Al-'Ashr

<a href="http://www.clock4blog.eu">clock for blog</a>
Free clock for your blog

Selasa, 27 Desember 2011

Pendidikan dalam Keluarga

Hubungan antar individu dalam lingkungan keluarga sangat mempengaruhi kejiwaan anak dan dampaknya akan terlihat sampai kelak ketika ia menginjak usia dewasa. Suasana yang penuh kasih sayang dan kondusif bagi pengembangan intelektual yang berhasil dibangun dalam sebuah keluarga akan membuat seorang anak mampu beradaptasi dengan dirinya sendiri, dengan keluarganya dan dengan masyarakat sekitarnya.

Oleh karena itu, dalam proses pembentukan sebuah keluarga diperlukan adanya sebuah program pendidikan yang terpadu dan terarah. Program pendidikan dalam keluarga ini harus pula mampu memberikan deskripsi kerja yang jelas bagi tiap individu dalam keluarga sehingga masing-masing dapat melakukan peran yang berkesinambungan demi terciptanya sebuah lingkungan keluarga yang kondusif untuk mendidik anak secara maksimal.

Dalam bagian pertama buku ini akan kami paparkan beberapa faktor yang signifikan dalam garis-garis besar pendidikan keluarga menurut ajaran Islam, yaitu sebagai berikut.

1. Keterpaduan Program Pendidikan

Keberadaan sebuah program yang jelas dalam menjalani kehidupan akan memberikan pengaruh yang positif terhadap perilaku seseorang. Jika kita benar-benar yakin pada nilai positif program tersebut dan menjalankannya dengan konsekuen, sebuah karakter positif dalam perilaku kita akan terbentuk. Adanya program hidup yang sama, akan menghasilkan perilaku yang sama pula. Oleh karena itu, program tunggal dapat dijadikan parameter untuk mengetahui sejauh mana tindakan dan perilaku kita sesuai dengan program itu.

Suami isteri harus bersepakat untuk menentukan satu program yang dengan jelas menerangkan hak-hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga. Islam dengan keterpaduan ajaran-ajarannya menawarkan sebuah konsep dalam membangun keluarga muslim.

Konsep ini adalah konsep rabbani yang diturunkan oleh Allah, Tuhan Yang Maha mengetahui. Dialah yang menciptakan manusia dan Dia pulalah yang paling mengetahui kompleksitas kehidupan manusia. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa konsep yang ditawarkan oleh Islam adalah satu-satunya konsep dan program hidup yang sesuai dengan fitrah manusia.

Konsep Islam adalah sebuah konsep yang secara jelas dan seimbang mendistribusikan tugas-tugas kemanusiaan. Islam tidak pernah memberikan tugas yang tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia dengan segala keterbatasannya. Konsep ini tidak akan pernah salah, tidak memiliki keterbatasan, dan tidak mungkin mengandung perintah dan tugas yang tidak dapat dilakukan. Penyebabnya tentu saja, karena konseptornya adalah Allah SWT.

Konsep keluarga Islami memberikan prinsip-prinsip dasar yang secara umum menjelaskan hubungan antaranggota keluarga dan tugas mereka masing-masing. Sementara itu, cara pengaplikasian prinsip-prinsip dasar ini bersifat kondisional. Artinya, amat bergantung pada kondisi dan situasi dalam sebuah keluarga dan dapat berubah sesuai dengan keadaan.

Oleh karena itu, kedua orang tua harus bersepakat dalam merumuskan detail pengaplikasian konsep dan program pendidikan yang ingin mereka terapkan sesuai dengan garis-garis besar konsep keluarga Islami. Kesepakatan antara kedua orang tua dalam perumusan ini akan menciptakan keselarasan dalam pola hubungan antara mereka berdua dan antara mereka dengan anak-anak.

Keselarasan ini menjadi amat penting karena akan menghindarkan ketidakjelasan arah yang mesti diikuti oleh anak dalam pendidikannya. Jika ketidakjelasan arah itu terjadi, anak akan berusaha untuk memuaskan hati ayah dengan sesuatu yang kadang bertentangan dengan kehendak ibu atau sebaliknya. Anak akan memiliki dua tindakan yang berbeda dalam satu waktu. Hal itu dapat membuahkan ketidakstabilan mental, perasaan, dan tingkah laku.

Riset para ahli membuktikan bahwa anak-anak yang dibesarkan di sebuah rumah tanpa pengawasan kedua orang tua sekaligus lebih banyak bermasalah dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan pengawasan bersama dari kedua orang tuanya.[1]

2. Hubungan Kasih Sayang

Salah satu kewajiban orang tua adalah menanamkan kasih sayang, ketenteraman, dan ketenangan di dalam rumah. Allah SWT berfirman,

و من آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها و جعل بينكم مودة ورحمة ..

Artinya: Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Ia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tentram dengan mereka. Dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang.[2]

Hubungan antara suami dan isteri atau kedua orang tua adalah hubungan kasih sayang. Hubungan ini dapat menciptakan ketenteraman hati, ketenangan pikiran, kebahagiaan jiwa, dan kesenangan jasmaniah. Hubungan kasih sayang ini dapat memperkuat rasa kebersamaan antaranggota keluarga, kekokohan pondasi keluarga, dan menjaga keutuhannya. Cinta dan kasih sayang dapat menciptakan rasa saling menghormati dan saling bekerja sama, bahu-membahu dalam menyelesaikan setiap problem yang datang menghadang perjalanan kehidupan mereka. Hal ini sangat berperan dalam menciptakan keseimbangan mental anak.

Dr Spock berpendapat sebagai berikut.

“Keseimbangan mental anak sangat dipengaruhi oleh keakraban hubungan kedua orang tuanya dan kebersamaan mereka dalam menyelesaikan setiap masalah kehidupan yang mereka hadapi”.[3]

Suami isteri harus berusaha memperkuat tali kasih di antara diri mereka berdua dalam semua periode kehidupan mereka, baik sebelum masa kelahiran anak mereka maupun setelahnya.

Memperkuat rasa cinta dan kasih sayang merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT. Karena itu, menjaga keutuhan kasih sayang termasuk dalam perintah Allah dan merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada-Nya. Imam Ali bin Al-Husain Zainal Abidin a.s. mengatakan,

وأما حقّ رعيتك بملك النكاح , فأن تعلم أنّ الله جعلها سكنا ومستراحا وأنسا وواقية , وكذلك كلّ واحد منكما يجب أن يحمد الله على صاحبه , و يعلم أن ذلك نعمة منه عليه , ووجب أن يحسن صحبة نعمة الله ويكرمها ويرفق بها , وإن كان حقك عليها أغلظ وطاعتك بها ألزم فيما أحببت وكرهت ما لم تكن معصية , فإن لها حق الرحمة والمؤانسة وموضع السكون إليها قضاء اللذة التي لابدّ من قضائها وذلك عظيم

Artinya: Hak wanita yang engkau nikahi adalah engkau harus tahu bahwa Allah telah menjadikannya sebagai sumber ketenangan dan ketentraman bagimu serta sebagai penjaga harta dan kehormatanmu. Kalian berdua haruslah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah atas anugerah yang Dia berikan berupa pasangan kalian. Engkau harus tahu bahwa itu semua adalah nikmat Allah atasmu. Karena itu, suami harus memperlakukan isterinya dengan baik, menghormatinya, dan berlemah-lembut terhadapnya, meskipun hak-haknya atas sang isteri lebih besar.Isteri harus menaati suaminya jika ia memerintahkan sesuatu, selama tidak berupa maksiat kepada Allah.

Isteri berhak untuk mendapatkan kasih sayang dan kelemah-lembutan karena dialah yang memberikan ketenangan hati bagi suami. Isterilah yang dapat memuaskan kebutuhan biologis suami yang memang harus disalurkan, dan hal itu adalah sesuatu yang agung.[4]

Ahlul Bait a.s. memberikan perhatian yang sangat besar terhadap keutuhan cinta kasih dalam sebuah keluarga. Anjuran-anjuran mereka berikut ini ditujukan kepada kedua pihak, suami dan isteri.

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAWW bersabda,

خيركم خيركم لنسائه وأنا خيركم لنسائي

Artinya: Lelaki terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik terhadap isterinya. Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteri.[5]

Imam Ja’far bin Muhammad Shadiq a.s. dalam sebuah hadis mengatakan,

رحم الله عبدا أحسن فيما بينه وبين زوجته

Artinya:Semoga Allah merahmati orang yang bersikap baik terhadap isterinya.[6]

Rasulullah SAWW bersabda,

فمن اتـخذ زوجة فـليكرمها

Artinya: Jika seseorang menikahi seorang wanita,ia harus berbuat baik kepadanya. [7]

Beliau juga bersabda,

أوصاني جبرئيل عليه السلام بالمرأة حتى ظننت أنه لا ينبغي طلاقها إلا من فاحشة مبينة

Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang wanita, sampai-sampai aku merasa bahwa wanita tidak berhak untuk diceraikan kecuali jika telah melakukan zina dengan terang-terangan.[8]

Anjuran-anjuran dan arahan yang diberikan oleh Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s. mengenai sikap baik dan penghormatan terhadap istri ini merupakan acuan penting yang harus diterapkan dalam rangka menciptakan kelanggengan hubungan cinta dan kasih sayang antara keduanya di dalam keluarga.

Di lain pihak, Ahlul Bait a.s. juga berpesan kepada kaum wanita untuk melakukan segala hal yang dapat menumbuhkan dan menjaga cinta dan kasih sayang dalam rumah tangga. Rasulullah Muhammad SAWW dalam hal ini bersabda,

إذا صلّت المرأة خمسها وصامت شهرها وأحصنت فرجها وأطاعت بعلها فلتدخل من أي أبواب الجنة شاءت

Artinya: Jika seorang wanita telah melakukan kewajibannya shalat lima waktu, berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan menaati suaminya, maka ia berhak untuk masuk ke dalam surga melalui pintu manapun yang ia sukai.[9]

Selain itu beliau juga bersabda,

ما استفاد امرؤ فائدة بعد الإسلام أفضل من زوجة مسلمة تسرّه إذا نظر إليها وتطيعه إذا أمرها وتحفظه إذا غاب عنها في نفسها وماله

Artinya: Setelah nikmat Islam, tak ada satupun nikmat yang melebihi isteri muslimah yang shalihah, yaitu isteri yang membuat suami senang saat memandangnya, patuh padanya saat ia menyuruhnya melakukan sesuatu, dan menjaga dirinya dan harta suaminya di saat sang suami tidak berada di rumah.[10]

Diriwayatkan bahwa seorang sahabat pernah mendatangi Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah, aku memiliki seorang isteri yang selalu menyambutku ketika aku datang dan mengantarku saat aku keluar rumah. Jika ia melihatku termenung ia selalu menyapaku dan mengatakan, ‘Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika kau risau akan rezekimu, ketahuilah bahwa rezekimu ada di tangan Allah. Tapi jika kerisauanmu karena urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu itu.’”

Setelah mendengar cerita sahabat beliau tersebut, Rasulullah SAWW bersabda,

بشّرها بالجنّة وقل لها : إنك عاملة من عمّال الله ولك في كلّ يوم أجر سبعين شهيدا , - وفي رواية - إن لله عزّ وجل عماّلا وهذه من عمّاله , لها نصف أجر الشهيد

Artinya: Berilah kabar gembira kepadanya tentang surga yang tengah menantinya! Dan katakan padanya, bahwa ia termasuk salah satu pekerja Allah. Allah SWT menuliskan baginya setiap hari pahala tujuh puluh orang yang gugur di jalan Allah. (dalam riwayat lain disebutkan), ‘Ketahuilah bahwa Allah memiliki banyak pekerja, dan ia termasuk salah satu dari mereka. Allah akan memberinya setengah dari pahala orang syahid.’ [11]

Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,

جهاد المرأة حسن التبعّل

Artinya: Jihad bagi wanita adalah berbuat baik pada suaminya.[12]

Salah satu hal yang membantu dalam menambah rasa cinta, kasih sayang, dan perhatian suami adalah kepasrahan isteri pada suami saat ia menginginkan dirinya. Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,

خير نسائكم التي إذا خلت مع زوجها خلعت له درع الحياء وإذا لبست لبست معه درع الحياء

Artinya: Wanita terbaik adalah yang saat berduaan dengan suaminya ia menanggalkan semua rasa malunya dan jika ia memakai kembali pakaiannya ia kenakan lagi rasa malunya.[13]

Isteri sudah semestinya bersikap terbuka dan tidak malu-malu terhadap suaminya dengan tetap menjaga rasa hormat padanya. Dengan kata lain, seorang istri perlu menjaga keseimbangan antara sikap hormat dan terbuka.

Imam Ali bin Al-Husain a.s. menyebutkan beberapa faktor penting yang dapat menambah rasa cinta, kasih sayang, dan keakraban dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.

لا غنى بالزوج عن ثلاثة أشياء فيما بينه وبين زوجته وهي الموافقة ليجتلب بها موافقتها ومحبتها وهواها,وحسن خلقه معها , واستعماله استمالة قلبها بالهيئة الحسنة في عينها وتوسعته عليها . ولا غنى بالزوجة فيما بينها وبين زوجها الموافق لها عن ثلاث خصال , وهي : صيانة نفسها من كلّ دنس حتى يطمئن قلبه إلى الثقة بها في حال المحبوب والمكروه وحياطته ليكون ذلك عاطفا عليها عند زلة تكون منها , وإظهار العشق له بالخلابة والهيئة الحسنة لها في عينه

Artinya: Seorang lelaki hendaknya memperhatikan tiga hal berikut ini dalam berhubungan dengan isterinya:

Pertama, memahami keadaan isteri, karena dengan itu ia dapat menarik perhatian isterinya untuk memahami keadaannya dan lebih mencintainya.

Kedua, bersikap baik terhadap isteri dan berusaha merebut hatinya dengan penampilan lahir yang menarik.

Ketiga, memaafkan kesalahan isteri.

Seorang wanita hendaknya memperhatian tiga hal berikut ini dalam pergaulannya dengan suami:

Pertama, menjaga diri dari segala kotoran dan noda, sehingga sang suami merasa tenang dengan keadaannya, baik di saat senang maupun di saat susah.

Kedua, mempercayai suami, karena hal itu dapat membuat sang suami mudah memaafkannya di kala ia melakukan kesalahan.

Ketiga, menampakkan rasa cinta kepadanya dengan berpenampilan menarik.[14]

Hubungan yang didasari oleh cinta dan kasih sayang sangat diperlukan dalam semua fase kehidupan, khususnya pada masa kehamilan. Sebab di masa-masa itu, isteri sangat memerlukan ketenangan dan keseimbangan mental. Hal itu sangat mempengaruhi keselamatan janin selama dalam kandungan dan keselamatan anak di masa menyusui.

3. Menjaga Hak dan Kewajiban

Di dalam konsep keluarga Islami telah ditentukan hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak suami dan isteri. Konsep ini jika benar-benar dijalankan akan menjamin ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarga. Jika suami dan isteri konsisten dengan kewajiban dan hak-hak mereka, hal itu akan dapat mempererat tali cinta dan kasih antara mereka. Selain itu, hal ini dapat menjauhkan segala kemungkinan timbulnya perselisihan dan pertengkaran yang mengancam keutuhan rumah tangga yang dengan sendirinya berdampak negatif pada kejiwaan anak.

Hak terpenting yang dimiliki oleh suami adalah kepemimpinan dalam keluarga. Allah SWT berfirman,

الرجال قوّامون على النساء بما فضّل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم ..

Artinya: Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[15]

Isteri berkewajiban untuk menghormati hak suami ini dan menjadikan suami sebagai pemimpin karena kehidupan rumah tangga tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa ada yang mengaturnya dan karena kepe-mimpinan layak untuk dipegang oleh kaum lelaki, sesuai dengan perbedaan yang ada antara suami dan isteri dalam hal fisik dan perasaan. Di samping itu, isteri juga harus menunjukkan kepemimpinan suami dalam keluarga di hadapan anak-anaknya.

Hak penting kedua bagi suami setelah kepemimpinan dalam keluarga dapat kita simpulkan dari riwayat berikut ini. Diceritakan bahwa seorang wanita datang dan bertanya kepada Rasulullah SAWW tentang hak suami atas isterinya. Dalam jawabannya, beliau bersabda,

أن تطيعه ولا تعصـيه , ولا تصدّق من بيتها شيئا إلاّ بإذنه ولا تصوم تطوعا إلاّ بإذنه , ولا تمنعه نفسها وإن كانت على ظهر قتب ولا تخرج من بيتها إلاّ بإذنه ..

Artinya: Isteri harus patuh dan tidak menentangnya. Ia tidak berhak untuk bersedekah apapun yang ada di di rumah suami tanpa izin sang suami. Selain itu, ia tidak diperbolehkan untuk berpuasa sunnah kecuali jika suami mengizinkannya. Selanjutnya, ia tidak boleh menghindar kala suaminya menginginkan dirinya walaupun ia sedang dalam kesulitan. Isteri tidak diperkenankan untuk keluar dari rumah kecuali dengan izin suami….[16]

Dalam hadis yang lain Rasulullah SAWW menye-butkan hak-hak suami sebagai berikut.

حقّ الرجل على المرأة انارة السراج واصلاح الطعام وان تستقبله عند باب بيتها فترحّب به وان تقدّم إليه الطشت والمنديل وان توضئه وان لا تمنعه نفسها إلاّ من علّة

Artinya: Hak suami atas isteri adalah bahwa isteri hendaknya menyalakan lampu untuknya, memasakkan makanan, menyambutnya di pintu rumah kala ia datang, membawakan untuknya bejana air dan kain sapu tangan lalu mencuci tangan dan mukanya, dan tidak menghindar saat suami menginginkan dirinya kecuali jika ia sedang sakit.[17]

Mengingat pentingnya perhatian terhadap hak-hak suami tersebut, Rasulullah SAWW mengatakan,

لا تؤدّي المرأة حقّ الله عزّ وجل حتى تؤدّي حقّ زوجها

Artinya: (Ketahuilah) bahwa wanita tidak pernah akan dikatakan telah menunaikan semua hak Allah atasnya kecuali jika ia telah menunaikan kewajibannya kepada suami.[18]

Di lain pihak, Islam juga telah menentukan hak-hak isteri yang harus diperhatikan oleh suami. Imam Ja’far Shadiq a.s., saat ditanya oleh Ishaq bin Ammar mengenai hak wanita atas suaminya, mengatakan,

يشبع بطنها ويكسو جثتها وإن جهلت غفر لها

Artinya: (Kewajiban suami atas isterinya adalah) memberinya makanan dan pakaian dan memaafkannya jika ia melakukan kesalahan.[19]

Khaulah binti Al-Aswad pernah mendatangi Rasulullah SAWW dan bertanya tentang hak wanita. Beliau dalam jawabannya mengatakan,

حقّك عليه أن يطعمك ممّا يأكل ويكسوك ممّا يلبس ولا يلطم ولا يصيح في وجهك

Artinya: Hak-hakmu atas suami adalah bahwa ia harus memberimu makan dengan makanan yang ia makan dan memberimu pakaian seperti ia juga berpakaian, tidak menampar wajahmu, dan tidak membentakmu. [20]

Hak istri yang lain adalah bahwa suami harus memperlakukannya dengan lemah lembut dan bersikap baik terhadapnya.

Hak istri dan seluruh anggota keluarga selanjutnya adalah bahwa suami harus bekerja untuk dapat memenuhi semua kebutuhan materi mereka. Rasulullah SAWW dalam hal ini bersabda,

الكادّ على عياله كالمجاهد في سبيل الله

Artinya: Orang yang bekerja untuk menghidupi keluarganya sama dengan orang yang pergi berperang di jalan Allah. [21]

Beliau juga bersabda,

ملعون ملعون من يضيع من يعول

Artinya: Terkutuklah! Terkutuklah orang yang tidak memberi nafkah kepada mereka yang menjadi tanggung jawabnya. [22]

Dalam hadis yang lain beliau bersabda,

حقّ المرأة على زوجها أن يسدّ جوعتها وأن يستر عورتها ولا يقبّح لها وجها فإذا فعل ذلك فقد أدّى والله حقّها

Artinya: Hak isteri atas suami adalah bahwa suami harus memberinya makan, menutupi auratnya, dan tidak memakinya. Jika seorang lelaki telah melakukan kewajibannya ini berarti ia telah menunaikan hak Allah atasnya. [23]

Baik suami maupun isteri harus saling memperhatikan dan menghormati hak pasangannya demi terciptanya suasana cinta dan kasih sayang dan keharmonisan dalam keluarga. Adanya sikap saling menghormati di antara keduanya akan mendorong masing-masing pihak untuk menunaikan semua hal yang menjadi kewajibannya demi kebahagiaan keluarga.

Kebahagiaan yang berhasil diciptakan akan menciptakan keseimbangan mental isteri selama masa kehamilan, menyusui, serta pada tahun-tahun awal umur anak, yang pada gilirannya akan sangat mempengaruhi keseimbangan dan kestabilan mental anak. Anak yang tumbuh dengan mental yang baik dan stabil, pikiran dan perilakunya akan berkembang dengan baik dan stabil pula serta akan dengan mudah menuruti semua anjuran dan nasehat diberikan kepadanya.

4. Menghindari Perselisihan

Pertengkaran dan perselisihan yang terjadi dalam keluarga akan menyebabkan suasana yang panas dan tegang yang dapat mengancam keutuhan dan kehar-monisan rumah tangga. Tidak jarang, pertengkaran itu berakhir dengan perceraian dan kehancuran keluarga. Fenomena ini merupakan salah satu hal yang paling dikhawatirkan oleh semua anggota keluarga, termasuk di dalamnya anak-anak.

Suasana yang menegangkan dalam rumah sangat berdampak negatif terhadap perkembangan dan pembentukan jati diri anak.

“Kelabilan sikap dan penyakit-penyakit kejiwaan yang diderita oleh anak-anak belia dan orang dewasa, disebabkan oleh perlakuan tidak benar yang diperlihatkan oleh orang tua mereka, seperti pertengkaran yang menyebabkan suasana dalam rumah panas dan menegangkan. Hal seperti itu membuat anak tidak merasa aman berada di dalam rumah”.[24]

Profesor Richard Fougen berpendapat bahwa,

“Ibu yang tidak diperlakukan dengan layak sebagai seorang manusia, sebagai ibu bagi anak-anaknya, dan sebagai isteri bagi suaminya, tidak akan mampu memberikan rasa aman pada diri anak-anaknya”.[25]

Perasaan aman dan tenang merupakan salah satu faktor terpenting dalam membangun kepribadian anak secara benar dan sempurna. Perasaan semacam ini tidak akan didapatkan dalam lingkungan yang selalu diliputi oleh ketegangan dan pertengkaran.

Dalam keadaan seperti itu, anak akan berada dalam kebingungan dan kebimbangan. Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Posisinya tidak memungkinkan baginya untuk menyelesaikan pertengkaran kedua orang tuanya, apalagi jika pertengkaran tersebut sampai menggunakan kekerasan. Di satu sisi, ia tidak mungkin akan berpihak pada salah satu dari orang tuanya.

Lebih dari itu, kebingungan anak akan memuncak kala masing-masing pihak yang berselisih berusaha untuk menarik dukungannya dengan menyebutkan bahwa pihaknyalah yang benar, sedangkan lawannyalah yang bersalah dan memulai menyulut api pertengkaran ini. Semua itu meninggalkan kesan negatif di hati, pikiran, dan perasaan si anak.

Dr Spock berpendapat sebagai berikut.

“Riset yang dilakukan oleh para ahli terhadap ribuan anak yang tumbuh besar di tengah-tengah keluarga yang selalu diliputi oleh ketegangan membuktikan bahwa mereka ketika menginjak usia dewasa akan merasa bahwa mereka tidak seperti orang-orang lain pada umumnya. Mereka kehilangan rasa percaya diri. Mereka pun takut untuk menjalin hubungan cinta yang sehat dengan orang lain, karena mereka selalu membayangkan bahwa membangun keluarga berarti menempatkan dirinya di suatu tempat yang dihuni oleh orang-orang yang selalu berselisih dan bertengkar satu dengan yang lainnya”.[26]

Setiap keluarga memiliki masalah yang berpotensi memicu percekcokan di antara mereka. Cara melampiaskan kekesalan dan kemarahan masing-masing pun berbeda. Sebagian orang terbiasa untuk menggunakan kata-kata kotor, makian, dan hinaan. Sebagian yang lain terbiasa untuk melayangkan tangan ketika amarahnya memuncak.

Saat menyaksikan adegan demikian, anak-anak akan belajar untuk mempraktekkannya ketika terlibat pertengkaran dengan kawan-kawannya. Hal itu akan mempengaruhi tingkah laku mereka saat kanak-kanak maupun saat menginjak usia dewasa nanti. Karena itulah kita banyak menyaksikan ataupun mendengar adanya anak yang sampai memaki ibunya atau bahkan memukulnya. Dan terkadang pula, si anak akan menggunakan apa yang ia pelajari itu terhadap isterinya ketika kelak menginjak usia dewasa.

Untuk mencegah terjadinya pertengkaran dan percekcokan antara suami dan isteri, atau paling tidak, mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap psikis dan mental, atau jika mungkin, menghilangkannya sama sekali, Islam telah mengenalkan sebuah konsep sempurna dalam menyelesaikan pertengkaran dan perselisihan dalam keluarga.

Pada uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa Islam sangat menekankan pentingnya mempererat tali cinta kasih dalam keluarga. Selain itu juga telah disebutkan hak-hak dan kewajiban suami dan istri. Dalam ajaran Islam pun disebutkan tentang pentingnya proses seleksi dengan standar nilai Islam ketika memilih calon suami atau istri.

Semua ini dimaksudkan untuk mencegah perselisihan yang mungkin terjadi dalam keluarga. Namun jika tanda-tanda munculnya percekcokan sudah nampak, atau bahkan percekcokan itu telah terjadi, Islam menawarkan cara untuk mengakhirinya. Selain itu, Islam juga mengecam pihak yang memicu perselisihan dan memperingatkan semua pihak agar waspada terhadap masalah ini.

Rasulullah SAWW bersabda,

خير الرجال من أمتي الذين لا يتطاولون على أهليهم ويحنّون عليهم ولا يظلمونـهم

Artinya: Lelaki terbaik dari umatku adalah orang tidak menindas keluarganya, menyayangi mereka dan tidak berlaku zalim.[27]

Imam Muhammad Baqir a.s. dalam sebuah hadis menganjurkan para suami untuk bersabar menerima perlakuan buruk, sebab membalas keburukan dengan keburukan akan membuat area perselisihan bertambah luas. Beliau mengatakan,

من احتمل من امرأته ولو كلمة واحدة أعتق الله رقبته من النّار وأوجب له الجنّة

Artinya: Orang yang sabar dalam menerima perlakuan buruk istrinya, meskipun hanya sebatas satu kata, niscaya akan dibebaskan Allah dari siksa api neraka dan ditempatkannya di dalam surga.[28]

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAWW menghimbau para suami untuk bersabar atas perlakuan buruk isterinya. Beliau bersabda,

من صبر على سوء خلق امرأته أعطاه الله من الأجر ما أعطى أيوب على بلائه

Artinya: Jika seseorang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub a.s. yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. [29]

Bersabar terhadap perlakuan buruk isteri adalah hal yang mungkin dianggap tidak wajar oleh kaum lelaki. Tetapi dengan adanya perintah dan anjuran Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s., hal tersebut menjadi suatu yang sunnah yang akan dengan senang hati dijalankan oleh kaum lelaki yang beriman. Tanpa merasakan adanya kehinaan dan kerendahan bagi martabatnya sebagai suami, ia akan bersabar terhadap perlakuan buruk isterinya itu.

Meniru perilaku Rasulullah SAWW terhadap isteri-isteri beliau dan perilaku Ahlul Bait a.s. dapat meminimalkan timbulnya pertengkaran dalam keluarga. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,

كانت لأبي عليه السلام امرأة وكانت تؤذيه وكان يغفر لها

Artinya: Ayahku pernah mempunyai seorang isteri yang sering menyakitinya. Namun, ayahku selalu mema-afkannya. [30]

Rasulullah SAWW melarang para suami untuk menggunakan kekerasan terhadap isterinya dalam hadis berikut ini.

أيّ رجل لطم امرأته لطمة أمر الله عزّ وجل مالك خازن النيران فيلطمه على حرّ وجهه سبعين لطمة في نار جهنّم

Artinya: Barang siapa melayangkan tamparan ke pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka jahanam. [31]

Di pihak lain, kaum wanita pun dianjurkan untuk bersikap yang sama. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ja’far Shadiq a.s. menganjurkan kaum wanita untuk sedapat mungkin untuk menghindari pertengkaran yang buruk. Beliau berkata,

خير نسائكم التي إن غضبت أو أغضبت قالت لزوجها : يدي في يدك لا أكتحل بغمض حتى ترضى عني

Artinya: Wanita terbaik adalah wanita yang ketika marah atau membuat suaminya marah, berkata kepada suaminya itu, “Aku letakkan tanganku di tanganmu. Aku bersumpah untuk tidak tidur sebelum engkau mema-afkanku.” [32]

Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,

وجهاد المرأة أن تصبر على ما ترى من أذى زوجها وغيرته

Artinya: Jihad bagi seorang wanita adalah bersabar terhadap perlakuan buruk dan rasa cemburu suaminya.[33]

Rasulullah SAWW melarang isteri untuk melakukan tindakan yang dapat memancing timbulnya pertengkaran. Beliau bersabda,

من شرّ نسائكم الذليلة في أهلها , العزيزة مع بعلها , العقيم الحقود , التي لا تتورّع عن قبيح , المـتبرّجة إذا غاب عنها زوجها , الحصان معه إذا حضر , التي لا تسمع قوله , ولا تطيع أمره , فإذا خلا بها تمنعت تمنع الصـعبة عند ركوبها ولا تقبل له عذرا ولا تغفرله ذنبا

Artinya: Wanita terburuk adalah wanita yang hina dalam keluarganya tetapi merasa mulia di hadapan suami; yang mandul dan selalu merasa dengki; yang tidak berhenti melakukan perbuatan buruk; yang selalu berhias kala suami bepergian dan bersikap sombong kala suami ada; yang tidak mendengar kata-kata suami dan tidak menuruti perintahnya; yang jika berduaan dengan suaminya akan menolak ajakannya; dan yang tidak pernah mau memaafkan kesalahan suami dan tidak menerima alasannya. [34]

Rasulullah SAWW dalam hadisnya melarang wanita untuk membebani suami dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Beliau bersabda,

أيّما امرأة أدخلت على زوجها في أمر النفقة و كلّفته مالا يطيق لا يقبل الله منها صرفا ولا عدلا إلاّ أن تتوب وترجع وتطلب منه طاقته

Artinya: Wanita yang memaksa suaminya untuk memberikan nafkah di luar batas kemampuannya, tidak akan diterima Allah SWT amal perbuatannya sampai ia bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.[35]

Selain itu Rasulullah SAWW juga melarang wanita untuk mengungkit-ungkit kelebihannya atas suami. Beliau bersabda,

لو أن جميع ما في الأرض من ذهب وفضة حملته المرأة إلى بيت زوجها ثم ضربت على رأس زوجها يوما من الأيام , تقول : من أنت ؟ إنما المال مالي , حبط عملها ولو كانت من أعبد الناس, إلاّ أن تتوب وترجع وتعتذر إلى زوجها

Artinya: Seandainya seorang wanita datang ke rumah suaminya dengan membawa serta bersamanya seluruh kekayaan bumi dari emas dan peraknya, lalu pada suatu saat ia mengangkat kepalanya di hadapan suami sambil mengatakan, “Siapa kau ini? Bukankah seluruh harta ini adalah milikku?”, Allah akan menghapus semua amalan baiknya meskipun ia adalah orang yang paling banyak beribadah, kecuali bila ia bertaubat dan meminta maaf kepada suaminya. [36]

Rasulullah SAWW juga mengingatkan para wanita untuk tidak menggunakan kata-kata kasar yang dapat membangkitnya amarah suami saat berhadapan dengannya. Beliau bersabda,

أيّما امرأة آذت زوجها بلسانـها لم يقبل منها صرفا ولا عدلا ولا حسنة من عملها حتى ترضيه ..

Artinya: Jika seorang wanita menyakiti suaminya dengan kata-kata, Allah tidak akan menerima seluruh amalan baiknya sampai sang suami memaafkannya. [37]

Dalam hadisnya yang lain, Rasulullah SAWW melarang suami isteri tidak menyapa satu sama lain, karena hal itu merupakan awal perpisahan dan terputusnya hubungan antara mereka. Beliau bersabda,

أيّما امرأة هجرت زوجها وهي ظالمة حشرت يوم القيامة مع فرعون وهامان وقارون في الدّرك الأسفل من النار إلاّ أن تتوب وترجع

Artinya: Jika seorang wanita mendiamkan suaminya padahal ia adalah pihak yang salah dan berlaku zalim terhadapnya, Allah kelak akan mengumpulkannya bersama dengan Fir’aun, Haman, dan Qarun di dasar neraka, kecuali jika ia bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. [38]

Semua perintah dan anjuran di atas, jika dijalankan dengan baik dan sempurna, akan menjamin keselamatan keluarga dari pertengkaran dan percekcokan atau paling tidak meminimalkannya. Namun bila pasangan suami isteri tidak mampu menjalankannya dengan baik, maka hendaknya pertengkaran yang terjadi di antara mereka tidak didengar oleh anak-anak. Sebaiknya, anak-anak tidak mendengar tuduhan-tuduhan, kata-kata kotor, dan makian yang terlontar dari kedua orang tua mereka.

Kewajiban orang tua adalah menjelaskan kepada anak-anak mereka bahwa pertengkaran dalam sebuah keluarga adalah hal yang wajar dan mereka berdua masih saling mencintai. Selain itu, mereka berdua juga harus secepatnya mencari jalan penyelesaian kemelut yang melanda rumah tangga mereka itu.

5. Ancaman Perceraian

Islam memperingatkan setiap pasangan suami istri tentang dampak negatif perceraian dan putusnya tali ikatan perkawinan. Dampak negatif tersebut akan menimpa kondisi psikis mereka berdua, anak-anak, dan juga masyarakat.

Perceraian adalah sumber kegelisahan dan kelabilan psikis, perasaan, dan tingkah laku anak karena ia sangat membutuhkan cinta dan kasih sayang yang seimbang dari ayah dan ibunya. Bahkan, seorang anak hanya dengan memikirkan dan mengkhayalkan perceraian kedua orang tua, akan merasa gelisah. Jika hal itu berkelanjutan akan berdampak negatif pada kestabilan perasaan dan kejiwaannya.

Sehubungan dengan hal ini, Islam telah menawarkan sebuah konsep dalam menjaga hubungan baik antara suami isteri untuk menghindarkan perceraian dan kehancuran rumah tangga. Dalam banyak nash, Islam bahkan melarang perceraian. Rasulullah SAWW bersabda,

أوصاني جبرئيل عليه السلام بالمرأة حتى ظننت انه لا ينبغي طلاقها إلاّ من فاحشة مبيّنة

Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang talak (perceraian), sampai-sampai aku mengira bahwa wanita tidak boleh dicerai kecuali jika telah melakukan perbuatan zina dengan terang-terangan.[39]

Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,

ما من شيء ممّا أحلّه الله عزّ وجل أبغض إليه من الطلاق وأن الله يبغض المطلاق الذوّاق

Artinya: Tidak ada sesuatu yang halal yang lebih Allah benci daripada perceraian. Allah sangat membenci orang lelaki yang gemar menceraikan isteri dan sering kawin hanya untuk menikmati wanita sesaat saja. [40]

Beliau juga berkata,

إن الله عزّ وجل يحب البيت الذي فيه العرس , ويبغض البيت الذي فيه الطلاق وما من شيء أبغض إلى الله عزّ وجل من الطلاق

Artinya: Sesungguhnya Allah SWT menyenangi rumah yang di dalamnya terdapat orang yang baru menikah, dan membenci rumah yang di dalamnya terdapat perceraian. Tidak ada sesuatupun yang lebih Allah benci daripada perceraian. [41]

Selain itu Islam, juga menganjurkan semua pasangan untuk menyusun strategi demi menghindari perceraian. Islam mengajak para suami istri untuk mempererat tali cinta kasih di antara mereka dan menghimbau agar secepatnya menyelesaikan semua masalah dan pertikaian di antara keduanya yang dapat mengakibatkan perceraian. Karena itulah, kita temukan dalam banyak nash agama adanya perintah untuk bergaul dengan baik dengan pasangan kita. Allah SWT berfirman,

.. وعاشروهنّ بالمعروف فإن كرهتموهنّ فعسى أن تكرهوا شيئا و يجعل الله فيه خيرا كثيرا

Artinya: ...Bergaullah dengan isteri-isteri kalian dengan cara yang baik. Jika kalian tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena mungkin saja kalian membenci sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang berlimpah. [42]

Islam juga telah mengajarkan untuk mengadakan perbaikan hubungan demi mengembalikan suasana harmonis dalam keluarga. Allah SWT berfirman,

وإن امرأة خافت من بعلها نشوزا أو إعراضا فلا جناح عليهما أن يصلحا بينهما صلحا والصلح خير ....

Artinya: Jika seorang wanita merasa khawatir terhadap sikap tak acuh suami terhadapnya, ia dapat mengusahakan perdamaian di antara mereka berdua. Perdamaian itu adalah sesuatu yang baik.... [43]

Mengadakan perdamaian antara suami dan isteri lebih baik daripada meninggalkannya. Melihat kenyataan bahwa hati manusia dapat berubah-ubah dan kehendak sewaktu-waktu dapat berbalik, Islam menekankan kepada suami dan isteri untuk melakukan upaya perdamaian sebelum mengambil keputusan untuk saling berpisah. Allah SWT berfirman,

وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله و حكما من أهلها إن يريدا إصلاحا يوفّق الله بينهما إنّ الله كان عليما خبيرا

Artinya: Jika kalian mengkhawatirkan adanya pertikaian antara keduanya, utuslah seorang juru damai dari masing-masing pihak, suami dan isteri. Jika mereka berdua bermaksud mengadakan perbaikan, Allah pasti akan memberikan taufik-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui dan Maha mengenal. [44]

Jika semua usaha perbaikan hubungan dan upaya untuk mengembalikan keadaan seperti sediakala tidak membuahkan hasil, dan jika semua pertikaian dan perselisihan yang ada tidak bisa diselesaikan kecuali dengan perceraian, saat itulah mungkin perceraian merupakan jalan terbaik bagi mereka berdua.

Walaupun demikian, anak tetap akan mendapatan pukulan yang hebat dari perpisahan kedua orang tuanya tersebut dan ini akan terlihat pada perubahan tingkah lakunya. Karena itu, Islam masih memberikan peluang kepada mereka berdua untuk kembali membangun rumah tangga mereka. Islam memberikan kesempatan kepada suami untuk merujuk isterinya saat ia masih berada dalam masa iddah atau menikahinya dengan ijab qabul baru jika wanita itu telah keluar dari masa iddah. Selain itu, ia masih dapat merujuk setelah menceraikan isterinya sebanyak dua kali.

Jika semua usaha perbaikan hubungan ini tidak membuahkan hasil dan perpisahan benar-benar terjadi, mereka berdua berkewajiban untuk menjaga perasaan anak-anak dengan mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada mereka. Selain itu, mereka berdua harus memberikan pengertian kepada anak-anak, bahwa baik ayah maupun ibu mereka adalah orang-orang yang baik. Islam melarang kita untuk berdusta, bergunjing, serta membongkar aib dan cela orang lain. Dengan demikian, anak akan dapat mengatasi masalah dan benturan psikis yang ditimbulkan oleh perceraian orang tuanya.

Jika anjuran dan himbauan ini tidak diperhatikan dan masing-masing pihak saling melemparkan tuduhan kepada pihak lain serta membongkar aib dan kesalahannya kepada anak, si anak akan membenci kehidupan dan merasa rendah diri. Lebih jauh lagi, hal itu akan berpengaruh pada perasaannya terhadap orang tuanya. Ia akan membenci dan sekaligus mencintai mereka pada saat yang sama setelah mengetahui cela dan kesalahan masing-masing. Anak yang demikian ini akan selalu dihinggapi oleh rasa gelisah dan kekhawatiran. Kegelisahannya hari demi hari akan bertambah, dan hal itu berpengaruh buruk pada kehidupan sosialnya dan rumah tangganya di masa mendatang.

sumber:http://www.al-shia.org/html/id/books/Pendidikan%20Anak/04.htm

Sabtu, 24 Desember 2011

Pernikahan sebagai Landasan Menuju Keluarga Sakinah

Keluarga sebagai basis inti masyarakat, adalah wahana yang paling tepat untuk memberdayakan manusia dan ‘mencekal’ berbagai bentuk frustasi sosial, ini adalah hal yang aksiomatis dan universal. Masyarakat Eropa misalnya, saat ini para sosiolog mereka merasa gelisah karena prediksi kepunahan bangsa. Betapa tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme terhadap keluarga sudah tipis sekali di kalangan muda mereka. Ini tentu saja berdampak buruk terhadap angka pertumbuhan penduduk. Hingga iming-iming berbagai hadiah dan fasilitas dari pemerintah bagi ibu yang melahirkan dan keluarganya, tidak membuat mereka bergeming. Berbagai penyakit sosial pun muncul. Mulai dari angka bunuh diri yang tinggi hingga anomali kemanusiaan yang lain.
Ini adalah saat yang tepat untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap keluarga, khususnya dalam skala nasional. Berbagai pelajaran di atas menyuarakan hal ini. Dan ini adalah tugas kita bersama.
I. Arti Pernikahan dalam Islam
Dalam menganjurkan ummatnya untuk melakukan pernikahan, Islam tidak semata-mata beranggapan bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan keluarga, bahwa pernikahan bukanlah semata sarana terhormat untuk mendapatkan anak yang sholeh, bukan semata cara untuk mengekang penglihatan, memelihara fajar atau hendak menyalurkan biologis, atau semata menyalurkan naluri saja. Sekali lagi bukan alasan tersebut di atas. Akan tetapi lebih dari itu Islam memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemayarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam.
II. Fungsi Keluarga dalam Islam
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, perlu diberdayakan fungsinya agar dapat mensejahterakan ummat secara keseluruhan. Dalam Islam fungsi keluarga meliputi :
A. Penerus Misi Ummat Islam
Dalam sejarah dapat kita lihat, bagaimana Islam sanggup berdiri tegap dan tegar dalam menghadapi berbagai ancaman dan bahaya, bahkan Islam dapat menyapu bersih kekuatan musryik dan sesat yang ada, terlebih kekuatan Romawi dan Persia yang pada waktu itu merupakan Negara adikuasa di dunia.
Menurut riwayat Abu Zar’ah Arrozi bahwa jumlah kaum muslimin ketika Rasulullah Saw wafat sebanyak 120.000 orang pria dan wanita [1]. Para sahabat sebanyak itu kemudian berguguran dalam berbagai peperangan, ada yang syahid dalam perang jamal atau perang Shiffin. Namun sebagian besar dari para syuhada itu telah meninggalkan keturunan yang berkah sehingga muncullah berpuluh “singa” yang semuanya serupa dengan sang ayah dalam hal kepahlawanan dan keimanan. Kaum muslimin yang jujur tersebut telah menyambut pengarahan Nabi-nya: “Nikah-lah kalian, sesungguhnya aku bangga dengan jumlah kalian dari ummat lainnya, dan janganlah kalian berfaham seperti rahib nashrani” [2].
Demikianlah, berlomba-lomba untuk mendapatkan keturunan yang bermutu merupakan faktor penting yang telah memelihara keberadaan ummat Islam yang sedikit. Pada waktu itu menjadi pendukung Islam dalam mempertahankan kehidupannya.
B. Perlindungan Terhadap Akhlaq
Islam memandang pembentukan keluarga sebagai sarana efektif memelihara pemuda dari kerusakan dan melidungi masyarakat dari kekacauan. Karena itulah bagi pemuda yang mampu dianjurkan untuk menyambut seruan Rosul.
“Wahai pemuda! Siapa di antara kalian berkemampuan maka menikahlah. Karena nikah lebih melindungi mata dan farji, dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah shoum, karena shoum itu baginya adalah penenang” ( HR.AL-Khosah dari Abdullah bin Mas’ud ).
C. Wahana Pembentukan Generasi Islam
Pembentukan generasi yang handal, utamanya dilakukan oleh keluarga, karena keluargalah sekolah kepribadian pertama dan utama bagi seorang anak. Penyair kondang Hafidz Ibrohim mengatakan: “Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Bila engaku mendidiknya berarti engkau telah menyiapkan bangsa yang baik perangainya“. Ibu sangat berperan dalam pendidikan keluarga, sementara ayah mempunyai tugas yang penting yaitu menyediakan sarana bagi berlangsungnya pendidikan tersebut. Keluarga-lah yang menerapkan sunnah Rosul sejak bangun tidur, sampai akan tidur lagi, sehingga bimbingan keluarga dalam melahirkan generasi Islam yang berkualitas sangat dominan.
D. Memelihara Status Sosial dan Ekonomi
Dalam pembentukan keluarga, Islam mempunyai tujuan untuk mewujudkan ikatan dan persatuan. Dengan adanya ikatan keturunan maka diharapkan akan mempererat tali persaudaraan anggota masyarakat dan antar bangsa.
Islam memperbolehkan pernikahan antar bangsa Arab dan Ajam (non Arab), antara kulit hitam dan kulit putih, antara orang Timur dan orang Barat. Berdasarkan fakta ini menunjukkan bahwa Islam sudah mendahului semua “sistem Demokrasi ” dalam mewujudkan persatuan Ummat manusia. Bernard Shaw mengatakan:
“Islam adalah agama kebebasan bukan agama perbudakan, ia telah merintis dan mengupayakan terbentuknya persaudaraan Islam sejak Seribu Tiga Ratus Lima Puluh tahun yang lalu, suatu prinsip yang tidak pernah dikenal oleh bangsa Romawi, tidak pernah ditemukan oleh bangsa Eropa dan bahkan Amerika Modern sekalipun “.
Selanjutnya mengatakan:
“Apabila Anda bertanya kepada seorang Arab atau India atau Persia atau Afganistan, siapa anda? Mereka akan menjawab “Saya Muslim (orang Islam)”. Akan tetapi apabila anda bertanya pada orang Barat maka ia akan menjawab “Saya orang Inggris, saya orang Itali, saya orang Perancis”. Orang Barat telah melepaskan ikatan agama, dan mereka berpegang teguh pada ikatan darah dan tanah air” [3].
Untuk menjamin hubungan persudaraan yang akrab antara anak-anak satu agama, maka Islam menganjurkan dilangsungkannya pernikahan dengan orang-orang asing (jauh), karena dengan tujuan ini akan terwujud apa-apa yang tidak pernah direalisasikan melalui pernikahan keluarga dekat.
Selain fungsi sosial, fungsi ekonomi dalam berkeluarga juga akan nampak. Mari kita simak hadist Rosul “Nikahilah wanita, karena ia akan mendatangkan Maal” (HR. Abu Dawud, dari Urwah RA). Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa perkawinan merupakan sarana untuk mendapatkan keberkahan, karena apabila kita bandingkan antara kehidupan bujangan dengan yang telah berkeluarga, maka akan kita dapatkan bahwa yang telah berkeluarga lebih hemat dan ekonomis dibandingkan dengan yang bujangan. Selain itu orang yang telah berkeluarga lebih giat dalam mencari nafkah karena perasaan bertanggung jawab pada keluarga daripada para bujangan.
E. Menjaga Kesehatan
Ditinjau dari segi kesehatan, pernikahan berguna untuk memelihara para pemuda dari kebiasaan onani yang banyak menguras tenaga, dan juga dapat mencegah timbulnya penyakit kelamin.
F. Memantapkan Spiritual (Ruhiyyah)
Pernikahan berfungsi sebagai pelengkap, karena ia setengah dari keimanan dan pelapang jalan menuju sabilillah, hati menjadi bersih dari berbagai kecendrungan dan jiwa menjadi terlindung dari berbagai waswas.
III. Menegakkan Keluarga Sakinah sebagai Salah SAtu Fungsi Keluarga
Selain fungsi keluarga tersebut di atas, fungsi kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)
Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga Sakinah
A. Faktor Utama:
Untuk membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :
1. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami
a. Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)
Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan
Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.
b. Menjaga kehormatan diri
Menjaga akhlak dalam pergaulan
Menjaga izzah suami dalam segala hal
Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami
c. Berkhidmat kepada suami
Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir batin suami
Menyiapkan keberangkatan
Mengantarkan kepergian
Suara istri tidak melebihi suara suami
Istri menghargai dan berterima kasih terhadap perlakuan dan pemberian suami
2. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri
a. Istri berhak mendapat mahar
b. Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin
Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan
Mendapat pengajaran Diinul Islam
Suami memberikan waktu untuk memberikan pelajaran
Memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya
Suami memberi sarana untuk belajar
Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama
c. Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih saying
Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir
Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan
Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan
Memperhatikan adab kembali ke rumah
B. Faktor Penunjang
1. Realistis dalam kehidupan berkeluarga
Realistis dalam memilih pasangan
Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan
Realistis dan ridho dengan karakter pasangan
Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban
2. Realistis dalam pendidikan anak
Penanganan Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam memberikan ridho’ah (menyusui) dan hadhonah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan muatan:
Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental)
Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan intelektual)
Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)
3. Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri
4. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah
5. Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat
a. Keluarga besar suami / istri
b. Tetangga
c. Tamu
d. Kerabat dan teman dekat
6. Memiliki ketrampilan rumah tangga
7. Memiliki kesadaran kesehatan keluarga
C. Faktor Pemeliharaan
1. Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas
2. Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis
3. Menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun prilaku
Demikianlah sekelumit tentang pernikahan dan pembentukan keluarga sakinah. Semoga Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan kepada kita dalam membentuk keluarga sakinah yang mawaddah wa rahmah sehingga terealisir izzatul islam walmuslimin. Amin


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/08/903/pernikahan-sebagai-landasan-menuju-keluarga-sakinah/#ixzz1hQBAu8Iz

Jumat, 23 Desember 2011

Tips Membina Rumah Tangga yang Sakînah

Setiap insan yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa menentramkan jiwa serta membahagiakan anggota badannya, sehingga berbagai cara dan usaha ditempuh untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.

Pembaca yang budiman, sesungguhnya sebuah kehidupan yang sakinah, yang dibangun diatas rasa cinta dan kasih sayang, tentu sangat berarti dan bernilai dalam sebuah rumah tangga. Betapa tidak, bagi seorang pria atau seorang wanita yang akan membangun sebuah rumah tangga melalui tali pernikahan, pasti berharap dan bercita-cita bisa membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, ataupun bagi yang telah menjalani kehidupan berumah tangga senantiasa berupaya untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.

HAKEKAT KEHIDUPAN RUMAH TANGGA YANG SAKINAH

Pembaca yang budiman, telah disebutkan tadi bahwasanya setiap pribadi, terkhusus mereka yang telah berumah tangga, pasti dan sangat berkeinginan untuk merasakan kehidupan yang sakinah, sehingga kita menyaksikan berbagai macam cara dan usaha serta berbagai jenis metode ditempuh, yang mana semuanya itu dibangun diatas presepsi yang berbeda dalam mencapai tujuan kehidupan yang sakinah tadi. Maka nampak di pandangan kita sebagian orang ada yang berusaha mencari dan menumpuk harta kekayaan sebanyak-banyaknya, karena mereka menganggap bahwa dengan harta itulah akan diraih kehidupan yang sakinah. Ada pula yang senantiasa berupaya untuk menyehatkan dan memperindah tubuhnya, karena memang di benak mereka kehidupan yang sakinah itu terletak pada kesehatan fisik dan keindahan bentuk tubuh. Disana ada juga yang berpandangan bahwa kehidupan yang sakinah bisa diperoleh semata-mata pada makanan yang lezat dan beraneka ragam, tempat tinggal yang luas dan megah, serta pasangan hidup yang rupawan, sehingga mereka berupaya dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan itu semua. Akan tetapi, pembaca yang budiman, perlu kita ketahui dan pahami terlebih dahulu apa sebenarnya hakekat kehidupan yang sakinah dalam sebuah kehidupan rumah tangga.

Sesungguhnya hakekat kehidupan yang sakinah adalah suatu kehidupan yang dilandasi mawaddah warohmah (cinta dan kasih sayang) dari Allah subhanahu wata’ala Pencipta alam semesta ini. Yakni sebuah kehidupan yang dirihdoi Allah, yang mana para pelakunya/orang yang menjalani kehidupan tersebut senantiasa berusaha dan mencari keridhoan Allah dan rasulNya, dengan cara melakukan setiap apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah dan rasulNya.

Maka kesimpulannya, bahwa hakekat sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah adalah terletak pada realisasi/penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga yang bertujuan mencari ridho Allah subhanahu wata’ala. Karena memang hakekat ketenangan jiwa (sakinah) itu adalah ketenangan yang terbimbing dengan agama dan datang dari sisi Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah (artinya):

“Dia-lah yang telah menurunkan sakinah (ketenangan) ke dalam hati orang-orang yang beriman agar keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (Al Fath: 4)

BIMBINGAN RASULULLAH DALAM KEHiDUPAN BERUMAH TANGGA

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ

yakni “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,” artinya tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap nasehat.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena nasehat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah dilakukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ

“Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no. 55)

Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yang sakinah, insya Allah, dengan adanya sikap saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan.

DIANTARA TIPS/CARA MERAIH KEHIDUPAN YANG SAKINAH

1. Berdzikir

Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang.” (Ar Ra’d: 28)

Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:

أَسْتَغْفِرُالله ,

dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.

2. Menuntut ilmu agama

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ

“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.

Senin, 19 Desember 2011

PESAN UNTUK WANITA

Allah berfirman yang bermaksud : Dan katakan kepada perempuan-perempuan yang beriman, supaya mereka menahan sebahagian penglihatan, memelihara kehormatannya dan tiada memperlihatkan perhiasannya (tubuhnya) selain dari yang nyata (mesti terbuka terdiri dari bahagian badannya yang sangat perlu dalam pekerjaan sehari-hari, seperti mukanya dan tapak tangan). Dan hendaklah mereka sampaikan kudungnya ke leher (tutup kepalanya sampai ke leher dan dadanya), dan tiada memperlihatkan perhiasannya (tubuhnya), kecuali kepada suaminya, bapanya, bapa suaminya, anak-anaknya, anak-anak suaminya, saudara-saudaranya, anak-anak saudara lelaki, anak-anak saudara perempuannya, sesama perempuan Islam, hamba sahaya kepunyaannya, laki-laki yang menjalankan kewajubannya tetapi tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan - umpanya pelayan-pelayan lelaki yang sudah tua dan tiada lagi mempunyai keinginan kepada perempuan)dan kanak-kanak yang belum mempunyai pengertian kepada aurat perempuan. Dan janganlah mereka pukulkan kakinya, supaya diketahui prang perhiasannya yang tersembunyi (misalannya melangkah dengan cara yang menyebabkan betisnya terbuka atau perhiasan seperti gelang/rantai kakinya nampak). Dan taubatlah kamu semuanya kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung. (surah An-Nur ayat 31)

Allah berfirman yang bermaksud : Belum sampaikah lagi masanya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyuk (taat) hati mereka mematuhi peringatan dan pengajaran (suruhan dan larangan) Allah serta (taat) mematuhi kebenaran (Al-Quran) yang diturunkan (kepada mereka)? Dan janganlah pula mereka menjadi seperti orang-orang yang telah diberi kitab sebelum mereka (Yahudi dan Nasrani), setelah orang-orang itu melalui masa yang lanjut (jauh dari zman nabi mereka) maka hati mereka menjadi keras (dari mengikuti perintah/ajaran nabi mereka) dan banyak di antaranya orang-orang fasik. (surah Al-Hadid ayat 16)

Bila ayat menutup aurat turun sahaja semua wanita ketika itu tidak kira dari golongan Ansar mahupun Muhajirin dengan segera menutup aurat masing-masing. Yang ada di pasar, yang ada di rumah, yang sedang dalam perjalanan capai apa sahaja untuk menutup aurat masing-masing dengan SEGERA dan bukannya NANTI DULU. Yang tidak mendapat apa-apa mereka segera memalingkan muka menghadap dinding supaya tiada lelaki terpandang wajah mereka. Itulah kekuatan iman yang ada pada wanita-wanita ketika itu. Tetapi kini segala-galanya telah berubah makin jauh kita dari zaman Rasulullah makin kita jauh dari amalan agama.

Dalam ayat yang sama juga Allah menegur kita supaya tidak menjadi seperti ahli kitab sebelum kita (Yahudi dan Nasrani) di mana semakin mereka jauh dari zaman nabi mereka maka semakin kurang mengamalkan agama. Itulah keadaan kita ketika ini. Saudari-saudari seagama dengan kita bukan tidak tahu kewajiban menutup aurat, tetapi oleh kerana kelemahan iman serta sikap acuh tak acuh membuatkan mereka lalai. Perkataan yang biasa kita dengar dari saudari-saudari kita ialah "belum sampai seruan". Seruan apa yang ditunggunya atau seruan dari siapa yang sedang mereka tunggu? Bukankah Allah telah seru untuk menutup aurat sejak 14 abad dahulu lagi. Tetapi kenapa masih tak tutup-tutup lagi?

Lihat lagi ayat di atas Allah berfirma "Katakan kepada orang-orang perempuan yang beriman" Allah dengan khusus gunakan perkataan "beriman" dan bukannya "wahai manusia" kerana segala perintah hanya boleh didukung oleh orang-orang yang beriman sahaja.

Dalam ayat kedua pun sama yang ditujukan ayat-ayat ini adalah kepada orang-orang yang beriman. Kita kata kami beriman dengan Allah, Rasul-rasulNya dan, Kitab-kitabNya tetapi apa yang kita ucapkan dan buat adalah sungguh bertentangan. Allah telah menggariskan peraturan dan rasul telah mengajarkannya dan peraturan itu telah termaktub di dalam kalamNya. Tetapi kenapa masih leka? Kita bimbang kalau-kalau kita dibungkus dengan kain putih sebelum kita sempat menutup aurat.

Maka wahai saudari-saudari seagamaku (YANG BERIMAN), sebelum terlewat rebutlah peluang yang ada jangan tunggu esok amalkan sekarang juga. Bimbang "esok tiada bagi mu". Gembirakanlah Allah dan rasulNya dengan mengikut perintah mereka supaya dikala kamu dirundung malang Allah dan rasulnya dapat menggembirakan kamu. BIAR KAMU TIDAK CANTIK DI MATA PENDUDUK BUMI TETAPI NAMAMU MENJADI PERBUALAN PENDUDUK LANGIT.

Kamis, 15 Desember 2011

Hidup Sesudah Mati

Setiap manusia yang hidup di dunia pasti akan mati . Ini adalah realitas yang tak perlu dipertanyakan lagi. Tapi banyak yang tak diketahui orang, ada apa setelah mati? Adakah kehidupan setelah mati? Apakah sama kehidupan setelah mati dengan kehidupan yang dijalani manusia di dunia? Ada yang menyangka bahwa manusia akan mengalami reinkarnasi, yakni hidup kembai ke dunia, menitis pada orang atau hewan tertentu sesuai dengan amalan dalam kehidupam mereka sebelumnya di dunia. Ada juga yang berpendapat bahwa kehidupan manusia tidak lain hanya di dunia saja, tak ada kehidupan lagi setelah mati. Jelas perkara-perkara tersebut tak bisa dijangkau oleh akal pikiran manusia dan alam semesta. Harus ada informasi dari Allah Swt. yang menciptakan manusia dan alam semesta. Oleh karena itu, secara tegas Allah Swt menolak pendapat para filosof faham dahriyah yang hanya meyakini kehidupan di dunia ini saja, sebagaimana firmanNya:

“Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa’. Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”(QS. Al Jatsiyah 24).

Allah Swt. menegaskan bahwa kehidupan itu tidak hanya di dunia saja, melailnkan ada kehidupan akhirat yang mau tidak mau akan dilalui manusia. Sebab, semua manusia adalah mahluk Allah, berasal dari Dia dan akan dikembalikan kepadaNya. Dia berfirman:

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkanNya kembali, kemudian kepadaNyalah kamu dikembaikan,”(QS. Al Baqarah 28).

Bahkan Allah Swt. menyatakan bahwa akhirat adalah kehidupan yang hakiki sebagaimana firmanNya:

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenanya kehidupan kalau mereka mengetahui.”(Qs. Al Ankabut 64)

Oleh karena itulah , Allah Swt. menyuruh manusia agar mengejar akhirat dengan sekuat tenaga sebagai cita-cita hidup yang hakiki sekalipun tidak melupakan bagiannya dalam kehidupan di dunia yang harus ia lalui dan nikmati. Allah Swt. berfirman:

“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS. Al Qashash 77).

Sudah jelaslah kini bahwa rumusan hidup manusia adalah akan kembali hidup setelah dia mati. Bukan hidup sembarang hidup, tapi hidup yang hakiki yang kekal abadi. Namun untuk itu manusia diminta berjuang di dunia buat mencari kebahagiaan di sana kelak, agar tidak terjerumus dalam kesengsaraan abadi. Bukan berarti orang yang mengarahkan cita-citanya kepada puncak kebahagiaan di akhirat melupakan bagiannya di dunia. Tidak, justru dia akan menikmatinya dengan penuh syukur kepada Allah, serta penuh kesadaran bahwa hidupnya tidak hanya di dunia saja. Oleh karena itu, ia akan selalu menebar kebaikan di muka bumi, Disamping itu -- sebagai konsekuensi logisnya -- dia tidak akan membuat kerusakan di muka bumi.
Untuk lebih mengartikulasikan makna hidup kita di dunia ini hendaknya bayangan kehidupan akhirat yang bakal kita lalui selalu terekam dalam benak kita. Untuk itu, tidak ada jalan lain kecuali kita selalu memberilkan perhatian yang cukup dan menambah wawasan tentang hidup setelah mati melalui informasi ilahi yang ada dalam nash-nash al Qur’an dan sunah Rasulullah Saw. Dengan begitu kita akan dapat mengambil keputusan dengan tepat tentang apa yang mesti kita perbuat dalam hidup di dunia ini. Pernah diriwayatkan bahwa salah seorang sahabat Rasulullah Saw. bertanya kepada beliau dalam suatu medan pertempuran:”Wahai Rasulullah di mana letaknya surga?” Beliau Saw. menjawab,”Itu di depan itu dalam kecamuk perang jihad”. Maka pemuda itu berkata:”Kalau aku sampai menghabiskan kurma yang ada di tanganku ini, sungguh lama rasanya!” Lalu pemuda itu segera membuang kurma yang ada dalam genggaman tangannya dan bergegas memasuki kecamuk peperangan dan gugur sebagai syuhada.

Bangkitnya Manusia dari Kubur
Siapapun manusia yang mati, di manapun kuburnya, bagaimanapun cara penguburannya, pasti akan dibangkitkan dari kuburnya. Percaya atau tidak, manusia pasti akan dihidupkan kembali untuk mempertanggungjawabkan segala yang pernah diperbuatnya di dalam kehidupan dunia ini. Allah Swt. berfirman:

“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan dari kuburmu di hari kiamat.”(QS. Al Mukminun 15-16).

Dan orang-orang kafir yang tak mempercayainya (al Mukminun 37) akan benar-benar kaget dibuatnya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

“Dan ditiupkan sangkakala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb mereka. Mereka berkata: ‘Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?’ Inilah yang dijanjikan Dzat yang Maha Pemurah dan benarlah para rasulNya”(QS. Yasin 51-52).

Maka pastilah orang-orang kafir itu dihinakan oleh Allah Swt. sebagaimana firmanNya:

“..Dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan. Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.”(QS. al Mujaadilah 6).

Orang-orang yang tidak percaya kepada hari kebangkitan dan pembalasan itu sebenarnya lantaran pikiran picik mereka yang tak mampu menjangkau ke Mahakuasa-an Allah Swt., sebagaimana firmanNya:

“... ia berkata:’Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh? Katakanlah:’Ia akan dihidupkan kembali oleh Allah yang menciptakannya pertama kali. Dan Maha Mengetahui tentang segala mahluk.”(QS. Yasin 78-79).

Sebaliknya, orang-orang mukmin dimuliakan Allah. Dan hari kebangkitan merupakan wujud nyata janji Allah bahwa orang-orang mukmin itu lebih mulia dari pada orang-orang kafir. Itu dapat dilihat dari cara bangkit dan digiringnya manusia ke padang mahsyar yang berada dalam kondisi yangberbeda-beda sesuai dengan iman dan amalnya waktu di dunia. Siapa yang mati dalam keadaan memperjuangkan agama Allah, kelak ia akan dibangkitkan dalam keadaan baik lagi menggembirakan. Namun siapa saja yang mati dalam keadaan berbuat jahat, ia akan dibangkitkan dalam keadaan buruk dan mengerikan. Imam Muslim meriwayatkan suatu hadits dari sahabat Jabir r.a. yang pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Kelak tiap hamba akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan amal perbuatan yang sedang ia lakukannya ketika ia mati”.

Bahz bin Hakim meriwayatkan hadits dari ayahnya dari kakeknya yang mengatakan pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya kalian akan digiring dengan berjalan kaki, dengan berkendaraan, dan dengan diseret ke muka kalian.”(HSR. At Turmudzi).

Semua manusia digiring ke padang mahsyar untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di dunia.

Pengadilan Yang Adil
Hari kiamat adalah hari pembalasan di mana satu-satunya Dzat yang menjadi penguasa di hari itu (maliki yaumiddin) hanyalah Allah Swt. Ibnu Umar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

“Kelak di hari kiamat Allah akan menggenggam bumi dan menggulung langit dengan tangan kanan (kekuasaan)-Nya, kemudian Dia berfirman: Aku adalah raja (penguasa) di mana raja-raja (para penguasa) bumi?”(HR. Asy Syaikhan).


Pada hari itu setiap manusia mendapatkan pengadilan yang seadil-adilnya. Seluruh catatan amal perbuatannya diberikan dan dia disuruh membacanya. Manusia ditanya tentang berbagai perkara yang pernah dia lakukan di dunia. Manusia tak bisa lagi menutup-nutupinya, berdusta atau berkelit dengan silat lidah. Sebab yang menjawab bukanlah mulutnya, melainkan tangannya. Sementara kakinya sebagai saksi. Lalu ditimbanglah amal perbuatan manusia untuk menentukan apakah dia akan lolos ke surga ataukah malah terperosok ke dalam neraka Jahannam? Allah Swt. berfirman:

“Maka demi Rabbmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu”.(QS. Al Hijr 92-93).

Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Kedua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat masih belum beranjak sebelulm ditanya kepadanya mengenai umurnya, untuk apa dihabiskan, mengenai tubuhnya untuk apa ia gunakan, mengenai ilmunya apa yang dia kerjakan dengan ilmunya itu, dan mengenai hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan?”(HR Tirmidzi).

Disamping ditanyai, manusia juga disuruh membaca catatan amal hidup mereka di dunia yang dibuat oleh para malaikat (al Infithar 9-14). Rasulullah Saw.bersabda:

“Catatan-catatan itu semuanya disimpan di bawah arsy. Bila kiamat sudah datang, maka Allah akan mengirim angin yang membuat buku itu beterbangan ke kanan dan ke kiri. Tulisan pertama dalam buku tersebut adalah: Bacalah catatanmu (kitabmu), cukup dirimua sendiri hari ini.”

Allah Swt. berfirman:

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali pada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak ‘Celakalah aku’. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).“ (QS. al Insyiqaq)



Allah ta’ala juga berfirman:

“Dan diletakkan kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: ‘Aduh celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya dan mereka dapati apa yang mereka telha kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorangpun jua.”(QS. al Kahfi 49).

Disamping itu, setiap manusia akan mendengarkan rekaman seluruh perkatannya yang ia buat di dunia maupun ungkapan selulruh perbuatannya. Allah berfirman:

“(Allah berfirman):’Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. al Jatsiyah 29).

Selain catatan dan rekaman dari apa yang diperbuat manusia tersebut, manusia juga akan melihat rekaman gambar dari seluruh amalnya yang pernah dia kerjakan di dunia hinggga sekecil-kecilnya. Allah berfirman:

“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebarat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”(QS al Zalzalah 6-8).

Setelah itu manusia digiring ke tempat di mana timbangan amal perbuatannya diletakkan. Allah berfirman:

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan) itu hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.”(QS. Al Anbiya 47).

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”(QS. al Qari’ah 6-9).
Masuk Surga ataukah Neraka?
Sebagaimana disebut dalam surat al Qari’ah tersebut bahwa manusia yang timbangan amal baik lebih berat, maka dia akan masuk surga. Sedangkan orang yang timbangan amal buruknya justru lebih berat, ia akan masuk neraka.
Surga adalah tempat yang penuh dengan berbagai kenikmatan yang abadi yang merupakan tempat kembali yang kekal bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Sedangkan neraka adalah tempat yang penuh dengan berbagai siksaan dan kesengsaraan yang merupakan tempat kembali orang-orang kafir. Adapun orang-orang muslim yang keburukannya lebih banyak dari kebaikannya, mereka akan disiksa dulu di dalam neraka sampai masa yang dikehendaki oleh Allah Swt. Setelah itu, orang yang masih punya sebiji sawi keimanan pun akan dientaskan dari neraka dan diangkat ke surga.
Banyak sekali surat-surat dan ayat-ayat yang menginformasikan tentang surga dan neraka. Tentang kehidupan di surga yang menurut hadits ada 100 tingkat, antara lain Allah ta’ala berfirman:

“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari air yang mengalir. Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk. Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. al Waqi’ah 17-24).

Juga firmanNya:

“Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengarkan ucapan salam. Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri dan pohon pisang yang tersusun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya, dan kasur-kasur yang tebal dan empuk. Sesungguhnya Kami ciptakan mereka (bidadari-bidadari) lagi sebaya umurnya, (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan, (yaitu segolongan besar dari orang yang terdahulu, dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian.”(QS. Al Waqi’ah 25-40).



Sedangkan mengenai keadaan kehidupan di neraka, antara lain Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(QS. An Nisaa 56).

“Disiramkan air yang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit mereka.”(QS. al Hajj 19-20).

Siapapun yang gemar membaca ayat-ayat al Qur’an tentang surga pastilah terus menerus terbit rindunya ingin segera menemuinya. Dan siapa saja yang gemar membaca ayat-ayat Allah tentang neraka, pastilah ia akan gemetar dan takut kepada Allah serta sangat benci dijebloskan ke dalamnya. Hanya saja dalam sebuah hadits diungkapkan bahwa surga itu dikelilingi oleh perbuatan yang dibenci oleh manusia, sedangkan neraka itu dikelilingi oleh perbuatan-perbuatan yang sangat disenangi manusia. Oleh karena itu, hidup ini adalah ujian dari Allah buat menentukan siapa yang bakal masuk surga dan siapa yang bakal masuk neraka.

“Dialah yang menciptakan hidup dan mati agar Dia menguji siapa diantara kalian yang terbaik amalnya.”(QS. al Mulk 2).

Namun Allah tidak pernah menyuruh kita agar masuk neraka, tapi Dia justru menyuruh manusia segera menemuinya.

“Berlomba-lombalah kamu kepada mendapatkan ampunan dari Rabb kalian dan surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”(QS. al Hadid 21).

Namun demikian toh keputusan ada di tangan manusia itu sendiri, mau kemana ia; ke surgakah atau ke neraka. Allah Swt. tak akan memaksanya. Yang jelas, hidup sesudah mati dengan segala konsekuensi yang ada di dalamnya pasti akan dilalui. Maha benar Allah dengan segala firmanNya.

Rabu, 14 Desember 2011

Adab Suami memelihara Isteri

Dari kitab sirilsalikin

1. Apabila hendak menikah, laksanakanlah walimah.

2. Hendaklah memperbaiki sikap isteri dan menanggung kesakitan menghadapi kesakitan dengan kasih sayang atasnya dan sabar. Sabda Nabi saw, "Barangsiapa bersabar atas sikap buruk isterinya , ia dianugerahkan oleh Allah pahala seperti diberi pada nabi Ayub dan barangsiapa bersabar atas perangai buruk suaminya niscaya ia dianuagerahi oleh Allah pahala seperti Asiah isteri Fir'aun.

3. Hendaklah menegur dan marah kepada istri jika ada perbuatannya yang menyalahi syariat (yang disukai oleh nafsu perempuan itu menyalahi syariat)

4. Sabda Nabi saw, "Binasa dan jahat lelaki yang jadi hamba isterinya. Apabila mengikut seorang lelaki akan isterinya dalam sesuatu yang disukai oleh hawa nafsu isterinya , jadilah dia hamba isterinya dan binasalah dia dan jadilah dia diperintah oleh isterinya (dirinya jadi milik perempuan dan bukan sebaliknya)

5. Cemburu secara pertengahan.

6. Jangan biarkan isterinya berkata-kata dengan lelaki lain atau biarkan lelaki lain masuk ke rumahnya tanpa ia ada di rumah tetapi jangan berlebihan sehingga berburuk sangka akan isterinya tanpa sesuatu sebab atau alasan. Contohnya..seperti mengintai dan mencari akan kejahatan isterinya dan lain-lain.

7. Suami hendaklah mengajar fardhu ain termasuk hukum haid kepada isterinya.

8. Suami hendaklah memerintah isterinya supaya melaksanakan sholat. Jika tidak mengikuti perintah ini, tidurlah berasingan 1 hingga 3 malam.sekiranya tidak taat juga, pukullah sedikit dengan pukulan yang tidak melukakan atau memecahkan tulang isterinya.

9. Suami hendaklah meredhai isterinya untuk masuk surga bila dia mati .

Sabtu, 10 Desember 2011

Titisan Air Mata Abu Bakar As Siddiq

Dialah org pertama yg mempercayai kenabian Muhammad s.a.w dari kalangan kaum lelaki. Dia juga sahabat Nabi yg selalu menyertai baginda dalam menegakkan dan memperjuangkan ajaran Allah (Islam) hingga ke akhir hayatnya. DIa lebih utama dari org yg utama, lebih unggul dari org yg unggul sekalipun. Tentang keperibadian yg dimiliki sahabat yg sangat dihormati oleh rasulullah s.a.w ini sehingga dijelaskan dalam ayat Al-Quran "Tidak sama diantara kamu org yg menafkah (hartanya)dan berperang sebelum penaklukan (kota makkah). (Surah Al Hadid:10)

Dalam kitab Mustadrak Al-Hakim dan Musnad AL-Bazzar, disebutkan sebuah hadis dgn sanad yg baik, dari Zaid bin Arqam r.a bahwa pada suatu ketika Abu Bakar r.a meminta seteguk air sebagai pelepas dahaga. Maka dihidangkan kepadanya semangkuk air yg diberi madu. Ketika tepi mangkuk berisi air bercampur madu menyentuh bibir Abu Bakar r.a, seketika itulah menangislah beliau dan terhenti utk meminumnya. Org-org yg berada disekitarnya terharu menyaksikan pemandangan tersebut hingga mereka pun turut menangis. Sejenak kemudian tangis mereka reda, tetapi tangis Abu Bakar r.a tetap terdengar malah kian memilukan, akhirnya para sahabat yg lainnya pun ikut kembali menangis. Selang beberapa saat mereka semua berhenti menangis, lalu mrk bertanya kepada Abu Bakar. "Wahai Abu Bakar, Khalifah Rasulullah, mengapa anda menangis ?
Abu Bakar r.a menjawab " pernah suatu ketika aku hanya berdua bersama Rasulullah s.a.w, baginda bersabda yg dari nadanya agaknya tertuju kepada seorg wanita : "hai pergilah engkau dariku, pergilah!" Maka aku bertanya kepada baginda. "Ya Rasulullah sebenarnya anda berkata kepada siapa ? Bukankah disini tidak ada org lain selain dari saya" Nabi s.a.w bersabda "Sesungguhnya dunia ini nampak bersolek dihadapanku, maka aku berkata kepada pergilah kamu dari ku pergilah kamu dariku!. Lalu dunia ini berkata: "Kalaulah engkau wahai nabi dapat lepas dariku, tetapi org-org setelah engkau sama sekali tidak akan lepas dari godaanku"

Hal ini lah yg membuatkanku menangis tersedu-sedu

10 Muharram

Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda, "Seutama-utama puasa sesudah puasa bulan Ramadan ialah puasa bulan Muharram dan seutama-utama solat sesudah solat fardu ialah solat malam". (Sahih Muslim)

Abu Musa Al Madani meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a.; "Barangsiapa yang berpuasa pada hari Asyura (10 Muharram) adalah seperti berpuasa setahun dan siapa yangg bersedekah pada hari Asyura adalah bagiku bersedekah setahun." Riwayat Albazzar

Dari Abu Qatadah Al-Anshari r.a. katanya Rasulullah s.a.w. ditanya orang tentang puasa hari arafah (9 Zulhijjah). Jawab baginda, "Semoga dapat menghapus dosa tahun yang lalu dan yang akan datang". Kemudian Nabi ditanya pula tentang puasa hari asyura (10 Muharram). Jawab baginda, "semoga dapat menghapus dosa tahun yang lalu". (Sahih Muslim)

Dari Aisyah r.a. katanya "Biasanya orang Quraisy pada masa jahiliah berpuasa pada hari asyura dan Nabi s.a.w. pun berpuasa. Ketika Baginda tiba di Madinah, Baginda juga berpuasa pada hari asyura dan menyuruh orang lain berpuasa juga". (Sahih Muslim)

Dari Salamah bin Akwa r.a. dia menceritakan bahawa Rasulullah s.a.w. mengutus seorang lelaki suku Aslam pada hari Asyura dan memerintahkan kepadanya supaya mengumumkan kepada orang ramai, "Sesiapa yang belum puasa hari ini hendaklahlah dia berpuasa dan siapa yang telah terlanjur makan hendaklahlah dia puasa juga sejak mendengar pemgumuman ini sampai malam". (Sahih Muslim)

Dari Ibnu Abbas r.a katanya, " Penduduk Khaibar berpuasa pada hari asyura dan menjadikannya sebagai hari raya, dimana wanita mereka memakai perhiasan dan pakaian yang indah pada hari itu. Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda, "Puasalah kamu pada hari itu". (Sahih Muslim)

Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, ketika Nabi s.a.w. tiba di Madinah, Baginda melihat orang yahudi berpuasa pada hari asyura. Nabi pun bertanya, "Hari apa ini ?". Jawab mereka, "Hari ini ialah hari yang baik. Pada hari ini Allah melepaskan Bani Israil dari musuh mereka, kerana itu Nabi Musa berpuasa kerananya". Sabda Nabi, "Aku lebih berhak daripada kamu dengan Musa". Oleh itu Nabi berpuasa dan menyuruh orang lain berpuasa pada hari asyura. (Sahih Bukhari)

Rasulullah s.a.w. bersabda; "Berpuasa kamu pada hari ke sembilan dan sepuluh Muharam dan jangan meniru cara orang-orang Yahudi." - Riwayat Al Baihaqi

Puasa hari ‘Asyura’, Tasu‘a’ dan kesebelas Muharram Puasa hari ‘Asyura’ ialah puasa sunat pada hari kesepuluh bulan Muharram. Diriwayatkan daripada Mu‘awiyah bin Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhuma berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Maksudnya : “Ini adalah hari ‘Ayura’ dan tidak diwajibkan ke atas kamu berpuasa sedangkan aku berpuasa. Maka barangsiapa yang hendak berpuasa maka berpuasalah dia dan barangsiapa mahu (tidak berpuasa) maka berbukalah dia (boleh tidak berpuasa).” (Hadits riwayat Bukhari) Hikmat berpuasa pada hari ‘Asyura’ sebagaimana yang diriwayatkan daripada Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma berkata : Maksudnya: “(Tatkala) Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sampai di Madinah, baginda melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura’. Baginda bersabda: “Apakah ini?” Mereka menjawab : “Hari yang baik, ini adalah hari yang mana Allah menyelamatkan Bani Israil daripada musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu” Nabi bersabda : “Aku lebih berhak dengan Musa daripada kamu” Lalu Baginda berpuasa dan memerintahkan berpuasa (pada hari itu.)” (Hadits riwayat Bukhari) Kelebihan berpuasa di hari ‘Asyura’ sebagaimana yang diriwayatkan daripada Abu Qatadah Al-Anshari berkata :

Maksudnya: “Dan ditanya (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) tentang berpuasa pada hari ‘Asyura’? Maka Baginda bersabda: “Ia menebus dosa setahun yang telah lalu.” (Hadits riwayat Muslim) Adalah disunatkan juga di samping berpuasa pada hari ‘Asyura’, berpuasa pada hari Tasu‘a’ iaitu hari yang kesembilan bulan Muharram berdasarkan riwayat daripada Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘anhuma berkata:

Maksudnya: “Dahulu, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura’ dan Baginda memerintahkan (para sahabatnya) untuk melakukan puasa itu, mereka berkata: “Wahai Rasulullah! (Bukankah) sesungguhnya hari ‘Asyura‘ itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Apabila pada tahun yang akan datang, Insya Allah kita akan berpuasa pada hari yang kesembilan” Berkata Abdullah bin Abbas: “Belum sempat menjelang tahun hadapan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah pun wafat.” (Hadits riwayat Muslim) Para ulama menyebutkan bahawa hikmat disunatkan berpuasa pada hari Tasu‘a’ (sembilan Muharram) itu dari berbagai-bagai aspek: 1. Bagi menyalahi atau membezakan amalam orang-orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ‘Asyura’ (Sepuluh Muharram) sahaja. Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Maksudnya : “Berpuasalah kamu pada hari ‘Asyura’ dan buatlah perbezaan padanya (dari) orang Yahudi (dengan) berpuasa sehari sebelumnya atau sehari selepasnya.” (Hadits riwayat Ahmad) 2. Bagi maksud berhati-hati berpuasa pada hari ‘Asyura’ kerana kemungkinan berlaku kesilapan kekurangan dalam pengiraan anak bulan. Maka dengan itu hari kesembilan Muharram itu dalam pengiraan adalah hari yang kesepuluh Muharram yang sebenarnya. 3. Bagi maksud menyambung puasa hari ‘Asyura’ dengan satu hari puasa yang lain kerana tegahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa satu hari satu-satunya sahaja seperti berpuasa pada hari Jumaat. Walaupun begitu, tidaklah menjadi apa-apa jika hanya berpuasa sehari sahaja pada hari ‘Asyura’. (lihat I‘anah Ath-Thalibin 2/301) Oleh kerana itu disunatkan juga, jika berpuasa pada hari ‘Asyura’ tanpa berpuasa pada hari Tasu‘a’, supaya berpuasa pada hari kesebelas Muharram. Bahkan Imam Syafi‘e Rahimahullahu Ta‘ala menyebutkan di dalam Kitab Al-Umm dan Al-Imla’ disunatkan berpuasa tiga hari tersebut iaitu hari kesembilan (Tasu‘a’), kesepuluh (‘Asyura’) dan kesebelas bulan Muharram.

Rabu, 07 Desember 2011

Kisah Namrud

Nabi Ibrahim Dibakar Namrud

Di sebuah kota yang bernama Kota Babylon, semua orang yang tinggal di dalam kota tersebut berkeyakinan dan menyembah suatu Tuhan iaitu yang diperbuat daripada berhala. Jadi mereka mengukir patung-patung berhala lalu mereka juga yang menyembahnya. Mereka beribadah serta bersembahyang kepadanya dan mereka juga amat menakutinya tuhan berhala itu tadi. Dan antara lain menjadi salah satu tradisi mereka ialah apabila mereka selesai beribadah di rumah ibadah atau kuil mereka, sebelum keluar setiap mereka mesti membeli satu patung berhala kecil untuk mereka letakkan di dalam rumah dan juga untuk di sembah. Dan sebenarnya siapakah yang menjadi tukang ukir bagi patung-patung itu semua? Ia adalah seorang lelaki yang bernama Azar.

Pada suatu hari masuklah si anak kepada Azar tukang ukir patung anaknya, itulah dia Nabi Ibrahim as. Lalu Nabi Ibrahim pun bertanya kepada bapanya : “Wahai ayahku, adakah engkau benar-benar yakin dan percaya bahawa semua patung-patung yang kamu ukir dan jual itu semuanya adalah Tuhan yang hakiki?” Bila Azar mendengar pertanyaan sebegitu dari anaknya terus dia menjadi marah akan tetapi Nabi Ibrahim tidak memperdulikannya dan dia terus bertanya dan bertanya. Firman Allah SWT yang bermaksud : “Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapanya Azar: “Adakah engkau ambil berhala menjadi Tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaum engkau dalam kesesatan yang nyata.” (Al-An’am: 74)

Berterusanlah si Azar bapa Nabi Ibrahim memarahinya dia betul-betul marah kepada anaknya lantas dia berkata dengan suara yang tinggi kepada anaknya sepertimana yang difirmankan oleh Allah SWT yang bermaksud : Berkata bapanya: “Adakah engkau benci kepada Tuhanku ya Ibrahim? Demi jika engkau tidak berhenti nescaya kurejam engkau dengan batu dan tinggalkanlah aku dalam masa yang panjang.” (Maryam: 46)

Sesungguhnya Nabi Ibrahim siang dan malam tidak habis-habis memikirkan tentang dunia yang ada di sekelilingnya dia tercari-cari manakah satu Tuhan yang sepatutnya dan semestinya dia menyembah. Maka pada suatu malam yang gelap gelita tiba-tiba muncul bintang yang cahayanya bergemerlapan di langit. Jadi dia terus berkata di dalam hatinya : “Inilah Tuhanku maka bermula dari hari ini aku akan menyembahnya!” Akan tetapi malang bila tiba waktu siang semua bintang-bintang yang bergemerlapan di waktu malam itu tadi pun terus hilang. Firman Allah SWT yang bermaksud : Tatkala malam telah gelap Ibrahim melihat bintang lalu dia berkata : “Inikah Tuhanku? Tatkala bintang itu terbenam dia berkata : “Aku tidak mengasihi barang yang lenyap itu.” (Al-An’am: 76)

Keesokannya Nabi Ibrahim melihat kepada bulan pula dia mendapati bahawa bulan di malam hari itu terlalu cantik itulah bulan purnama namanya. Maka dia mula berkata-kata lagi di dalam hatinya: “Aku rasa inilah dia Tuhan aku. Maka aku akan menyembahnya moga-moga ada kebaikan buatku.”

Firman Allah SWT yang bermaksud : Tatkala dia melihat bulan telah terbit dia berkata : “Inikah Tuhanku?” Tatkala bulan itu terbenam dia berkata lagi : “Jika aku tidak di tunjuki oleh Tuhanku nescaya aku termasuk kaum yang sesat.” (Al-An’am: 77)

Akan tetapi sangkaannya itu meleset sama sekali kerana pada keesokannya bulan terbenam dan hilanglah cahayanya yang terang benderang pada waktu malam tadi. Tetapi dia tidak bersedih. bahkan bergembira kerana dia berpeluang melihat matahari pula. Lantas dia mengatakan: “Matahari lebih besar pula cahayanya dari bulan dan bintang, maka aku rasa inilah dia Tuhanku yang sebenar.” Tapi sayang bila sampai waktu petang di dapati matahari yang di sangkanya Tuhan itu turut hilang. Maka Nabi Ibrahim pun tidak jadi untuk menyembahnya. Firman Allah SWT yang bermaksud : Tatkala dia melihat matahari terbit dia berkata : “Inikah Tuhanku? Ini lebih besar.” Tatkala matahari itu terbenam dia berkata : “Wahai kaumku sesungguhnya aku berlepas diri dari apa-apa yang kamu persekutukan itu.” (Al-An’am: 78)

Akhirnya Nabi Ibrahim mengambil keputusan bahawa dia tidak akan sama sekali menyembah mana-mana tuhan kecualilah Tuhan yang menjadikan alam ini Tuhan yang menjadikan bintang, bulan dan juga matahari juga dunia dan seisinya. Dia tidak akan sama sekali menyembah Tuhan selain Allah SWT. Firman Allah SWT yang bermaksud : “Ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Wahai Tuhanku perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang yang mati.” Allah berfirman : “Tidakkah engkau beriman?” Sahutnya: “Ya... aku beriman tetapi untuk mententeramkan hatiku.” Allah berfirman: “Ambillah empat ekor burung dan hampirkan kepada engkau (potong-potong semuanya) kemudian letakkan di atas tiap-tiap bukit sebahagian dari burung-burung yang dipotong itu, kemudian panggillah semuanya nescaya datanglah semuanya kepada engkau dengan segera dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Al-Baqarah: 260)

Bermula dari hari itu Nabi Ibrahim mula menyeru kepada kaumnya agar segera meninggalkan tuhan berhala mereka itu “sembahlah Allah Tuhan yang Esa dan juga Tuhan yang menjadikan kita semua.” Akan tetapi mereka tidak memperdulikan kata-katanya bahkan mereka mengutuk dan memberikan ancaman kepadanya. Firman Allah SWT yang bermaksud : “Mereka berkata: “Adakah engkau mendatangkan kebenaran kepada kami atau engkau bermain-main?” Dia berkata: “Bahkan Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakan semuanya. Dan aku menjadi saksi atas demikian itu.”(Al-Anbiyaa’: 55 dan 56)

Mereka memang langsung tidak menghiraukan kata-kata Nabi Ibrahim hinggakan sampai peringkat mereka mengatakan bahawa Nabi Ibrahim adalah seorang yang bodoh lagi jahil dan juga akal fikirannya terlalu sempit serta menyeleweng. Maka pada suatu hari seluruh ahli penduduk kota itu keluar beramai-ramai kerana merayakan hari raya bagi Tuhan berhala-berhala mereka dan perayaan tersebut di jalankan di luar kota bukan di dalam kota. Jadi di kala itu tidak ada seorang pun yang tinggal di dalam kota lengang kecuali Nabi Ibrahim sahaja. Begitu juga dengan rumah ibadah mereka lengang tiada sesiapa.

Nabi Ibrahim merasakan bahawa inilah peluang untuk dia mengajar kaumnya lalu dia bersegera menuju ke rumah ibadah kaumnya. Dia terus masuk ke dalamnya yang mana terdapat satu kawasan lapang dipenuhi dengan bermacam-macam patung berhala. Tanpa berlengah Nabi Ibrahim terus mengambil kapaknya lalu dipukul dan dihancurkan ke semua patung-patung itu tadi habis semua dimusnahkan cuma satu sahaja yang tidak dimusnahkan iaitu patung yang paling besar. Kemudian yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dia menyangkutkan kapaknya tadi ke leher patung berhala yang besar itu dan Nabi Ibrahim terus pergi meninggal rumah ibadah tersebut pulang ke rumahnya.

Di kala itu semua kaumnya sedang sibuk merayakan perayaan tuhan mereka. Mereka merayakannya dengan penuh meriah sekali lebih-lebih lagi si raja yang bernama Namrud iaitu raja Kota Babylon ketua bagi mereka juga turut hadir. Bilamana perayaan tadi selesai terus raja memberi isyarat kepada hamba-hambanya dan tanpa berlengah si hamba-hamba tadi terus mengangkatnya untuk kembali semula ke dalam kota mereka. Dan sebelum sampai ke istananya raja mengarahkan kepada seluruh hamba-hambanya agar membawa dia ke rumah ibadah (kuil). Bila sahaja raja Namrud menjejakkan kakinya ke dalam kuil dia terperanjat besar begitu juga dengan rakyat-rakyat yang turut hadir. Dia dapati bahawa ke semua patung-patung berhala telah habis musnah jatuh bergelimpangan dan berkecai.

Kemudian Namrud berkata dengan suaranya yang tinggi : “Siapakah yang berbuat sebegini kejam sekali?” Seluruh rakyatnya yang hadir terus berkata: “Lain tidak bukan ialah seorang pemuda yang tidak mahu beriman kepada tuhan-tuhan kita ini. Pemuda itu namanya Ibrahim!” Raja Namrud terus menjerit : “Bawa segera pemuda itu ke mari!” Merekapun bersegera pergi mendapatkan Nabi Ibrahim. Mereka menangkapnya dan dibawa ke hadapan Namrud yang masih menunggu di dalam kuil.

Sampai saja terus Namrud berkata kepada Nabi Ibrahim :“Kamukah yang melakukan perbuatan ini kepada tuhan-tuhan kami?” Nabi Ibrahim berkata : “Bukan aku yang melakukannya kamu tidak lihat di leher patung berhala yang paling besar itu terdapat satu kapak yang besar. Sudah tentulah dia yang memusnahkan ke semua patung-patung itu. Kalau tidak percaya cuba kamu tanyakan kepadanya ataupun kamu tanyakan kepada patung-patung yang telah binasa tentang siapakah yang memusnahkan mereka semua?”

Raja Namrud dan rakyatnya tidak semena-mena merasa malu dan tersipu-sipu kerana mereka tahu bahawa sesungguhnya patung-patung itu sama sekali tidak boleh berkata-kata. Lalu Namrud pun terus berkata : “Wahai Ibrahim! Kamu sendiri pun tahu bahawa patung-patung itu semua tidak boleh berkata-kata, tidak boleh berjalan-jalan dan juga langsunglah tidak boleh buat apa-apa!”

Terus Nabi Ibrahim as. menjawab: “Jadi kalau begitu mengapa kamu menyembahnya. Bagaimana kamu boleh menyembah sesuatu yang langsung tidak memberi kamu apa-apa manfaat tidak memberi mudarat buat musuhmu dan langsung tidak dapat untuk mempertahankan, dirinya sendiri?”

Firman Allah SWT yang bermaksud : “Ibrahim berkata: “Patutkah kamu sembah selain Allah barang yang tiada manfaat kepadamu sedikitpun dan tidak pula memberi mudarat kepadamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahaminya?” (Al-Anbiyaa’: 66 dan 67)

Akhirnya Raja Namrud dan seluruh rakyatnya mengambil keputusan agar Nabi Ibrahim dibakar dengan api atau unggun yang besar. Maka Namrud pun terus memerintahkan seluruh rakyatnya agar menyediakan api besar hinggakan sampai peringkat burung-burung tidak berani untuk terbang di atasnya kalau terbang juga mereka akan terbakar kerana nyalaan api yang besar itu.

Setelah sampai masa yang telah ditetapkan, Namrud pun duduk di atas singgahsana sambil terus melihat kepada api yang sangat besar itu di dalam hatinya terselit kegembiraan yang sangat kerana sekejap lagi Nabi Ibrahim akan mati dibakar api, dia gembira kerana api akan memakan seorang yang tidak mahu beriman dengan tuhan mereka.

Mereka pun mengikat Nabi Ibrahim pada satu tiang seakan-akan lastik yang besar dan terus Nabi Ibrahim di lemparkan ke dalam api yang besar itu. Mereka terkejut melihat Nabi Ibrahim kerana ketika mahu dilemparkan dia begitu tenang sekali langsung tidak meronta-ronta ataupun melawan. Lebih terkejutlah lagi bila mereka saksikan bahawa Nabi Ibrahim langsung tidak di makan oleh api bahkan dia boleh berjalan ke sana sini pula dalam api
tersebut.

Firman Allah SWT yang bermaksud : “Wahai api! Hendaklah engkau menjadi dingin dan selamat terhadap Ibrahim.” Mereka hendak memperdayakan Ibrahim dengan dia lalu Kami berkati di dalamnya untuk seluruh alam.(Al Anbiyaa’: 69 dan 70)

Sesungguhnya Allah SWT telah menyelamatkan Nabi Ibrahim dari kejahatan dan kezaliman si Raja Namrud dan rakyat-rakyatnya dan Allah menunjukkan kepada mereka bahawa sebenarnya patung-patung berhala itu langsung tidak memberi makna apa-apa langsung, tidak ada kekuatan dan bagi manusia yang di kurniakan akal fikiran pula tidak wajarlah merasakan bahawa patung berhala itu sebagai Tuhan yang mesti disembah.

Tidak lama selepas itu api yang besar tadi pun terpadam lalu Nabi Ibrahim segera keluar dari longgokan-longgokan bara api dengan selamat seakan-akan tidak ada apa-apa yang berlaku ke atasnya. Dan terus Nabi Ibrahim membawa dirinya meninggalkan kaumnya membiarkan mereka itu semua dengan kehendak mereka, juga buatlah sesuka hati dengan tuhan berhala mereka. Nabi Ibrahim menyerahkan segalanya kepada Allah SWT untuk memberikan hukuman juga membinasakan mereka.

Bermusafirlah Nabi Ibrahim membawa diri kepada Tuhannya ditinggalkannya kaum yang degil lagi bodoh sombong dalam kebinasaannya yang telah Allah jadikan kepada mereka. Dia membawa diri bermusafir hinggalah sampai ke bumi Palestin dan di sana dia menyeru manusia supaya beriman Tuhan yang Esa iaitu Allah SWT dan mengerjakan ibadah kepadanya. Ditakdirkan oleh Allah SWT bahawa di mana sahaja Nabi Ibrahim pergi dia tetap menanamkan keimanan kepada Allah dan akhirnya Allah SWT juga telah memberi hadiah yang besar kepadanya iaitu lahirlah dari zuriatnya keturunan yang baik dan soleh yang kemudian kebanyakan mereka itu menjadi nabi dan rasul yang Allah utuskan kepada seluruh manusia agar membawa mereka kepada bertuhankan Allah SWT dan menjauhkan mereka dari bertuhankan tuhan selain Allah seperti berhala dan lain-lain lagi. kemudian memberi tunjuk ajar kepada seluruh manusia untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan sebab itulah Nabi Ibrahim digelarkan dengan gelaran “Bapa sekalian nabi-nabi.”

Firman Allah SWT yang bermaksud : “Perhatikanlah riwayat Ibrahim dalam kitab (Al-Quran).
“Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat benar dan seorang nabi.” (Maryam: 41)

Namrud Berlawan Dengan Tentera Nyamuk

Kebinasaan Namrud ini terjadi pada hari Rabu, ia dibinasakan Allah SWT dengan tentera nyamuk.

Firman Allah SWT yang bermaksud : “Dan tidak ada yang mengetahui tentera Tuhanmu melainkan Dia sendiri.” (Al-Muddatsir: 31)

Namrud mempunyai tentera sebanyak tujuh ratus ribu penunggang kuda dengan senjata yang lengkap. Namrud berkata kepada Nabi Ibrahim : “Hai Ibrahim, jika Tuhanmu mempunyai malaikat, maka kirimkanlah kepadaku untuk berperang denganku. Jika sanggup ambillah kerajaanku ini.”

Maka Nabi Ibrahim as. munajat kepada Allah SWT : “Ya Ilahi sesungguhnya Namrud dengan tenteranya menunggu kedatangan tenteramu, maka kirimkanlah kepada meraka tentera daripada selemah-lemah makhlukmu iaitu nyamuk.”

Ketika Namrud dan tenteranya telah berkumpul di padang yang luas, maka Allah memerintahkan nyamuk keluar dari lautan. Lalu keluarlah tentera nyamuk hingga menutupi permukaan bumi dan langit. Kemudian nyamuk bertanya: “Ya Tuhan kami, apakah yang harus kami laksanakan?” Allah berfirman: “Aku telah menjadikan rezeki kamu semua pada hari ini berbentuk daging tentera Namruz.”

Kemudian Allah SWT memberikan kekuatan kepada nyamuk-nyamuk tersebut. Lalu nyamuk-nyamuk tersebut menyerang tentera Namrud, menghisap semua darah mereka, Allah memerintahkan kepada nyamuk agar menunda penyeksaan terhadap Namrud. Agar ia dapat melihat sendiri kehancuran tenteranya. Maka nyamuk-nyamuk itu pun membiarkan Namrud sehingga ia dapat pulang ke istana.

Nabi Ibrahim as. merasa hairan dan takjub melihat peristiwa tersebut. Kemudian Allah berfirman
Kepadanya : “Wahai Ibrahim, demi kemuliaan dan keagungan-Ku, sekiranya engkau tidak meminta kepada-Ku supaya mengutus tentera nyamuk, tentu aku akan mengirimkan yang lebih halus daripada nyamuk, jika seribu di antaranya berkumpul menjadi satu tidak mencapai besarnya nyamuk, tentu akan aku musnahkan juga mereka dengannya.”

Ketika telah dekat seksaan untuk Namrud, lalu Allah memerintahkan seekor nyamuk untuk menjalankan tugas tersebut. Nyamuk itu berkeliling di sebatang pohon selama tiga hari. Setelah sampai tiga hari, maka ia masuk ke dalam kepala Namrud melalui lubang hidungnya. Kemudian ia memakan otak Namrud selama 40 hari.

Begitu besar sifat pengasih dan penyayang Allah SWT. Allah tidak menyeksa Namrud dengan segera, tetapi masih diberi masa ia bertaubat. Masa tiga hari yang diberikan terhadap nyamuk tersebut tidak digunakan oleh Namrud untuk menerima kebenaran Allah SWT. Maka jadilah Namrud tergolong ke dalam orang-orang yang dimurkai Allah SWT.