Al-'Ashr

<a href="http://www.clock4blog.eu">clock for blog</a>
Free clock for your blog

Sabtu, 28 Juli 2012

Pendapat Para Imam Mazhab Tentang Wajibnya Niat Puasa


Puasa Ramadhan hanya tinggal menghitung hari, ada baiknya kami bahas topik mengenai puasa yang merupakan rukun Islam yang ke 4 setelah zakat. Puasa yang dilakukan umat Islam di bulan Ramadhan hukumnya wajib.

Ada hal yang perlu diperhatikan dalam menyambut puasa ramadhan, salah satunya mengenai rukun puasa yang pertamanya adalah NIAT.

Unsur / kriteria apa saja yang harus dipenuhi dalam niat?

  1. bermaksud mengerjakan puasa, yang masuk kategori; qosdul fi’li.
  2. menyatakan puasa apa yang akan dikerjakan, misalnya puasa Ramadhan, puasa kaffarah, puasa nadzar dan lain sebagainya. Dimana hal ini masuk ketegori Atta’yin.
  3. Adapun yang menyempurnakan adalah menegaskan fardhu atau sunnahnya puasa yang akan dikerjakan, yang masuk dalam ketegori ; Atta’arrudl. Lantas, menegaskan bahwa puasa yang akan dikerjakannya itu semata-mata karena Allah SWT.
Para imam yang terkenal telah bersepakat atas kewajiban niat pada puasa Ramadhan, karena puasa Ramadhan itu tidak sah kecuali dengan niat.

Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Hambali, niat itu harus diletakkan pada malam hari, berbeda dengan Imam Hanafi.

Rasulullah saw bersabda :

مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

 
“Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka sama sekali tidaklah puasa itu sah baginya”. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majjah, dari hafshah)

Hadits yang di atas menegaskan bahwa tidak sah puasa seseorang dengan niat pada saat fajar terbit, apalagi sesudahnya.

Lain halnya puasa sunnat, waktu berniat tidak harus malam hari, tapi bisa dilakukan setelah terbit fajar sampai sebelum tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur) dengan syarat ia belum makan/minum sedikitpun sejak Subuh. Bahkan ulama mazhab Hambali, untuk puasa sunat, membolehkan berniat setelah waktu Dzuhur.

Para imam madzhab berbeda pendapat mengenai waktu niat. Untuk lebih detailnya, marilah kita ikuti berbagai pendapat berikut ini:

Mazhab Hanafiyah : Lebih baik bila niat puasa (apa saja) dilakukan bersamaan dengan terbitnya fajar, karena saat terbit fajar merupakan awal ibadah. Jika dilaksanakan setelah terbitnya fajar, untuk semua jenis puasa wajib yang sifatnya menjadi tanggungan/hutang (seperti puasa qadla, puasa kafarat, puasa karena telah melakukan haji tamattu’ dan qiran –sebagai gantinya denda/dam, dll) maka tidak sah puasanya. Karena, menurut mazhab ini, puasa-puasa jenis ini niatnya harus dilakukan pada malam hari. Tapi lain dengan puasa wajib yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti puasa Ramadhan, nadzar, dan pusa-puasa sunnah yang tidak dikerjakan dengan sempurna, maka boleh saja niatnya dilakukan setelah fajar sampai sebelum Dhuhur.
 
Mazhab Malikiyah : Niat dianggap sah, untuk semua jenis puasa, bila dilakukan pada malam hari atau bersamaan dengan terbitnya fajar. Adapun apabila seseorang berniat sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya atau berniat sebelum tergelincirnya matahari pada hari ia berpuasa maka puasanya tidak sah walaupun puasa sunnah.
 
Mazhab Syafi’iyah : Untuk semua jenis puasa wajib (baik yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadlan; yang sifatnya menjadi tanggungan seperti qadla’, nazar, kafarat, dll.) niat harus dilakukan pada malam hari. Adapun puasa sunnnah, niat bisa dilakukan sejak malam hari sampai sebelum tergelincirnya matahari. Karena Nabi saw. suatu hari berkata pada ‘Aisyah: ‘Apakah kamu mempunyai makanan?’. Jawab ‘Aisyah: ‘Tidak punya’. Terus Nabi bilang: ‘Kalau begitu aku puasa’. Lantas ‘Aisyah mengisahkan bahwa Nabi pada hari yang lain berkata kepadanya: ‘Adakah sesuatu yang bisa dimakan?’. Jawab ‘Aisyah: ‘Ada’. Lantas Nabi berkata: ‘Kalau begitu saya tak berpuasa, meskipun saya telah berniat puasa’.
 
Mazhab Hambaliyah : Tidak beda dari Syafi’iyah, mazhab ini mengharuskan niat dilakukan pada malam hari, untuk semupa jenis puasa wajib. Adapun puasa sunnah, berbeda dari Syafi’iyah, niat bisa dilakukan walaupun telah lewat waktu Dhuhur (dengan syarat belum makan/minum sedikitpun sejak fajar).
 
Kita diperbolehkan menggunakan niat puasa sebulan penuh milik Madzab Maliki dimana pendapat itu didasarkan pada penilaian bahwa puasa sebulan Ramadhan itu adalah sebuah kesatuan, tidak terpecah-pecah, sehingga layak disebut sebagai satu bentuk ibadah, dalam artian antara malam hari yang boleh makan minum dengan siang hari yang harus berpuasa, sudah merupakan suatau gaungan ibadah puasa. Dan juga kebiasaan dari manusia kalau manusia itu tempat salah dan lupa, kadang ada yang bertanya kita lupa niat bagaimana hukumnya??? Dan untuk menghindari dari permasalahan tsb maka Insya Allah alfaqir akan memberitahu cara agar supaya kita tercegah dari kelupaan dalam niat, dan untuk diterima atau tidaknya itu hanyalah urusan dari Allah Azza Wa Jalla.

Kita menggunakan niat beliau semata-mata hanya untuk mencegah kelupaan atau jika kita lupa niat puasa pada malam harinya maka puasa kita masih sah. Tapi tidak hanya dengan melafadzkan niat Imam Malik yang sebulan penuh itu kita tidak niat lagi tiap malam. Kita tetap niat puasa setiap malam (menurut Madzab Imam Syafi’i). Niat Imam Malik tsb hanya untuk menutupi apabila kita lupa niat pada mazhab Hanafiyah : Lebih baik bila niat puasa (apa saja) dilakukan bersamaan dengan terbitnya fajar, karena saat terbit fajar merupakan awal ibadah. Jika dilaksanakan setelah terbitnya fajar, untuk semua jenis puasa wajib yang sifatnya menjadi tanggungan/hutang (seperti puasa qadla, puasa kafarat, puasa karena telah melakukan haji tamattu’ dan qiran –sebagai gantinya denda/dam, dll) maka tidak sah puasanya.

Karena, menurut mazhab ini, puasa-puasa jenis ini niatnya harus dilakukan pada malam hari. Tapi lain dengan puasa wajib yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti puasa Ramadhan, nadzar, dan puasa-puasa sunnah yang tidak dikerjakan dengan sempurna, maka boleh saja niatnya dilakukan setelah fajar sampai sebelum Dhuhur.

Kita menggunakan niat  Imam Malik semata-mata hanya untuk mencegah kelupaan atau jika kita lupa niat puasa pada malam harinya maka puasa kita masih sah.  Kita tetap niat puasa setiap malam (menurut Madzab Imam Syafi’i). Niat Imam Malik tersebuy hanya untuk menutupi apabila kita lupa niat pada malam harinya.  (Sumber : Pondok Habib)

Jumat, 27 Juli 2012

Fadhilah Bulan Ramadhan


Barang siapa yang bergembira menyambut kehadiran bulan Ramadhan, pasti Allah mengharamkan tubuhnya atas neraka apa saja.”
Pada malam pertama bulan Ramadhan Allah berfirman, “Siapa mencintai-Ku, pasti Aku mencintainya, siapa mencari rahmat-Ku, pasti rahmat-Ku pun mencarinya, dan siapa beristighfar kepada-Ku, pasti Aku mengampuninya, berkat hormat bulan Ramadhan, lalu Allah menyuruh malaikat mulia pencatat amal, khusus dalam bulan Ramadhan supaya menulis amal kebaikan semata, tidak mencatat perbuatan kejahatan mereka, dan Allah menghapus dosa-dosa terdahulu bagi mereka.”
Dalam kitab Hayah diceritakan, bahwasannya shuhuf Ibrahim AS diwahyukan awal malam bulan Ramadhan, kitab Taurat malam ke-6 Ramadhan (terpaut 700 tahun dengan Shuhuf Ibrahim AS), kitab Zabur malam ke-12 Ramadhan (terpaut 500 tahun dengan Taurat), Kitab Injil Malam ke-18 Ramadhan (terpaut 1200 tahun dengan Zabur), sedangkan kitab Al Quran malam ke-27 Ramadhan (terpaut 620 tahun dengan Injil).
Ketika awal hari (hilal) bulan Ramadhan telah tampak berserulah ‘Arasy, Kursi, dan para malaikat serta makhluk lainnya dengan keras, kata mereka, ”Beruntunglah sekalian umat Muhammad, dengan kemuliaan disisi Allah Swt, karena segenap makhluk memohonkan ampun bagi mereka, mulai dari makhluk besar seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dan burung-burung di langit, serta ikan-ikan di lautan, hingga setiap hewan dan binatang melata di bumi yang bernafas, semua tiada tertinggal memohonkan ampun buat mereka di siang dan malam hari, kecuali setan-setan terkutuk. Maka pagi-pagi tiada seorangpun yang dibiarkan hidup penuh dosa, mereka diampuni oleh Allah Swt. Bahkan Allah menyeru para malaikat, “Hadiahkanlah semua pahala shalawat dan tasbihmu selama bulan Ramadhan bagi umat Muhammad Saw.”
Bahwasannya seorang pria bernama Muhammad, ia tiada pernah shalat sama sekali, kemudian di saat bulan Ramadhan tiba, tersentuhlah hatinya untuk bertaubat dan beribadah kepada Allah Swt. Sejak awal Ramadhan ia berhias diri dengan pakaian indah dan minyak harum, lalu ia kerjakan shalat dan mengqadha seluruh shalat yang ia tinggalkan selama hidupnya. Tiba-tiba datanglah seorang kawan bertanya, “Kenapa anda lakukan yang demikian ini?” Jawabnya, “Ketahuilah kawan, bahwa bulan ini adalah bulan taubat, bulan penuh rahmat dan kebaikan, semoga dengan demikian (bertaubat dan beribadah) sebagaimana layaknya manusia berikhtiar, Allah mengampuni segala dosaku.” Kemudian, setelah sekian tahun pria yang bernama Muhammad itu meninggal dunia. Seorang kawan bertemu dengannya didalam mimpi dan ketika ditanya, “Balasan apakah yang selama ini kau rasakan dalam alam baka dari Allah Swt?” Jawabnya, “Allah mengampuni segala dosaku dengan kemuliaan-Nya, berkat menghormat bulan suci Ramadhan, dan aku menyambutnya dengan bertaubat serta beribadah didalamnya.”
Dari Sayyidina Umar bin Khattab, Nabi Saw bersabda, “Di bulan Ramadhan, apabila seorang terbangun dari tidurnya lalu menggerakkan tubuhnya di atas ranjangnya, maka malaikat berkata, “Bangunlah segera, semoga Allah memberkati dan memberikan rahmat kepadamu.” Kemudian apabila ia tegak hendak melakukan shalat (ibadah di malam hari), maka ranjang tempat ia tidur pun berdoa, “Ya Allah, gantikanlah ranjang-ranjang (kasur) tinggi tebal baginya.” Dan ketika ia memakai pakaian, maka pakaian itupun berdoa, “Ya Allah, berilah ia pakaian indah dari surga.” Disaat memakai sandal, sandalpun berdoa, “Ya Allah, teguhkanlah kedua kakinya di atas shirat.” Ketika menuju (kolam) tempat air, maka tempat airpun berdoa, “Ya Allah, berilah ia tempat-tempat minum dari surga.” Ketika ia berwudhu, airpun berdoa,”Ya Allah, bersihkanlah ia dari segala noda dan dosa.” Akhirnya ketika ia tegakkan shalat di dalam rumah, maka rumahnya ikut berdoa, “Ya Allah, lapangkanlah kuburnya dan terangilah liangmya, serta tingkatkanlah rahmat, kasih saying-Mu padanya.”
Doa mereka dikabulkan dan Allah memandang orang tersebut penuh kasih saying, firman-Nya, “Hai hamba-Ku, kamu yang berdoa dan Akulah yang mengabulkan, kamu meminta dan Akulah yang memberi, kamu beristighfar dan Aku yang memberi ampunan.”
Bahwasannya kelak di hari kiamat, Ramadhan bakal menghadap Allah dengan paras indah, seraya bersujud kepada-Nya, lalu Allah berfirman, “Ya Ramadhan mohonlah apa yang menjadi keinginanmu, dan tolonglah orang yang mengenal (memenuhi) hakmu,” kemudian ia berputar menelusur padang luas mencari mereka yang telah memenuhi haknya, ia ajak mereka dan menolong mereka, akhirnya sampailah dihadapan Allah Swt. Dan Allah berfirman, “Ya Ramadhan apa yang kau inginkan?” Jawabnya, “Aku menginginkan supaya mereka diberi mahkota kebesaran.” Maka Allah berkenan memberi 1000 mahkota, dan selanjutnya memberi syafaat kepada 70.000 yang berbuat dosa besar, dan memberi 1000 bidadari sebagai pasangan mereka, dimana setiap bidadari membawahi 70.000 orang gadis, kemudian dinaikkan ke atas kendaraan Buraq yang mewah, firman Allah, “Ya Ramadhan apa lagi yang kau inginkan dari-Ku?” Jawabnya, “Tempatkanlah mereka disisi Nabi-Mu.” Maka Allah tempatkan mereka di surga Firdaus. Firman Allah, “Apa lagi yang kau inginkan dari-Ku? Jawabnya, “ Ya Allah Engkau telah memenuhi keinginanku, dimanakah kemuliaan-Mu?” Lalu Allah memberi mereka 100 negeri yang terbuat dari batu permata merah indah dan batu pualam hijau, dimana 1000 bangunan istana megah terdapat di setiap negeri tersebut.”
Dari Ibnu Abbas Ra, Nabi Saw bersabda, “Adalah di awal Ramadhan, angin Matsirah berhembus dari bawah “Arasy, dan bergoyanglah daun-daun pohon surga, lalu mengeluarkan bunyi irama suara merdu yang belum pernah didengar siapapun, hingga serombongan bidadari tercengang mendengarnya dan memperhatikan sumber bunyi suara merdu tersebut, sambil berdoa, “Ya Allah, jadikanlah bagi kami pasangan suami istri dengan hamba-Mu dalam Ramadhan ini.” Maka tiada seorang yang puasa di bulan Ramadhan kecuali menjadi pasangan para bidadari pingitan tersebut.” Sebagaimana firman Allah Swt, “Para bidadari cantik jelita menggiurkan, putih bersih, dipingit dalam kemah.” (Ar Rahman: 72). Pada setiap bidadari tersebut berhias dengan 70 aneka perhiasan warna-warni, dan bagi setiap wanita ranjang tidur terbuat dari permata merah indah bersulam mutiara, dan di setiap ranjang dipasang 70 kasur tebal berikut perabot lainnya, disamping 70 buah meja makan penuh aneka hidangan lezat-lezat yang dipersiapkan buat mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan, selain kebaikan amal perbuatannya.
Dari Anas bin Malik Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Di bulan Ramadhan, bagi orang yang mengikuti majelis ilmu untuk mendengarkan pengajian, maka Allah mencatat baginya setiap langkah menjadi ibadah penuh setahun, dan ia bakal menyertaiku di bawah naungan ‘Arasy, siapa aktif berjamaah selama Ramadhan, maka Allah memberinya setiap rakaat menjadi suatu kota penuh kenikmatan, dan siapa berbakti kepada bapak ibunya selama Ramadhan, maka ia diberi pandangan penuh rahmat Allah Swt, dan aku (Nabi Muhammad Saw) memberi jaminan penuh di surga padanya. Kemudian tiada seorang wanita (istri) berbakti kepada suaminya selama Ramadhan, kecuali pahalanya seimbang dengan pahala yang diperoleh Siti Maryam ibu Nabi Isa dan Siti Asiah istri raja Firaun, yang teguh beriman sekalipun dihadapkan pada hidup dan kehidupan penuh ujian, dan siapa membantu sesama saudara muslim dalam rangka memenuhi hajat hidupnya selama Ramadhan, maka Allah menggantinya dengan memenuhi 1000 hajatnya di hari kiamat.”
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Siapa memberi lampu penerang di masjid Allah mana saja dalam bulan Ramadhan, maka Allah mengganti lampu penerang baginya di alam kubur, dan Allah memberi pahala baginya sebesar pahala para jamaah yang shalat di masjid tersebut, ditambah dengan shalawat sekalian para malaikat kepadanya, serta para petugas penanggung ‘Arasy memohonkan ampun baginya, selama lampu penerang tersebut dimanfaatkan di dalam masjid.”

Selasa, 24 Juli 2012

Perihal Batalnya Puasa Dan Hanya Wajib Qadla


Menurut Madzhab Syafi`i:

Umum

Sedikit catatan mengenai batalnya puasa seseorang menurut Syafi`iyah, yaitu:
Pertama: Orang yang lupa, (di-)terpaksa, atau tidak tahu bahwa hal-hal tersebut bisa membatalkan puasa, maka puasanya tidak batal -meski yang dimakan itu banyak atau sedikit. Jadi kriteria batal menurut Syafi`iyah adalah adanya unsur kesengajaan dalam melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tersebut.
Kedua: Orang yang batal puasa tanpa udzur (halangan) harus tetap meneruskan puasanya hingga waktu buka.

Perihal Batalnya Puasa Dan Hanya Wajib Qadla

Ada beberapa hal yang membatalkan puasa dengan konsekuensi qadla` saja tanpa berkewajiban membayar kafarah, yaitu:
  1. Masuknya satu benda atau dzat ke dalam perut dari lobang terbuka seperti mulut, hidung, lobang penis, anus dan bekas infus, baik sesedikit/sekecil apapun, seperti semut merah; ataupun benda tersebut yang tidak biasa dimakan seperti debu atau kerikil.
    Masuk dalam kategori ini juga :
    • Sengaja mencium bau renyah daging goreng;
    • Menghirup obat pelega pernafaan (semacam vicks atau mint) ket ika seseorang merasa sesak nafas;
    • Menelan kembali ludah yang sudah berceceran dari pusat kelenjar penghasil ludah. Seperti menelan kembali ludah yang sudah keluar dari mulutnya (dihukumi sebagai benda luar); atau seseorang membasahi benang dengan ludahnya kemudian mengembalikan benang yang basah (oleh ludahnya tersebut) ke dalam mulutnya dan hasil ludah tersebut ditelannya lagi; atau menelan ludah yang sudah bercampur dengan benda lain -lebih-lebih benda yang terkena najis.
    • Mempermainkan ludah di antara gigi-gigi, sementara ia bisa memuntahkannya.
    • Menelan sisa-sisa makanan yang menempel di antara gigi-gigi meski sedikit, sementara ia sebenarnya bisa memisahkannya tanpa harus menelannya.
  2. Menelan dahak yang sudah sampai ke batas luar mulut. Namun jika kesulitan memuntahkannya maka tidak apa-apa; 
  3. Masuknya air madlmadlah (air kumur) atau air istinsyaq (air untuk membersihkan hidung) ketika wudlu hingga melwati tenggorokan atau kerongkongan karena berlebih-lebihan dalam melakukannya. 
  4. Muntah dengan sengaja walaupun ia yakin bahwa muntahan tersebut tidak ada yang kembali ke perut. 
  5. Ejakulasi ekster-coitus (Istimna) seperti onani --baik dengan tangan sendiri maupun bantuan isterinya--, atau mani tersebut keluar disebabkan sentuhan, ciuman, maupun melakukan petting (bercumbu tanpa senggama) tanpa penghalang (bersentuhan kulit dengan kulit). Hal-hal tersebut membatalkan puasa karena interaksi secara langsung menyentuh kelamin hingga menyebabkan ejakulasi.

    Adapun jika seorang keluar mani karena imajinasi sensual, melihat sesuatu dengan syahwat, melakukan petting tanpa sentuhan kulit dengan kulit (masih dihalangi kain), maka tidak apa-apa, karena interaksi tersebut tidak secara langsung menyentuh kelamin hingga menyebabkan ejakulasi. Dan hukumnya disamakan dengan mimpi basah. Namun jika hal itu dilakukan berulang-ulang maka puasanya batal, meskipun tidak ejakulasi. 
  6. Jelas-jelas keliru makan pada siang hari, karena sudah terbitnya fajar atau belum terbenamnya matahari.

    Jika ia berbuka puasa dengan sebuah ijtihad yaitu membaca keberadaan awan kemerah-merahan (sabagai tanda waktu buka) atau yang lain, seperti cara menentukan waktu sholat (secara astronomis), maka dibolehkan atau sah puasanya.

    Namun, untuk kehati-hatian, hindari makan di penghujung hari (berbuka) kecuali dengan keyakinan sudah saatnya berbuka. Juga dibolehkan makan di penghujung malam (waktu sahur) jika ia menyangka masih ada waktu meski sebenarnya waktu fajar sudah tiba dan dimulutnya masih ada makanan maka sah puasanya. Sebab dasar hukum itu berangkat dari keyakinan awal yaitu belum terbit fajar. Akan tetapi jika sudah jelas-jelas ia mengetahui terbitnya fajar (imsak) sementara di mulutnya masih ada makanan kemudian ia langsung memuntahkan makanan tersebut maka tidak apa-apa, namun jika masih asyik memakannya maka puasanya batal. 
  7. Datang bulan (haid), nifas, gila, dan murtad. Sebab kembali pada syarat-syarat sahnya puasa yaitu sehat akal (Akil), masuk ke jenjang dewasa (baligh), muslim, dan suci dari haid dan nifas. Dengan demikian batalnya puasa tersebut karena tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas.
D. Menurut Madzhab Hanbali, antara lain:
  1. Masuknya satu benda (materi) ke dalam perut atau pembuluh nadi dari lobang/rongga badan dengan unsur kesengajaan dan sebagai alternatif, sementara ia masih ingat betul bahwa dirinya sedang puasa -meski ia tidak tahu hal tersebut membatalkan-. Baik benda tersebut bisa dimakan seperti makanan dan minuman, atau tidak, seperti kerikil, dahak, tembakau kinang, obat, pelumas yang sampai ke tenggorokan atau otak, selang yang dimasuk lewat anus, atau merokok.

    CATATAN: Seperti Syafi`I, Imam Hanbali mensyaratkan adanya unsur kesengajaan dalam hal batalnya puasa. Jika seseorang lupa, keliru, atau ter/di paksa melakukan hal-hal yang membatalkan puasa maka tidak apa-apa.
  2. memakai celak mata hingga dzat celak tersebut sampai tenggorokan. Jika tidak sampai ke sana, maka tidak apa-apa;. Rasulullah bersabda, "Berhatilah-hatilah orang yang puasa dengannya (celak)". 
  3. Muntah dengan sengaja --baik muntahan itu berupa makanan, ataupun muntahan yang sudah pahit, lendir, darah dan lain-lain-- meski sedikit sekalipun. Rasulullah bersabda, "Barang siapa terpaksa harus muntah maka ia tidak perlu mengulang puasanya, dan barang siapa muntah dengan sengaja maka ia wajib qadla`". 
  4. Berbekam. Baik subyek maupun obyek disini dianggap batal puasanya jika benar-benar terlihat darah. Rasul bersabda, "membatalkan (puasa) pelaku dan obyek bekam". Namun jika tidak sampai kelihatan maka tidak apa-apa. 
  5. Berciuman, onani, bersentuhan, bersetubuh tanpa penetrasi (persenggamaan) -baik yang keluar mani atau madzi-. Begitujuga Keseringan menonton obyek sensual hingga keluar mani bukan madzi; 
  6. Murtad secara mutlak, karena firman Allah swt.: "Jika kamu benar-benar musyrik, maka amal kamu akan benar-benar terhapus". 
  7. Meninggal dalam keadaan puasa wajib maka ahli waris harus mengqadla puasa untuk hari kematiaannya. Namun jika pada hari kematiaanya, ia dalam keadaan menjalankan puasa nazar atau kafarah, maka ahli waris hanya memberi makan orang miskin (tidak perlu mengqadla). 
  8. Jelas-jelas salah makan di siang hari.

Jika ada keraguan bahwa matahari sudah terbenam kemudian ia berbuka (seperti halnya ia berbuka namun ia masih menyangka matahari belum terbenam dan memang kenyataan matahari belum terbenam) maka batal puasa dan harus mengqadla.

Termasuk batal dan wajib qadla juga, jika seseorang makan karena lupa, kemudian ia menyangka dirinya sudah batal sehingga ia meneruskan makan dengan sengaja.

sumber : 
http://www.pesantrenvirtual.com

Sabtu, 21 Juli 2012

10 Hikmah Puasa Ramadhan


1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur'an kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,
dan amal-amal sunat. Artinya kita menahan diri atas satu pekerjaan yang monoton dan lalai beribadah kepadaNya. Orang yang lalai atas mengingat Allah, selalu asyik dengan pekerjaannya, sehingga waktu istirahat siang, sholat, dan makan sering terabaikan. Atau waktu yang seharusnya dipakai untuk beribadah kepada Allah dipakai untuk makan siang bersama kekasih. Sholat? tinggal. Di bulan Ramadhan kita diajarka hidup seimbang, antara pekerjaan, dan Ibadah. Pekerjaan untuk kepentingan dunia dan Ibadah untuk kepentingan Akhirat.
3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi. Di keluarga orang yang tidak mengerti akan arti persaudaraan. Persaudaraan di keluarga tidak begitu akrab, adik beradik bertengkar, Ibu dan Ayah kadang saling tidak memperhatikan. Persaudaraan dari Gang Jalanan, banyak juga perkelahiannya. Persaudaraan atas satu kelompok, satu bangsa, satu tanah air, hanya selogan dan nama, kurang sekali mendapat makna. Dalam Islam ada persaudaraan sesama muslim, akan tampak jelas jika berada dibulan Ramadhan, Orang memberikan tajil perbukaan puasa gratis. Sholat bersama di masjid, memberi ilmu islam dan banyak ilmu Islam di setiap ceramah dan diskusi keagamaan yang dilaksanakan di Masjid. Semuanya didapat gratis tanpa bayaran. Sesama muslim saling bersalaman, bercengkrama saling menanyakan kabar. Sama-sama sholat tarawih tadarus dengan saling mengajarkan Qur'an, dan banyak makanan sedekah di Masjid. Ya tentunya Gratis. Persaudaraan sesama muslim sebenarnya punya pelajaran dan bab khusus, ada ayat qur'an tentang persaudaraan, ada banyak hadits nabi, tetapi jarang diperhatikan orang betapa pentingnya arti persaudaraan itu. Tetapi dibulan Ramadha ia akan tampak dengan sendirinya.
4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah. Di bulan Ramadhan kita puasa, merasaka lapar dan dahaga, mengingatkan kita betapa sedihnya nasib orang yang tidak berpunya, orang terlantar, anak yatim yang tiada orang tuanya, fakir miskin yang hidup di tempat yang tidak layak. Apakah kita tidak merasa prihatin? Sehingga kita peduli untuk membantu saudara-saudara kita yang kelaparan. Baik karena kondisi ekonomi, atau disebabkan bencana Alam. Allah menyindir orang yang tidak peduli pada nasib orang lain yang miskin sebagai pendusta Agama. Juga Allah mengataka orang yang tidak peduli dengan nasib fakir miskin dan anak yatim sebagai orang yang tidak mempergunakan potensi pancaindranya untuk melihat keadaan sekelilingnya. Orang yang tidak peduli dengan orang lain juga disebut sebagai orang yang salah menilai atau memandang kehidupan.
5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan. Di bulan puasa kita diharuskan sungguh-sungguh dalam beribadah, menetapkan niat yang juga berisi tujuan kenapa dilakukannya puasa. Tuajuan puasa adalah untuk melatih diri kita agar dapat menghindari dosa-dosa di hari yang lain di luar bulan Ramadhan. Kalau tujuan tercapai maka puasa berhasil. Tapi jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi kita terbiasa berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala macam amal ibadah.
6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung dosa. Dibulan Ramadhan kita berpuasa. Kita menahan Lapar dan dahaga. Bukan itu saja. Tetapi juga menahan segala yang dapat membatalkan puasa, juga segala yang dapat merusak puasa. Terutama hal-hal yang dapat menimbulkan dosa. Sehingga di dalam bulan Ramadhan kita dapat terbiasa dan terlatih untuk menghindari dosa-dosa kita agar kita senantiasa bersih dari perbuatan yang dapat menimbulkan dosa. Latihan ini menimbulkan kemajuan positif bagi kita jika diluar bulan Ramadhan kita juga dapat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa seperti bergunjing, berkata kotor, berbohong, memandang yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.
8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan. Dalam Puasa di bulan Ramadhan kita dibiasakan menahan yang tidak baik dilakukan. Misalnya marah-marah, berburuk sangka, dan dianjurkan sifat Sabar atas segala perbuatan orang lain kepada kita. Misalkan ada orang yang menggunjingkan kita, atau mungkin meruncing pada Fitnah, tetapi kita tetap Sabar karena kita dalam keadaan Puasa. Dengan Sabar hasutan Syeitan untuk memperuncing konflik menjadi gagal. Kitalah pemenangnya dari godaan Syeitan tersebut. Masalah orang menggunjing, memfitnah, biarlah itu jadi dosa-dosanya, janganlah kita ikut berdosa dengan dosa orang lain.
9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana. Setiap hari kita membeli kue dan minuman untuk berbuka puasa. Dari sekian banya kue dan minuman yang kita beli. Hanya minuman segelas teh buatan kita sendiri yang diminum. Yang lain banyak tertinggal dan sebagian terbuang keesokan harinya. Hal ini menyadarkan kita, bahwa apa yang kita beli banyak-banyak sebelum berbuka, hanyalah hawa nafsu saja. Kebutuhan kita hanyalah segelas teh manis! Mengapa kita harus membeli banyak-banyak minuman dan kue-kue yang akhirnya tidak kita makan? Hal ini menyadarkan kita betapa kita harus hemat, membeli sekedar yang dibutuhkan. Kelebihan uang yang kita punyai mungkin dapat kita sedekahkan bagi yang lebih membutuhkan.
10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita. Rasa syukur kita akan adanya nikmat makanan yang telah kita punyai terasa ketika kita puasa. Kita merasakan lapar, tetapi kita masih mempunyai makanan. Bagaimana dengan orang yang merasakan lapar tetapi bukan karena ia juga puasa, tetapi karena memang tidak punya makanan? Kita sakit, kita dapat makan obat ketika buka, tetapi bagaimana dengan orang yang tidak punya obat, ketika ia sakit? Kita enak, ketika kita puasa merasa lapar dan haus, kita lengahkan dengan menonton televisi atau hal-hal lain seperti internet. Bagaimana dengan orang ketika ia lapa dan haus mereka lengahkan lapar dan hausnya dengan bekerja memenuhi tuntutan majikannya? Bukan karena memang tidak punya televisi atau internet, tetapi karena tuntutan hidup, yang mengharuskan ia bekerja untuk makan hari ini dan hari ketika ia tidak bekerja. Tidakkah harusnya kita bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan pada kita?
Source: http://www.pangkalanunik.com/2011/08...#ixzz214lQDLw5

Rabu, 18 Juli 2012

Sambutlah Bulan Penuh Berkah…


Saudaraku… Bulan yang penuh berkah tak lama lagi menjumpai kita… Pada bulan itu, pintu-pintu langit terbuka, sedangkan pintu-pintu neraka ditutup….
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apabila bulan Ramadhan telah masuk, maka dibukalah pintu-pintu langit.” dalam riwayat lain dikatakan, “Dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu Jahannam, dan setan-setan pun dibelenggu.” Dalam riwayat lainnya lagi disebutkan, “[dibuka] pintu-pintu rahmat.” (Muttafaq ‘alaih)
Orang-orang yang gemar berpuasa akan masuk surga melalui pintu istimewa….
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di surga itu terdapat delapan pintu. Salah satu di antaranya adalah pintu yang disebut pintu ar-Rayyan, tidak memasukinya kecuali orang-orang yang rajin berpuasa.” (Muttafaq ‘alaih)
Berpuasa dengan landasan iman dan mencari pahala di sisi-Nya merupakan sebab turunnya ampunan dari Allah ta’ala
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu. Barangsiapa yang mendirikan sholat malam di bulan ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni pula dosa-dosanya yang telah berlalu. Dan barangsiapa yang menghidupkan malam qadar karena iman dan mengharapkan pahala niscaya juga akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (Muttafaq ‘alaih)
Saudaraku… Amalan puasa sangat tinggi nilainya di hadapan Allah ta’ala, oleh sebab itu balasannya akan dilipatgandakan tanpa batasan tertentu, berbeda dengan amal-amal yang lainnya….
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya -sekehendak-Ku-. Dia telah rela untuk meninggalkan syahwat dan makanannya karena-Ku.’ Orang yang berpuasa juga akan mendapatkan dua kegembiraan. Gembira di saat berbuka/berhari-raya, dan gembira tatkala berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh, bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada harumnya minyak kasturi. Puasa merupakan perisai. Apabila kalian sedang menjalani puasa di suatu hari hendaknya tidak berkata-kata kotor dan jangan berteriak-teriak. Kalau misalnya ada orang yang mencaci-maki dirinya maka katakanlah kepadanya, ‘Aku adalah orang yang sedang berpuasa.’.” (Muttafaq ‘alaih)
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, bulan dimana para setan dibelenggu dan terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan…
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Telah datang kepada kalian Ramadhan, suatu bulan yang penuh dengan berkah. Allah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa di bulan itu. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. Pada bulan itu setan-setan yang bandel pun dibelenggu. Pada bulan itu Allah memiliki suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang dari kebaikannya maka sungguh dia telah terhalang dari kebaikan.” (HR. Ahmad dan an-Nasa’i, hadits dinyatakan jayyid oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykat)
Saudaraku… Pada bulan puasa, makan sahur sebelum subuh pun bernilai pahala dan mendatangkan keberkahan dari sisi-Nya…
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahurlah, karena sesungguhnya di dalam santap sahur itu terdapat keberkahan.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang aku untuk makan sahur pada bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Marilah kita menikmati sarapan yang penuh berkah.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i, sanadnya dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykat)
Bahkan, makan sahur menjadi ciri puasa orang-orang yang beriman…
Dari Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pemisah antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik hidangan sahur bagi seorang mukmin adalah kurma.” (HR. Abu Dawud)
Saudaraku… Kalaulah misalnya gelas masih berada di tangan sementara adzan telah berkumandang maka tidak mengapa menuntaskannya…
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian mendengar kumandang adzan (subuh) sementara bejana masih ada di tangannya maka janganlah dia meletakkannya sampai dia menyelesaikan keperluannya.” (HR. Abu Dawud, sanadnya dinyatakan sahih Syaikh al-Albani dalam al-Misykat)
Bagi para dermawan yang menginfakkan hartanya untuk memberi hidangan buka puasa, maka Allah pun janjikan pahala yang luar biasa…
Dari Zaid bin Khalid radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang memberi makan untuk berbuka puasa atau mempersiapkan bekal pasukan maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang melakukannya (berbuka puasa/berjihad).”(HR. al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dinyatakan sahih Syaikh al-Albani dalam al-Misykat)
Saudaraku… Namun, puasa yang diterima bukanlah puasa sembarangan… Puasa yang diterima adalah yang bersih dari perusak-perusaknya…
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan beramal dengannya maka Allah sama sekali tidak membutuhkan perbuatannya meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)
Saudaraku… Puasa bukan sekedar menahan lapar dan dahaga…
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa dan tidak ada yang didapatkannya selain rasa dahaga, dan betapa banyak orang yang mendirikan sholat malam dan tidak ada yang didapatkannya selain begadang.”(HR. ad-Darimi, sanadnya dinyatakan jayyid oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykat)
Puasa yang dilandasi dengan kepatuhan total kepada syari’at Rabbul ‘alamin, bukan berlandaskan penuhanan akal dan perasaan…
Dari Mu’adzah al-’Adawiyah, dia bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu’anha“Mengapa perempuan yang haidh harus mengqadha’ puasa namun tidak mengqadha’ sholat?”. Aisyah menjawab, “Kami dahulu biasa mengalami hal itu, dan kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa namun tidak diperintahkan untuk mengqadha’ sholat.” (HR. Muslim)
Puasa yang dikerjakan dengan mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk berpuasa pada hari raya idul fitri dan nahr/idul adha.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang lupa padahal dia sedang berpuasa kemudian dia terlanjur makan atau minum maka hendaknya dia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya Allah lah yang memberinya makan dan minum.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umat manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka terus menyegerakan berbuka.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Tsabit al-Bunani, suatu saat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu ditanya, “Apakah kalian dahulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci berbekam bagi orang yang sedang berpuasa?”. Beliau menjawab, “Tidak, kecuali apabila orang itu dikhawatirkan keadaannya menjadi  sangat lemah.” (HR. Bukhari)
Saudaraku… Pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, carilah sebuah malam yang mulia…
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anhu’anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Carilah lailatul qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anhu’anha, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh hari terakhir melebihi kesungguhan beliau pada hari-hari yang lain.” (HR. Muslim)
Apabila Ramadhan telah paripurna, maka berpuasa enam hari di bulan Syawwal akan semakin menyempurnakan pahala yang akan diterima oleh seorang hamba…
Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian dia mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka seolah-olah dia telah berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)
Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan yang mulia itu, melarutkan kita dalam malam-malam yang dihiasi dengan berbagai bentuk ketaatan… Mudah-mudahan dengan itu Allah berkenan mengampuni dosa-dosa kita di masa silam… Huwa ahlut taqwa wa ahlul maghfirah

Sabtu, 14 Juli 2012

selamat memasuki bulan ramadhan. marilah kita tingkatkan amal ibadah kita.

Sabtu, 07 Juli 2012

Keutamaan Bulan Ramadhan


Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Sebentar lagi kita akan menginjak bulan Ramadhan. Sudah saatnya kita mempersiapkan ilmu untuk menyongsong bulan tersebut. Insya Allah, kesempatan kali ini dan selanjutnya, muslim.or.id mulai menampilkan artikel-artikel seputar puasa Ramadhan. Semoga dengan persiapan ilmu ini, ibadah Ramadhan kita semakin lebih baik dari sebelumnya.
Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al Qur’an
Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih  sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)
Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan, ”(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.”[1]
Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”[2]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.” [3]
Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan
Pada bulan ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Pada malam inilah –yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan- saat diturunkannya Al Qur’anul Karim.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr: 1-3).
Dan Allah Ta’ala juga berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan: 3). Yang dimaksud malam yang diberkahi di sini adalah malam lailatul qadr. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah[4]. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.[5]
Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Do’a
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ
Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.”[6]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizholimi”.[7] An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika itu.”[8] An Nawawi rahimahullah mengatakan pula, “Disunnahkan bagi orang yang berpuasa ketika ia dalam keadaan berpuasa untuk berdo’a demi keperluan akhirat dan dunianya, juga pada perkara yang ia sukai serta jangan lupa pula untuk mendoakan kaum muslimin lainnya.”[9]
Raihlah berbagai keutamaan di bulan tersebut, wahai Saudaraku!
Semoga Allah memudahkan kita untuk semakin meningkatkan amalan sholih di bulan Ramadhan.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal