Al-'Ashr

<a href="http://www.clock4blog.eu">clock for blog</a>
Free clock for your blog

Selasa, 27 November 2012

Keutamaan Bulan Muharram dan Hari Asyura


Dari: www.eramuslim.com
Kiriman: Ari Sukarno
Muharram adalah bulan di mana umat Islam mengawali tahun kalender Hijriah berdasarkan peredaran bulan. Muharram menjadi salah satu dari empat bulan suci yang tersebut dalam Al-Quran. "Jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, tersebut dalam Kitab Allah
pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara kedua belas bulan itu ada empat bulan yang disucikan."
Keempat bulan itu adalah, Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Semua ahli tafsir Al-Quran sepakat dengan hal ini karena Rasululullah Saw dalam haji kesempatan haji terakhirnya
mendeklarasikan, "Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, empat di antaranya adalah bulan suci. Tiga di antaranya berurutan yaitu Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan ke empat adalah bulan Rajab."
Selain keempat bulan khusus itu, bukan berarti bulan-bulan lainnya tidak memiliki keutamaan, karena masih ada bulan Ramadhan yang diakui sebagai bulan paling suci dalam satu satu tahun. Keempat bulan tersebut secara khusus disebut bulan-bulan yang disucikan karena ada
alasan-alasan khusus pula, bahkan para penganut paganisme di Makkah mengakui keempat bulan tersebut disucikan.
Pada dasarnya setiap bulan adalah sama satu dengan yang lainnya dan tidak ada perbedaan dalam kesuciannya dibandingkan dengan bulan- bulan lain. Ketika Allah Swt memilih bulan khusus untuk menurunkan rahmatnya, maka Allah Swt lah yang memiliki kebesaran itu atas
kehendakNya.

Keutamaan Bulan Muharram
Nabi Muhammad Saw bersabda, "Ibadah puasa yang paling baik setelah puasa Ramadan adalah berpuasa di bulan Muharram."
Meski puasa di bulan Muharram bukan puasa wajib, tapi mereka yang berpuasa pada bulan Muharram akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah Swt. Khususnya pada tanggal 10 Muharram yang dikenal dengan hari 'Asyura.
Ibnu Abbas mengatakan, ketika Nabi Muhammad Saw hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi di Madinah biasa berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Menurut orang-orang Yahudi itu, tanggal 10 Muharram bertepatan dengan hari ketika Nabi Musa dan
pengikutnya diselamatkan dari kejaran bala tentara Firaun dengan melewati Laut Merah, sementara Firaun dan tentaranya tewas tenggelam.
Mendengar hal ini, Nabi Muhammad Saw mengatakan, "Kami lebih dekat hubungannya dengan Musa daripada kalian" dan langsung menyarankan agar umat Islam berpuasa pada hari 'Asyura. Bahkan dalam sejumlah tradisi umat Islam, pada awalnya berpuasa pada hari 'Asyura
diwajibkan. Kemudian, puasa bulan Ramadhan-lah yang diwajibkan sementara puasa pada hari 'Asyura disunahkan.
Dikisahkan bahwa Aisyah mengatakan, "Ketika Rasullullah tiba di Madinah, ia berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadhan menjadi puasa wajib, kewajiban berpuasa itu dibatasi pada bulan Ramadhan saja dan
kewajiban puasa pada hari 'Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau atau boleh juga tidak berpuasa, jika ia mau." Namun, Rasulullah Saw biasa berpuasa pada hari 'Asyura bahkan setelah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan.
Abdullah Ibn Mas'ud mengatakan, "Nabi Muhammad lebih memilih berpuasa pada hari 'Asyura dibandingkan hari lainnya dan lebih memilih berpuasa Ramadhan dibandingkan puasa 'Asyura." (HR Bukhari dan Muslim). Pendek kata, disebutkan dalam sejumlah hadist bahwa puasa di hari 'Asyura hukumnya sunnah.
Beberapa hadits menyarankan agar puasa hari 'Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari 'Asyura. Alasannya, seperti diungkapkan oleh Nabi Muhammad Saw, orang Yahudi hanya berpuasa pada hari 'Asyura saja dan Rasulullah ingin membedakan puasa umat Islam dengan puasa orang Yahudi. Oleh sebab itu ia menyarankan umat Islam berpuasa pada hari 'Asyura ditambah puasa satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya (tanggal 9 dan 10 Muharram atau tanggal 10 dan 11 Muharram).
Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu boleh
dilakukan.
Legenda dan Mitos Hari 'Asyura
Meski demikian banyak legenda dari salah pengertian yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari 'Asyura, meskipun tidak ada sumber otentiknya dalam Islam. Beberapa hal yang masih menjadi keyakinan di kalangan umat Islam adalah legenda bahwa pada hari'Asyura Nabi Adam diciptakan, pada hari 'Asyura Nabi Ibrahim dilahirkan, pada hari 'Asyura Allah Swt menerima tobat Nabi Ibrahim, pada hari 'Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa yang mandi pada
hari 'Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit. Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu juga dengan keyakinan bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan makanan khusus untuk hari 'Asyura.
Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari 'Asyura dengan kematian cucu Nabi Muhmmad Saw, Husain saat berperang melawan tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Islam. Namun kesucian hari 'Asyura tidak bisa dikaitkan dengan
peristiwa ini dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari 'Asyura sudah ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran Sayidina Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam pertempuran itu bersamaan dengan
hari 'Asyura.
Anggapan-anggapan yang salah lainnya tentang bulan Muharram adalah kepercayaan bahwa bulan Muharram adalah bulan yang tidak membawa keberuntungan, karena Husain terbunuh pada bulan itu. Akibat adanya anggapan yang salah ini, banyak umat Islam yang tidak melaksanakan pernikahan pada bulan Muharram dan melakukan upacara khusus sebagai
tanda ikut berduka atas tewasnya Husain dalam peperangan di Karbala, apalagi disertai dengan ritual merobek-robek baju atau memukuli dada sendiri.
Nabi Muhammad sangat melarang umatnya melakukan upacara duka karena meninggalnya seseorang dengan cara seperti itu, karena tindakan itu adalah warisan orang-orang pada zaman jahiliyah.
Rasulullah bersabda, "Bukanlah termasuk umatku yang memukuli dadanya, merobek bajunya dan menangis seperti orang-orang pada zaman jahiliyah."
Bulan Pengampunan Dosa
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Kata Muharram artinya 'dilarang'. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan pertumpahan
darah.
Seperti sudah disinggung di atas, bahwa bulan Muharram banyak memiliki keistimewaan. Khususnya pada tanggal 10 Muharram. Beberapa kemuliaan tanggal 10 Muharram antara lain Allah Swt akan mengampuni dosa-dosa setahun sebelumnya dan setahun ke depan. (Tarmizi)
(ln/Islamicity)

Minggu, 11 November 2012

Sembilan Kemuliaan Shalat Tahajud

Rasulullah bersabda, "Barang siapa menjaga sholat tahajud dengan sungguh-sungguh, maka Allah memberinya sembilan kemuliaan, terdiri dari lima kemuliaan didunia dan empat di akhirat. 

Di dunia:
  1. Allah jauhkan dari bencana
  2. Tanda kesholehan memancar diwajahnya
  3. Akan dicintai hamba Allah yang sholeh pula dan disegani manusia
  4. Bicaranya jadi hikmah dan berwibawa
  5. Mudah memahami Agama Allah.
Di akhirat:
  1. Bangkit dengan wajah penuh cahaya
  2. Mudah saat di hisab
  3. Seperti kilat menyambar melewati shirot
  4. Menerima catatan amal dari sebelah kanan.
SubhanAllah, "Allahumma semoga Allah ilhamkan kepada kita dan keluarga kesenangn dan kekhusyuan sholat malam... Aamiin".

Senin, 05 November 2012

PENGERTIAN KURBAN DAN ISTILAH-ISTILAH TERKAIT


Ibadah penyembelihan hewan kurban itu dikenal juga dengan istilah udh-hiyah ( أضحیة ) sebagai bentuk jamak dari bentuk tunggalnya dhahiyyah ( ضحیة ).
Dalam istilah yang baku, hewan-hewan kurban disebut dengan hewan adhahi ( أضاحي ), yaitu hewan yang disembelih untuk ibadah ritual pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah usai shalat ‘Idul Adha hingga tanggal 13 bulan yang sama. Demikian dijelaskan dalam Seri Risalah Fiqih dan Kehidupan.
Pengertian Secara Etimologis
Secara etimologis, udh-hiyah didefinisikan dalam Lisanul Arab sebagai:

 الشاة التي تذبح ضحوة أي وقت ارتقاع النهار والوقت الذييلية

Kambing yang disembelih pada waktu dhahwah, yaitu kala matahari agak meninggi dan sesudahnya.
Pengertian lainnya adalah:

الشاة التي تذبح يوم الأضحي

Kambing yang disembelih pada hari Adha.”
Pengertian Secara Istilah
Sedangkan menurut istilah dalam syariah Islam, kata udh-hiyah bermakna “Hewan yang disembelih dengan tujuan bertaqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari Nahr dengan syarat-syarat tertentu.” (Syarah Minhaj bi Hasyiyati Al Bujairimi jilid 4 halaman 294, Ad Dur Al Mukhtar bi Hasyiyati Ibni Abidin jilid 5 halaman 111)
Atau bisa juga didefinisikan sebagai “Hewan-hewan yang disembelih pada Hari Raya ‘Idul Adha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”(Dinukil dari Fiqih Islami wa Adilatuhu, Wahbah Az Zuhaili)
Menurut pengertian tersebut, menurut Ustadz Ahmad Sarwat, ada tiga ciri dari pengertian kurban:
  1. Hewan udh-hiyah (kurban) hanya disembelih dengan tujuan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sedangkan hewan lain boleh jadi disembelih hanya sekedar untuk bisa dimakan dagingnya saja, atau bagian yang sekiranya bermanfaat untuk diambil.
  2. Hewan udh-hiyah (kurban) hanya disembelih di hari Nahr yaitu hari penyembelihan sebagai ritual peribadatan. Dan yang dimaksud dengan hari Nahr adalah 4 hari berturut-turut, yaitu tanggal 10 bulan Dzulhijjah, setelah shalat ‘Idul Adha, serta hari tasyrik sesudahnya, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzhulhijjah. Sedangkan hewan lain boleh disembelih kapan saja, tanpa terikat waktu.
  3. Hewan udh-hiyah (kurban) hanya disembelih selama syarat dan ketentuannya terpenuhi. Sebaliknya, bila syarat dan ketentuan itu tidak terpenuhi, maka menjadi sembelihan biasa.
Istilah-istilah Terkait
Dalam Seri Fiqih dan Kehidupan, disebutkan beberapa istilah yang terkait denganudh-hiyah (kurban).
1. Qurban
Istilah qurban sering dipakai sebagai nama dari hewan udh-hiyah juga. Meski pun sesungguhnya makna qurban itu adalah segala apa yang dipersembahkan buat Allah, baik berbentuk hewan atau pun selain hewan. Sehingga istilah qurban kalau dipakai untuk udh-hiyah tidak terlalu salah, hanya saja istilah qurban masih terlalu luas, karena mencakup hewan yang disembelih dan juga bisa bukan hewan.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain. Ia berkata: “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 27)
Dalam hal ini, putera Adam yang bernama Habil mempersembahkan qurban berupa seekor binatang ternak yaitu kambing, dan putera yang lain yang bernama Qabil mempersembahkan qurban berupa hasil pertanian, yakni gandum.
2. Hadyu
Hadyu juga merupakan hewan sembelihan yang disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran Al Karim.
“Dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban (hadyu) sampai di tempat penyembelihannya.”(QS. Al Baqarah : 196)
Persamaan antara hadyu dan udh-hiyah adalah sama-sama hewan yang disembelih untuk tujuan bertaqarrub kepada Allah. Juga sama-sama disembelih di hari Nahr, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah.
Bedanya, hadyu disebabkan oleh seseorang melakukan ibadah haji, misalnya dia mengambil haji qiran atau tamattu’. Atau karena seseorang melanggar beberapa ketentuan haji, sehingga harus membayar dam, berupa menyembelih kambing. Dan kambing itu disebut sebagai hadyu.
3. Aqiqah
Ada pun aqiqah, sesungguhnya merupakan penyembelihan kambing juga, hanya berbeda sebab, waktu, dan ketentuan dengan sembelihan udh-hiyah. Aqiqah adalah hewan yang disembelih karena lahirnya seorang anak, baik laki-laki atau perempuan. Waktu untuk menyembelihnya disunnahkan pada hari ketujuh sejak hari kelahirannya.
Di antara persamaannya adalah sama-sama ibadah ritual dengan cara penyembelihan hewan. Dagingnya sama-sama boleh dimakan oleh yang menyembelihnya, meskipun sebaiknya sebagian diberikan kepada fakir miskin, tapi boleh juga diberikan sebagai hadiah.
Diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘Anha,

السنة شاتان مكافٔتان عن الغلام وعن الجارية شاة تطبخ جدولاولايكسرعظماويأ كل ويتصدق وذلك يومالسابع

“Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh.” (HR Al Baihaqi).
Sedangkan perbedaannya, ibadah kurban hanya boleh dilakukan pada hari tertentu saja, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Dimulai sejak selesainya shalat ‘Idul Adha. Sedangkan aqiqah dilakukan lantaran adanya kelahiran bayi, yang dilakukan penyembelihannya pada hari ketujuh menurut riwayat yang kuat. Sebagian ulama membolehkannya pada hari ke 14, bahkan pendapat yang lebih luas, membolehkan kapan saja.
4. Korban
Yang justru harus dihindari adalah penggunaan istilah korban. Meski mirip tetapi jelas sekali perbedaan yang mendasar antara istilah hewan kurban dengan istilah korban.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah korban dijelaskan sebagai orang atau binatang dan sebagainya yang menjadi menderita atau mati akibat suatu kejadian. Korban adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan keugian baik yang bersifat fisik, yaitu kehilangan nyawa atau kematian, maupun luka-luka, pada suatu kejadian. Selain itu korban juga digunakan untuk menunjukkan kerugian yang bersifat material, seperti harta benda dan kekayaan.
Pengertian yang secara umum berlawanan dengan pengertian udhiyah (kurban).