? Wahai saudaraku, tidakkah engkau menangis karena takut kepada api Neraka di Hari Kiamat nanti? Wahai saudaraku, tidakkah engkau menangis karena takut akan hausnya di hari penyesalan? Sebab siksa kubur Disebutkan oleh Imam Ibnu Qayyim rahimahullah bahwa siksa kubur ditimpakan karena berbagai macam dosa dan maksiat, di antaranya :
 Adu domba dan menggunjing.
 Tidak menjaga percikan kencing ketika buang air kecil.
 Shalat tanpa bersuci.
 Berdusta.
 Melalaikan dan malas mengerjakan shalat.
 Tidak menge-luarkan zakat.
 Zina.
 Mencuri.
 Berkhianat.
 Menfitnah sesama umat Islam.
 Makan riba.
 Tidak menolong orang yang dizhalimi.
 Minum khamar.
 Memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki. (mungkin ada teman yg tahu arti dr kalimat ini ?)
 Membunuh.
 Mencaci sahabat.
 Mati dalam keadaan membawa bid'ah.

Imam Ibnu Qayyim rahimahullah selanjutnya berkata, 'Ketika keadaan manusia banyak yang melakukan dosa-dosa di atas, maka kebanyakan ahli kubur adalah dalam keadaan disiksa. Dan orang yang selamat daripadanya amatlah sedikit. Secara lahirnya, kuburan itu memang hanyalah tanah biasa, padahal di dalamnya terdapat penyesalan dan siksa. Di atasnya tampak tanah, batu-batu yang terukir dan bangunan, tetapi di dalamnya adalah bencana. Mereka mendidih dalam penyesalan sebagaimana periuk mendidih dengan apa yang ditanaknya. Sedangkan angan-angannya tak mungkin lagi terpenuhi. 'Yang menyebabkan selamat dari siksa kubur Imam Ibnu Qayyim rahimahullah mengatakan, sebab-sebab keselamatan siksa kubur adalah dengan menjauhi sebab-sebab terkena siksa kubur, yakni berbagai macam maksiat dan dosa. Untuk itu, beliau menganjurkan, hendaknya setiap muslim melakukan perhitungan atas dirinya setiap hari, tentang apa dosa dan kebaikan yang telah dilakukannya pada hari itu. Selanjutnya, hendaknya ia memperba-harui taubatnya kepada Allah dan tidur pada malam itu dalam keadaan taubat. Jika ia meninggal dunia pada malam itu, maka ia meninggal dalam keadaan telah bertaubat. Jika bangun dari tidurnya maka ia siap menghadapi harinya, dan bersyukur karena ajalnya masih ditangguhkan. Dengan demikian ia masih berkesempatan untuk beribadah kepada Rabbnya dan mengejar amal yang belum dilakukannya. Sebelum tidur, hendaknya pula ia dalam keadaan berwudhu, senantiasa mengingat Allah dan mengucapkan dzikir-dzikir yang disunnahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . sehingga ia tidur. Jika seseorang dikehendaki baik oleh Allah, niscaya dia akan diberi kekuatan untuk melakukannya. (Abu Okasa)

Rabu, 11 Oktober 2006

Mengenang Akhlak Nabi Muhammad SAW

Setelah Nabi wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, “ceritakan padaku akhlak Muhammad”. Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, “ceritakan padaku keindahan dunia ini!”. Badui ini menjawab, “bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini...” Ali menjawab, “engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)”

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi yang sering disapa “Khumairah” oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi itu bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur’an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu’minun[23]: 1-11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi, Aisyah hanya menjawab, “ah semua perilakunya indah.” ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. “Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, “Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.” Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, “mengapa engkau tidur di sini.” Nabi Muhammmad menjawab, “aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.” Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi mengingatkan, “berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya.” Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul memanggilnya. Rasul memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi.

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.

Nabi Muhammad juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul selalu memujinya. Abu Bakar-lah yang menemani Rasul ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sakit. Tentang Umar, Rasul pernah berkata, “syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Nabi bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta’wil) mimpimu itu? Rasul menjawab ilmu pengetahuan.”

Tentang Utsman, Rasul sangat menghargai Ustman karena itu Utsman menikahi dua putri nabi, hingga Utsman dijuluki dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. “Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.” “barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik.”

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah...ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.

Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad. Buktinya, dalam Al-Qur’an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad, Allah menyapanya dengan “Wahai Nabi”. Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Para sahabatpun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap rasul. Mereka ingin Rasul menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi memutuskan siapa, Abu Bakar berkata : “Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin.” Kata Umar, “Tidak, angkatlah Al-Aqra’ bin Habis.” Abu Bakar berkata ke Umar, “Kamu hanya ingin membantah aku saja,” Umar menjawab, “Aku tidak bermaksud membantahmu.” Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya (al-hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, “Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia.” Umar juga berbicara kepada Nabi dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi’ah. Ia berkata pada Nabi, “Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami”

Nabi mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, ÒSudah selesaikah, Ya Abal Walid?” “Sudah.” kata Utbah. Nabi membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi dengan sabar mendegarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!

Ketika Nabi tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi bahwa Nabi akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya N abi. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi? “Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu.” Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi telah menyerap di sanubari kita atau tidak.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi berkata pada para sahabat, “Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!” Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa barisa di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini.” Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap “membereskan” orang itu. Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah Nabi. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi keheranan ketika Nabi meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi. Nabi berkata, “lakukanlah!” Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, “Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah.” Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu Akbar” berkali-kali. sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sebelum Allah memanggil Nabi.

Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia. Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na’udzu billah.....

Nabi Muhammad ketika saat haji Wada’, di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, “Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?” Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi melanjutkan, “Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah ku sampaikan pada kalian wahyu dari Allah.....?” Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, “benar ya Rasul!”

Rasul pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, “Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!”. Nabi meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah.”Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah”

Sabtu, 09 September 2006

Lapangkan Diri untuk Beribadat

Berkata Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. telah bersabda : Allah telah berfirman :

" Lapangkanlah dirimu untuk beribadat kepadaKu, nescayalah Aku penuhi dadamu kekayaan dan mengatasi segala kemiskinanmu. Jika engkau tidak buat, maka akan Aku penuhi dadamu urusan dan tidaklah Aku tutupi kemiskinanmu. " (Riwayat Tarmidzi dan Baihaqi)

Huraiannya :
Hadis Qudsi ini mengingatkan kita , bahawa yang menjadikan manusia kaya atau miskin itu ialah Allah s.w.t. Dialah yang mentakdirkan semua itu dengan kudrat dan iradatNya. Memanglah menjadi tabiat semulajadi manusia hendak melihat hidupnya dalam keadaan senang lenang dan memiliki kekayaan yang banyak. Di samping itu ia sentiasa membencikan kemiskinan dan hidup dalam keadaan susah dan melarat. Akan tetapi kekayaan yang hakiki di sisi Tuhan ialah dengan memperbanyak amalan soleh. Sebab rezeki manusia itu memang telah ditetapkan oleh Tuhan tentang sedikit-sebanyaknya, tentang miskin kayanya dan sebagainya.

Lantaran itu, jangan sampai kamu terus-menerus bertungkus-lumus dalam urusan dunia semata, sehingga tidak ada masa lagi untuk beribadat atau beramal soleh. Itu adalah satu kesilapan yang besar! Tetapi hendaklah kamu sentiasa melapangkan masa untuk beribadat, menyembah Tuhan dan bersyukur kepadaNya, kelak kamu akan merasakan kekayaan yang hakiki ynag akan diisikan Tuhan ke dalam dada kamu. Sementara keperluan hidup serta urusan dunia kamu pula akan diberiNya juga secukup-cukupnya, tidak perlu dibimbangkan.

Akan tetapi, jika kamu mengejar terus urusan dunia saja, sedang peribadatan kepada Allah kamu terus lalaikan dan membelakanginya, nescaya Allah akan menambah kamu dengan berbagai-bagai urusan dunia yang baru. Ada-ada saja yang muncul tanpa dijangka atau diduga. Namun hidup kamu terus-menerus begitu juga, sama tiada perubahannya, sentiasa susah, sentiasa serba kekurangan. Manakala kekayaan ynag kamu cita-citakan tak datang-datang juga. Kalau demikianlah halnya, maka akan rugilah kamu di dunia dan di akhirat.

Kesimpulannya :
Betapa banyak sekalipun urusan kita dengan dunia, namun jangan sekali-kali urusan akhirat kita lalaikan atau membelakangkan. Sepatutnya kta selalu melebihkan atau mengutamakan urusan akhirat daripada dunia. Ataupun sekurang-kurangnya, hendaklah kita mencari keuntungan akhirat sekadar mencari keuntungan dunia.

Kamis, 10 Agustus 2006

Kisah Ummi Faisal

Kalau kita mengeluh susah dalam menghadapi ujian hidup, sebenarnya ada orang yang lebih menderita hidupnya. Penderitaan yang kita tanggung - mithalnya orang mengata, orang menghina, anak meninggal, hidup susah, suami kahwin lain, anak-anak meragam dan lain kesusahan sudah kita rasakan cukup besar. Dan kita rasa sungguh derita dan kecewa dengan penderitaan itu.

WANITA lah orang paling mudah sekali keluh kesah, resah dan bimbang kerana akalnya dan kekuatan jiwanya lemah. Dia begitu bimbang dengan kesusahan yang ditanggung, bimbang dengan keperluan hidup yang tidak mencukupi, bimbang terhadap masa depan dll. Hanya WANITA yang kenal Allah , yang mencintaiNYA sepenuh hati, yang memiliki hati yang zuhud, yang tidak terikat pada dunia, mencintai akhirat lebih dari dunia dan segalanya, akan tenang dalam menghadapi apa jua penderitaan. Kesusahan di dunia, sakit pening, kekurangan harta, kekurangan keperluan hidup, kehilangan orang yang dikasihi dan penderitaan lain tidak akan menyusahkan hatinya. Ia akan menganggap semua itu hanyalah sebagai ujian yang datang dari
Allah untuk menguji hambaNya.

Telah diceritakan dalam sebuah kitab bahawa suatu ketika, seorang pemuda telah bertemu dengan seorang wanita bernama UMMI FAISAL yang sedang tawaf di sisi Ka'bah. Walaupun telah berumur tetapi wajahnya kelihatan tenang, bersih dan jernih menampakkan dia lebih muda dari usia sebenarnya. Dia tidak pernah berhenti dari mengerjakan tawaf . Dia tidak pernah membuang masa. Ada seketikanya dia akan berhenti tawaf dan mengerjakan sembahyang sunat, membaca Al-Quran atau berzikir dan terus menyambung tawafnya. Dia bermunajat dengan penuh khusyuk kepada Allah s.a.w. Dia beribadah tanpa jemu. Wajahnya sentiasa tunduk dan perlahan. Matanya tidak pernah liar memandang ke sana kemari, menampakkan yang dia seorang yang tawadhuk dan merendah diri. Ratusan manusia yang berada disekelilingnya sedikit pun tidak dihiraukannya. Ini membuatkan pemuda tersebut terasa ingin mendekatinya untuk mengetahui apakah rahsia UMMI FAISAL boleh setenang itu.


Suatu ketika pemuda itu berpeluang menemui UMMI FAISAL dan bertanya sebab-sebab dia merasa lazat dan sungguh-sungguh mengabdikan diri kepada Tuhan. UMMI FAISAL berkata yang dialah orang yang paling malang hidup di dunia ini. Bukan kerana dia kesal dengan Qada' dan Qadar Allah tetapi dia mahu menceritakan supaya menjadi teladan kepada pemuda itu kelak.

UMMI FAISAL berkahwin kira-kira 18 tahun yang lalu dan dikurniakan tiga anak lelaki dan seorang anak perempuan. Yang sulung bernama Siti Asma' sudah berumah tangga. Yang Lelaki berusia 10 thn bernama Faisal, Ikrimah 8 thn dan Zahid yang bungsu baru merangkak, tetapi mereka semuanya pulang kerahmatullah. Peristiwa kematian mereka berlaku pada suatu Hari Raya korban. Pada hari itu suaminya telah menyembelih korban. Peristiwa itu telah disaksikan anaknya yang kedua yang belum begitu berakal. UMMI FAISAL tidak menyangka bahawa perbuatan menyembelih itu akan ditiru oleh salah seorang daripada anaknya tadi terhadap adiknya. Faisal telah membaringkan adiknya Ikrimah dan disembelihnya sebagaimana ayahnya menyembelih kambing. Kebetulan UMMI FAISAL dan suaminya tiada di rumah kerana pergi memetik buah tamar. Beliau hanya mendengar dari jauh jeritan Ikrimah yang meminta tolong. Bila dihampiri tempat itu didapati darah sedang memancut keluar dari leher Ikrimah yang hampir putus. Ikrimah tidak dapat diselamatkan dan meninggal dunia di situ. Selesai mengurus jenazah Ikrimah, kedua suami isteri itu mendapati Faisal sudah hilang. Mereka bimbang keselamatan Faisal kalau tersesat di padang pasir.

Pada suatu hari sedang fikiran mereka berkecamuk dan runsing, mereka membiarkan anak yang bongsu merangkak bermain sendirian. Tanpa disangka-sangka anak itu telah mencapai cerek air panas yang sedang menggelegak. Seluruh tubuhnya melecur dan anak itu mati. Salah seorang jiran yang cuba membantu telah pergi memberitau Siti Asma' yang sedang sarat mengandung dan tinggal tidak jauh dari situ. Bila melihat keadaan adiknya dia terus pengsan kerana terkejut dan terus meninggal dunia.

UMMI FAISAL berkata kepada pemuda itu: "Alangkah sedihnya. Di mana lagi hati saya sandarkan kini? Antara keinginan untuk mati dan hidup itu saya bawa hati ke sini, mempersembahkan kepada Allah beban yang terlalu berat saya rasakan. Semuga DIA sudi meringankannya. Dan kini saya tenang. Yang tinggal buat saya di dunia ini untuk dicintai dan dirindui hanyalah Allah. Akan saya habiskann masa yang masih tinggal untuk taat dan berbakti kepada Allah semata-mata".

Begitulah tabahnya seorang wanita bernama UMMI FAISAL. Beliau merupakan antara contoh wanita yang berjaya berhadapan dengan berbagai ujian dan penderitaan. Iman yang tinggal menyebabkan dia boleh menghadapi ujian hidup dengan tabah.

Minggu, 09 Juli 2006

PENYAKIT MARAH - KESAN DAN KEBURUKANNYA

Mustakhrij daripada : Penawar Bagi Hati
Matnu Arbai'en lil Nawawi

SIMPTON DAN GEJALA PENYAKIT :

Perasaan Marah boleh mengakibatkan bayak kebinasaan dan kerosakan,samada pada diri org yg marah atau org yg dimarahinya. Kerana MARAH lah anggota memukul, mulut memaki,hati pula bersarang dgn dendam dan dengki, lalu berharap dan suka org yg dimarahi ditimpa bala musibah, dia juga tidak suka melihat org yg dimarahinya (dibenci) itu mendapat kesenangan dan mengharap harap agar dapat mendedahkan keburukannya. Itulah akibat akibat perasaan marah, perlakuan buruk yg membawa kepada kebinasaan.

Justeru itu amatlah penting memecahkan kemarahan, meredakannya dan mengawalnya mengikut petunjuk yg benar ini. spt mana sabda Rasul SAW : "Tidaklah (dikatakan) kuat gagah itu dgn pergaduhan (pergelutan),sesungguhnya kuat gagah itu ialah sesiapa yang dapat mengawal dirinya ketika Marah" (Hadis riwayat Shaikhani)

# Itulah sebenarnya org yg kuat dan menguasai dirinya.ketika Marahnya, dia dpt menahan dan mengawal diri dari melakukan perkara buruk spt memukul, memaki, menyakiti apatah lagi kpd org yg lebih dhaif (lemah) dpdnya.

PENAWAR DAN UBAT PENYAKIT MARAH :

Lazimkan melakukan DUA perkara apabila berasa MARAH :

1. Memecahkan kemarahan /meredakannya :

Yang dimaksudkan dgn memecahkan kemarahan ialah mendidik, mengajar dan mengerahkan perasaan Marah sehingga ia tunduk patuh kpd pertimbangan aqal dan suruhan Syara'. Umpama anjing perburuan yg taat patuh tidak sekali kali engkar kpd perintah tuannya; maka begitulah juga Marah, bergerak gerak akur dgn arahan pertimbangan aqal yg waras, dan syara', tenang dan diam mengikut petunjuk keduanya dpd keduanya itu. Perkara ini dpt dicapai dgn bersungguh sungguh mengasuh dan mengajar perasaan marah ini dgn membiasakan lambat marah, mudah memberi kemaafan, menjauhi pertelingkahan dan perkara perkara yang menyebabkan marah.

Memecahkan kemarahan bukan bererti menghilangkannya atau membuang perasaan marah sama sekali kerana perasaan marah tidak mungkin dpt di buang dari diri kita, dan tidak patut ia hilang; bahkan jika ia hilang sekalipun maka wajib kita mengadakannya kerana Marah adalah perkakas yg perlu untuk :

a. Memerangi musuh Allah, menghalang kekufuran dan kejahatan Musuh Allah.
b. Menyeru kepada perkara ma'ruf
c. Menegah perkara Mungkar.

2. Menjaga cetusan lintasan dalam hati :

Diri hendaklah mengetahui dan mengingati :

I. Mengetahui tidak ada sebab mengapa perlu marah (i.e dlm hal yang berkaitan dgn peribadi bukan krn agama atau hal ketaatan kpd Allah dan Rasul ) kerana segala sesuatu itu berlaku adalah dgn kehendak Allah, bukanlah dgn kemahuan dan kehendaknya. Tidak memahami perkara ini adalah sehabis habis jahil.

II. Mengetahui bahawa Marah kemurkaan Allah lebih hebat dpd kemarahannya,sedangkan pula limpah kurnia Allah dan kemaafan Allah lebih besar dpd itu. Beberapa kali dirinya menderhakai Tuhannya, Allah masih lagi membuka luang kemaafan, tidak terus dijatuhkan hukuman.

III. Hendaklah kita ingat, bahawa kita lebih wajib mengikut perintah Allah dpd kita marah tak tentu pasal dan menurut kehendak nafsu dan jiwa kebinatangan.

Perkara yg dilakukan ketika Marah :

1. Mengucap Ta'awuz iaitu membaca : "A'uzu billahi minassyaithanirrajim " sesungguhnya Marah itu dpd syaitan (jln masuk hasutan syaitan kpd diri manusia) Maka berlindunglah dgn Allah dari kejahatannya.

2. Hendaklah duduk jika sedang berdiri

3. Hendaklah berbaring jika dia sedang duduk. jika tidak hilang juga kemarahan dgn melakukan dua perkara tersebut maka hendaklah : Mengambil wudhuk (air sembahyang) sabda Rasul saw : "Sesungguhnya syaitan itu dpd api (an nar )dan sesungguhnya dipadamkan api itu dgn air, maka apabila seseorg kamu marah, maka ambillah wudhuk (air sembahyang)" hadis riwayat Abu Daud.

Sabda Rasul saw: "Ketahuilah sesungguhnya marah itu seumpama bara api pada hati anak Adam, tidakkah kamu melihat kedua matanya merah, dan bengkak urat lehernya. Maka jika dapati yg demikian itu, maka hendaklah dia meletakkan pipinya ke bumi" i.e. meletakkan semulia- mulia anggota pd tubuh manusia kpd sehina-hina tempat supaya terhapus takabbur (ego)nya yg menjadi punca perasaan marahnya itu. lalu ketahui sesungguhnya dia hanyalah hamba yg hina, dijadikan dari tanah, dan hidupnya adalah dgn hasil hasil sumber tanah, dan kpd tanah ia dikembalikan. tidak patut baginya merasa takabbur,angkuh dan sombong.

Menahan diri drpd marah adalah sifat yg baik dan terpuji, justeru itu Allah ada menyebut dlm kitabNya al quranul karim tentang org yg menahan diri drpd marah, Al kaadzimiinal ghaizd.

Sabda Rasul saw: " Sesiapa yg menahan MARAH, walaupun dirinya berkuasa melaksanakan apa yg tercetus hati utk melaksanakannya; Nescaya Allah akan memenuhkan hatinya pada hari qiamat dgn keamanan dan keimanan ." Hadis riwayat Abu daud.

WALLAHU A'LAM

Kamis, 01 Juni 2006

LAILATUL QADAR

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda : Barang siapa yang shalat malam menepati lailatul qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu. ( H.R : Jama'ah )

Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda : berusahalah untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir. ( H.R : Muslim )

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata : Dinampakkan dalam mimpi seorang laki-laki bahwa lailatul qadar pada malam kedua puluh tujuh, maka Rasulullah saw. bersabda : Sayapun bermimpi seperti mimpimu, ( ditampakkan pada sepuluh malam terakhir, maka carilah ia ( lailatul qadar ) pada malam-malam ganjil. ( H.R : Muslim )

Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Saya berkata kepada Rasulullah saw. Ya Rasulullah, bagaimana pendapat tuan bila saya mengetahui lailatul qadar,apa yang saya harus baca pada malam itu ? Beliau bersabda : Bacalah ( artinya ) Yaa Allah sesungguhnya Engkau maha pemberi ampun, Engkau suka kepada keampunan maka ampunilah daku. ( H.R : At-Tirmidzi dan Ahmad )

Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw mengamalkan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh Allah Azza wa Jalla. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )


Mencari malam Lailatul Qadar

From : "Concorde"

Kini minggu terakhir Ramadan. Satu perkara yang sering diperkatakan dalam minggu terakhir Ramadan setiap tahun oleh umat Islam ialah mengenai malam al-Qadar yang sering disebut sebagai "Lailatul Qadar". Seperti mana yang dimaklumi, malam al-Qadar penuh keberkatan di sisi Allah SWT. Ia mempunyai banyak keistimewaan dan kelebihan dan disebut sebagai malam yang lebih baik daripada 1,000 bulan.

Ini seperti mana yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam surah al-Qadar ayat 1-6 yang bermaksud, "Sesungguhnya kami menurunkan al-Quran pada malam al-Qadar. Apakah yang dimaksudkan malam al-Qadar itu?

"Malam al-Qadar adalah malam yang lebih baik daripada 1,000 bulan. Turunlah malaikat dan rohnya dengan izin Allah. Selamatlah malam itu hingga terbit fajar."

Pada umumnya sudah banyak diperjelaskan sama ada secara tulisan atau lisan (ceramah, forum, bengkel atau seminar) mengenai kelebihan, fadilat, sejarah peristiwa dan gandaan pahala amalan ketika malam berkenaan. Namun, apa yang jelas daripada segala penerangan sama ada tulisan atau lisan, ternyata pada umumnya umat Islam tidak tahu bilakah tarikh atau masa yang tepat bagi memastikan malam al-Qadar.

Antara ketentuan yang diperakukan oleh ulama mengenai malam yang lebih baik daripada 1,000 bulan itu kemungkinan jatuh pada tarikh berikut :

- Pada malam 17 Ramadan; atau
- Pada malam ganjil mulai dari 10 hari yang terakhir pada Ramadan.

Selain itu, banyak sekali hadis yang menyarankan umat Islam supaya mencari malam al-Qadar. Antara hadis yang dapat dikutip dalam kitab fikh yang memperkatakan suruhan atau amalan untuk 'menemui' malam al-Qadar menyebut:

 Dalam Sunah, Abu Daud, Ibn Mas'ud menyatakan, "carilah malam al-Qadar pada malam 17 Ramadan...";
 Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud, "carilah dengan sedaya upaya malam al-Qadar pada malam ganjil dari 10 malam yang terakhir pada Ramadan";
 Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim daripada Ibn Umar, Rasulullah menyebut, "Saya melihat mimpimu bersepakat menetapkan bahawa Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir. Maka sesiapa yang hendak mencari Lailatul Qadar, carilah pada malam tujuh yang terakhir";
 Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibn Umar, Rasulullah bersabda, "Carilah Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir, jika seseorang kamu mencari maka janganlah kamu kalah dalam mencari pada tujuh malam terakhir"; dan
 Bagi al-Qurtubi, seorang ulama menyatakan bahawa, jumhur ulama berpendapat bahawa Lailatul Qadar adalah pada malam 27 Ramadan. Ini berdasarkan Rasulullah SAW bersabda, malam al-Qadar adalah malam 27 Ramadan".

Berdasarkan maksud hadis itu ternyata tidak disebutkan dengan jelas tarikh Lailatul Qadar yang tepat

t. : Apakah hikmah di sebalik rahsia tarikh atau masa sebenar Lailatul Qadar?

Menurut Prof Dr T M Hasbi Ash Shiddeqy dalam bukunya Pedoman Puasa, beberapa ulama sependapat bahwa :

a tarikh berkenaan dirahsiakan supaya umat Islam benar-benar beriman, bertaqwa dan ikhlas beribadat serta berusaha untuk mendapatkannya.

Selain itu, dalam konteks yang sama beberapa ulama Salaf memberi beberapa pandangan mengenai hikmah merahsiakan beberapa urusan agama kerana ada kebaikan dan kepentingan di sebaliknya. Antaranya adalah :

- Allah menyembunyikan Lailatul Qadar dalam beberapa malam supaya kita menghidupkan malam-malam itu dengan ibadat dan amalan;
- Allah menyembunyikan saat 'ijabah' (saat doa dimakbulkan Allah) pada Jumaat supaya kita sentiasa berdoa sepanjang hari;
- Allah menyembunyikan amalan maksiat yang paling dikutuk atau dibenci bagi memastikan supaya kita menghindari segala maksiat;
- Allah menyembunyikan waktu kedatangan kiamat supaya kita sentiasa beringat, berwaspada dan sentiasa beriman, bertakwa dan beramal baik; dan
- Allah menyembunyikan ajal manusia supaya kita sentiasa beramal dan taat kepadaNya.

Semoga pada tahun ini, Allah akan memberikan kita kekuatan untuk melakukan ibadat dalam usaha kita menemui malam yang telah disebutkanNya sebagai malam yang lebih baik daripada 1,000 bulan. Insya-Allah.

Selasa, 09 Mei 2006

JAUHI MAKSIAT

Satu daripada manifestasi iman yang penting ialah menjauhi dosa-dosa. Ia lambang kekukuhan iman. "Jauhilah perbuatan haram niscaya kamu menjadi orang yang paling kuat beribadah." (Hadis - Abu Ya'la)

Dalam beribadah, meninggalkan dosa (manhiyyat) adalah amal yang paling utama.Inilah perkara yang amat ditekankan oleh ulama-ulama.

Imam Hasan al-Basri pula telah berkata : "Ibadah yang paling utama dilakukan oleh seseorang ialah meninggalkan perkara-perkara yang dilarang oleh Allah."

Biasanya, suruhan agama lebih mudah dilakukan daripada meninggalkan larangannya. Justeru itu kita mudah bertemu dengan orang yang berpuasa tetapi masih bermaksiat. Mampu mengeluarkan sedekah dalam perjalanan ke kasino untuk memuaskan nafsu. Bersembahyang tetapi rajin mengumpat atau tidak menutup aurat. Sentiasa memegang tasbih untuk berzikir tetapi mengabaikan pembayaran hutang kepada orang lain.

Orang yang mantap kefahamannya tentang agama mengetahui bahawa meninggalkan kemungkaran dan dosa, walaupun nampaknya kecil, teramat penting dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah.

Maimun ibn Mahran telah berkata : "Berzikrullah dengan lisan adalah baik, tetapi yang lebih baik ialah mengingati Allah dengan menghindari perbuatan maksiat."

Berkata Imam Sufyan at-Thauri : "Barangsiapa membelanjakan wang haram pada mentaati Allah, perbuatannya adalah seperti seseorang yang cuba membersihkan kain yang bernajis dengan menggunakan air kencing."

Sesungguhnya manusia tidak maksum. Insan ada kelemahannya. Kelemahan ini bukannya alasan untuk berterusan melakukan dosa, sebaliknya untuk lebih berhati-hati dan berjaga-jaga. Pintu taubah sentiasa terbuka. Hadis ada menceritakan tentang seorang dari Bani Israil yang telah membunuh 100 orang, kemudian insaf dan bertaubat. Allah terima taubatnya.