Al-'Ashr

<a href="http://www.clock4blog.eu">clock for blog</a>
Free clock for your blog

Minggu, 31 Maret 2013

iman kepada malaikat


Allah swt menciptakan malaikat dari nur (cahaya). Malaikat diciptakan jauh sebelum Nabi Adam a.s. diciptakan oleh Allah swt. Malaikat diciptakan banyak sekali oleh Allah swt. kepastian jumlahnya hanya Allah yang mengetahuinya.
Para malaikat itu adalah hamba-hamba Allah swt yang dimuliakan karena tugasnya hanya untuk taat dan patuh kepada tugas-tugas yang diperintahkan oleh Allah swt. Karena malaikat tidak memiliki nafsu maka tidak ada keinginan untuk melanggar apa yang menjadi tugasnya.
Pengertian iman kepada malaikat adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah swt. menciptakan makhluk yang paling taat yakni malaikat, yang tidak pernah membantah perintah-Nya.

Nama-nama Malaikat 
  1. Malaikat Jibril, tugasnya adalah menyampaikan wahyu dari Allah swt. kepada para Nabi dan Rasul. Malaikat Jibril sering disebut juga dengan Ruhul Amin atau Ruhul Qudus.
  2. Malaikat Mikail, bertugas menyampaikan dan membagi rezeki kepada seluruh makhluk yang ada dimuka bumi.
  3. Malaikat Israfil, tugasnya meniup sangkakala sebagai pertanda kiamat, maupun saat yaumul ba’as yaitu dibangkitkannya seluruh manusia pada hari kebangkitan.
  4. Malaikat Izrail, tugasnya mencabut nyawa seluruh makhluk apabila ajalnya telah tiba.
  5. Malaikat Raqib, tugasnya mencatat amal perbuatan manusia yang baik.
  6. Malaikat Atid, tugasnya mencatat perbuatan buruk manusia.
  7. Malaikat Munkar, tugasnya menanyai manusia di alam barzakh (alam kubur).
  8. Malaikat Nakir, tugasnya menanyai manusia di alam barzakh (alam kubur).
  9. Malaikat Ridwan, adalah malaikat yang bertugas menjaga dan memelihara surga.
  10. Malaikat Malik, adalah malaikat yang bertugas menjaga neraka.

Sifat-Sifat Malaikat
1. Malaikat selalu taat dan patuh kepada Allah swt. dengan melaksanakan segala perintah yang ditugaskan kepadanya. Q.S. At-Tahrim : 6

6. Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

2. Senantiasa mengucapkan tasbih dan bersujud kepada Allah swt. dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada didunia. Q.S. Al-Anbiya 19 - 20 

19. Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan ti-dak (pula) merasa letih.
20. Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang.


3. Tidak memiliki nafsu sehingga malaikat tidak punya keinginan
4. Menolong orang-orang mukmin
5. Diciptakan dari cahaya, bukan laki-laki, bukan perempuan dan bukan pula banci
6. Selalu menyertai dan menjaga manusia. Ar-Ra'du 11

11. Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia

Rabu, 27 Maret 2013

Dampak Negatif Perbuatan Syirik


Syirik adalah sebesar-besar dosa yang wajib kita jauhi, karena perbuatansyirik (menyekutukan Allah) menyebabkan kerusakan dan bahaya yang besar, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Di antara kerusakan dan bahaya akibat perbuatan syirik adalah:
Pertama: Syirik merendahkan eksistensi kemanusiaan
Syirik menghinakan kemuliaan manusia, menurunkan derajat dan martabatnya. Sebab Allah menjadikan manusia sebagai hamba Allah di muka bumi. Allah memuliakannya, mengajarkan seluruh nama-nama, lalu menundukkan baginya apa yang ada di langit dan di bumi semuanya. Allah telah menjadikan manusia sebagai penguasa di jagad raya ini. Tetapi kemudian ia tidak mengetahui derajat dan martabat dirinya. Ia lalu menjadikan sebagian dari makhluk Allah sebagai Tuhan dan sesembahan. Ia tunduk dan menghinakan diri kepadanya.

Ada sebagian dari manusia yang menyembah sapi yang sebenarnya diciptakan Allah untuk manusia agar hewan itu membantu meringankan pekerjaannya. Dan ada pula yang menginap dan tinggal di kuburan untuk meminta berbagai kebutuhan mereka. Allah berfirman: “Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) di buat orang. (Berhala-berhala) itu benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan”. (Al-Hajj: 20-21)
“Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ketempat yang jauh”. (Al-Hajj: 31)
Kedua: Syirik adalah sarang khurofat dan kebatilan
Dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan perbuatan syirik, “barang dagangan” dukun, tukang nujum, ahli nujum, ahli sihir dan yang semacamnya menjadi laku keras. Sebab mereka mendakwahkan (mengklaim) bahwa dirinya mengetahui ilmu ghaib yang sesungguhnya tak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah. Jadi dengan adanya mereka, akal manusia dijadikan siap untuk menerima segala macam khurofat/takhayul serta mempercayai para pendusta (dukun). Sehingga dalam masyarakat seperti ini akan lahir generasi yang tidak mengindahkan ikhtiar (usaha) dan mencari sebab serta meremehkan sunnatullah (ketentuan Allah).
Ketiga: Syirik adalah kedholiman yang paling besar
Yaitu dhalim terhadap hakikat yang agung yaitu (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah). Adapun orang musyrik mengambil selain Allah sebagai Tuhan serta mengambil selainNya sebagai penguasa. Syirik merupakan kedhaliman dan penganiayaan terhadap diri sendiri. Sebab orang musyrik menjadikan dirinya sebagai hamba dari makhluk yang merdeka. Syirik juga merupakan kezhaliman terhadap orang lain yang ia persekutukan dengan Allah karena ia telah memberikan sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya.

Keempat: Syirik sumber dari segala ketakutan dan kecemasan
Orang yang akalnya menerima berbagai macam khurofat dan mempercayai kebatilan, kehidupannya selalu diliputi ketakutan. Sebab dia menyandarkan dirinya pada banyak tuhan. Padahal tuhan-tuhan itu lemah dan tak kuasa memberikan manfaat atau menolak bahaya atas dirinya.
Karena itu, dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan kemusyrikan, putus asa dan ketakutan tanpa sebab merupakan suatu hal yang lazim dan banyak terjadi. Allah berfirman: “Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang yang kafir rasa takut disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak memberikan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka adalah Neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang dhalim”. (Ali-Imran: 151)

Kelima: Syirik membuat orang malas melakukan pekerjaan yang bermanfaat
Syirik mengajarkan kepada para pengikutnya untuk mengandalkan para perantara, sehingga mereka meremehkan amal shalih. Sebaliknya mereka melakukan perbuatan dosa dengan keyakinan bahwa para perantara akan memberinya syafa’at di sisi Allah. Begitu pula orang-orang kristen melakukan berbagai kemungkaran, sebab mereka mempercayai Al-Masih telah menghapus dosa-dosa mereka ketika di salib. Sebagian umat Islam mengandalkan syafaat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam tapi mereka meninggalkan kewajiban dan banyak melakukan perbuatan haram. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam berkata kepada putrinya: “Wahai Fathimah binti Muhammad, mintalah dari hartaku sekehendakmu (tetapi) aku tidak bermanfaat sedikitpun bagimu di sisi Allah”. (HR. Al-Bukhari).

Keenam: Syirik menyebabkan pelakunya kekal dalam Neraka
Syirik menyebabkan kesia-siaan dan kehampaan di dunia, sedang di akhirat menyebabkan pelakunya kekal di dalam Neraka. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang dhalim itu seorang penolongpun”. (Al-Maidah: 72).

Ketujuh: Syirik memecah belah umat
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memper-sekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (Ar Ruum: 31-32)
Itulah berbagai kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan perbuatan syirik. Yang jelas Syirik merupakan penyebab turunnya derajat dan martabat manusia ke tempat paling hina dan paling rendah. Karena itu Wahai para pembaca yang budiman yang dirahmati Allah, Marilah kita bertaubat atas segala perbuatan syirik yang telah kita perbuat dan marilah kita peringatkan dan kita jauhkan masyarakat di sekitar kita, anggota keluarga kita, sanak famili kita, dari syirik kerusakan dan bahayanya. Agar kehinaan dan kerendahan yang menimpa ummat Islam segera berakhir, agar kehinaan dan kerendahan ummat Islam diganti menjadi kemuliaan.

Kamis, 21 Maret 2013

Keajaiban Sholat Tahajud


“Jika matahari sudah terbenam, aku gembira dengan datangnya malam dan manusia tidur karena inilah saat hanya ada Allah dan aku.”
Sejarah telah mencatat bahwa Rasulullah Saw dan para sahabat selalu melaksanakan shalat tahajud. shalat tahajud adalah shalat yang sangat mulia. Keajaiban melaksanakan shalat tahajud telah tercatat dalam alquran. Ada beberapa keajaiban shalat tahajud seperti berikut ini:
1. Shalat Tahajud sebagai tiket masuk surga …
Abdullah Ibn Muslin berkata “kalimat yang pertama kali ku dengar dari Rasulullah Saw saat itu adalah, “Hai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, bagikanlah makanan, sambunglah silaturahmi, tegakkan lah shalat malam saat manusia lainnya sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah).
2. Amal yang menolong di akhirat …
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman surga dan di mata air-mata air, seraya mengambil apa yang Allah berikan kepada mereka. Sebelumnya mereka adalah telah berbuat baik sebelumnya (di dunia), mereka adalah orang-orang yang sedikit tidurnya di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah).” (QS. Az Zariyat: 15-18)
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang senantiasa bertahajud Insya Allah akan mendapatkan balasan yang sangat nikmat di akhirat kelak.
3. Pembersih penyakit hati dan jasmani …
Salman Al Farisi berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Dirikanlah shalat malam, karena sesungguhnya shalat malam itu adalah kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu, (shalat malam dapat) mendekatkan kamu kepada tuhanmu, (shalat malam adalah) sebagai penebus perbuatan buruk, mencegah berbuat dosa, dan menghindarkan diri dari penyakit yang menyerang tubuh.” (HR. Ahmad)
4. Sarana meraih kemuliaan …
Rasulullah Saw bersabda, “Jibril mendatangiku dan berkata, “Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati, cintailah orang yang engkau suka, karena engkau akan berpisah dengannya, lakukanlah apa keinginanmu, engkau akan mendapatkan balasannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya kemuliaan seorang muslim adalah shalat waktu malam dan ketidakbutuhannya di muliakan orang lain.” (HR. Al Baihaqi)
5. Jalan mendapatkan rahmat Allah …
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Semoga Allah merahmati laki-laki yang bangun malam, lalu melaksanakan shalat dan membangunkan istrinya. Jika sang istri menolak, ia memercikkan air di wajahnya. Juga, merahmati perempuan yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan suaminya. Jika sang suami menolak, ia memercikkan air di wajahnya.” (HR. Abu Daud)
6. Sarana Pengabulan permohonan …
Allah SWT berjanji akan mengabulkan doa orang-orang yang menunaikan shalat tahajud dengan ikhlas. Rasulullah Saw Bersabda,
“Dari Jabir berkata, bahwa nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya di malam hari , ada satu saat yang ketika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah memberinya, Itu berlangsung setiap malam.” (HR. Muslim)
7. Penghapus dosa dan kesalahan …
Dari Abu Umamah al-Bahili berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Lakukanlah Qiyamul Lail, karena itu kebiasaan orang saleh sebelum kalian, bentuk taqarub, penghapus dosa, dan penghalang berbuat salah.” (HR. At-Tirmidzi)
8. Jalan mendapat tempat yang terpuji …
Allah berfirman,
“Dan pada sebagian malam bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’:79)
9. Pelepas ikatan setan …
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setan akan mengikat kepala seseorang yang sedang tidur dengan ikatan, menyebabkan kamu tidur dengan cukup lama. Apabila seseorang itu bangkit seraya menyebut nama Allah, maka terlepaslah ikatan pertama, apabila ia berwudhu maka akan terbukalah ikatan kedua, apabila di shalat akan terbukalah ikatan semuanya. Dia juga akan merasa bersemangat dan ketenangan jiwa, jika tidak maka dia akan malas dan kekusutan jiwa.”
10. Waktu utama untuk berdoa …
Amru Ibn ‘Abasah berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah! Malam apakah yang paling di dengar?”, Rasulullah Saw menjawab, “Tengah malam terakhir, maka shalat lah sebanyak yang engkau inginkan, sesungguhnya shalat waktu tersebut adalah maktubah masyudah (waktu yang apabila bermunajat maka Allah menyaksikannya dan apabila berdoa maka didengar doanya)” (HR. Abu Daud)
11. Meraih kesehatan jasmani …
“Hendaklah kalian bangun malam. Sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian. Wahana pendekatan diri pada Allah Swt, penghapus dosa, dan pengusir penyakit dari dalam tubuh.” (HR. At-Tarmidzi)
12. Penjaga kesehatan rohani …
Allah SWT menegaskan bahwa orang yang shalat tahajud akan selalu mempunyai sifat rendah hati dan ramah. Ketenangan yang merupakan refleksi ketenangan jiwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Allah Berfirman, “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melewati malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al-Furqan: 63-64)
Keajaiban shalat tahajud sudah terbukti, maka bertahajudlah!
Mungkin masih banyak lagi keajaiban shalat tahajud yang mungkin terlewat dari tulisan ini. Yang pasti shalat tahajud merupakan shalat yang bagus sebagai ibadah tambahan bagi kita.
Subhanallah .. Shalat tahajud benar-benar dahsyat dalam meraih kebaikan dunia akhirat ..(Dz-Alzilzaal)
sumber : http://www.eramuslim.com/peradaban/quran-sunnah/keajaiban-sholat-tahajud.htm#.UUvPThc9Hj4

Selasa, 19 Maret 2013

Cara Ber-Istiqomah di Zaman Modern

Bagaimana agar kita tetap istiqomah dalam bertaqwa pada jaman sekarang ini karena sekarang banyak sekali godaannya, terutama dengan semakin majunya peradaban jaman..? Assalamu'alaikum, Aaya ingin bertanya dalam rubrik ini. 1. Bagaimana untuk meyakinkan bahwa semua kebaikan dan kejahatan itu adalah atas kehendak Allah swt..? 2. Bagaimana agar kita tetap istiqomah dalam bertaqwa pada jaman sekarang ini karena sekarang banyak sekali godaannya, terutama dengan semakin majunya peradaban jaman..? Wassalam M. Tohir – Tangerang --------- Jawab --------- 1. Pernyataan Anda perlu saya luruskan dengan keterangan sbb: Pertama, Allah menurunkan ajaran yang fithri/alami/natural (karenanya tidak bisa disebut sebagai beban) demi kebaikan/kebahagiaan manusia; Kedua, Allah menghendaki agar ajaran itu dilaksanakan sebaik-baiknya; Ketiga, namun begitu Allah menyerahkan pada manusia mau menerima perintah itu atau tidak, manusia harus berusaha sendiri untuk melaksanakan ajaran tsb. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa kejahatan (dengan arti kemaksiatan) itu kehendak Allah swt. Coba Anda renungi ayat berikut: "Dan katakanlah: 'Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir'. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS. Al-Kahfi/18:29) Perlu ditegaskan di sini adanya perbedaan antara kejahatan dengan arti madharat/balaa', dan kejahatan dengan arti kemaksiatan. Pada hakekatnya memang satu, tapi dua. Jelasnya demikian, pencurian adalah tindakan kejahatan, baik dari sisi pencuri atau orang yang tercuri. Tapi bila kita kaitkan dengan istilah madharat/balaa' dan maksiat, maka akan jelas perbedaannya: si pencuri melakukan kemaksiatan (pencurian), dan si tercuri terkena madharat (pencurian). Dan tindakan mencuri (kemaksiatan) sama sekali bukan kehendak Allah. Nah, orang yang tertimpa madharrat atau balaa' tidak berarti tertimpa kejelekan. Renungkan hadis Nabi berikut: Seseorang mengeluh ke Rasulullah: "Wahai Rasul, harta saya hilang dan badan saya sakit." Jawab beliau: "Kebaikan (keberuntungan) itu tidak terdapat pada orang yang hartanya tidak hilang dan badannya tidak sakit. Karena sesungguhnya, jika Allah memang mencintai seorang hamba Allah menurunkan cobaan padanya lantas membekalinya kesabaran." Hadis ini menyiratkan bahwa kejelekan/keburukan itu bukanlah identik dengan kenikmatan duniawi. Tapi kebaikan adalah kesabaran itu sendiri. 2. Sebelum membahas bagaimana tetap Istiqamah dalam bertakwa, perlu Anda ketahui mengenai apa sebenarnya taqwa itu (mena'ati perintah dan menjauhi larangan Allah Swt). Saya hanya ingin menegaskan bahwa taqwa itu tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat ibadah murni, seperti shalat, puasa, zakat, dll. Tapi taqwa juga meliputi hal-hal yang sifatnya duniawi, asal itu baik dan bermanfaat. Kita menekuni apa yang menjadi hobi dan keahlian kita kendati itu hanya semata bersifat duniawi namun bermanfaat bagi semua makhluk di bumi ini juga taqwa. Sebab Allah melarang tindakan-tindakan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, dan Allah juga menegaskan agar kita jangan sampai melupakan persoalan-persoalan duniawi yang menopang kemaslahatan hidup kita di dunia. Singkatnya, orang Islam itu harus jaya di dunia dan jangan sampai melupakan akheratnya. Oleh karena demikian luasnya wilayah taqwa, maka dengan sendirinya problem istiqamah juga tidak sama. Jika problem istiqamah Anda menyangkut hal 'ibadah, misal Anda sesekali berani melanggar perintah agama, seperti shalat, puasa, dll), Anda perlu meningkatkan wawasan keakhiratan. Sebab kebanyakan faktor yang memnyebabkan terputusnya kontinyuitas/istiqamahnya suatu kegiatan (baik kegiatan duniawi atau ukhrawi) tiada lain adalah minimnya wawasan. Setidaknya yang bisa Anda lakukan sendiri adalah menghidupkan kesadaran akan adanya kehidupan sesudah mati atau kehidupan akherat. Saya kira semua orang Islam meyakini adanya kehidupan akherat, hanya saja kenyataannya tidak sedikit orang-orang yang lupa akan hal itu. Mereka terlelap dalam kenikmatan duniawi. Maka orang seperti ini perlu disadarkan mengenai kehidupan akherat, di mana orang yang sebagian besar hidupnya penuh ketaatan akan masuk surga dan bila didominasi kemaksiatan akan masuk neraka. Bertanya-tanyalah dalam hati Anda: apa sebenarnya tujuan hidup Anda? Apa hanya ingin cukup dengan kenikmatan duniawi? dengan semata melimpahnya harta-dunia apakah ketenangan batin bisa didapat? tidakkah batin akan tenang dengan menaati perintah-perintah agama, berdzikir/mengingat Allah? Kalau pertanyaan-pertanyaan (muhaasabah) seperti ini belum mempan juga, sering-seringlah memikirkan "seandainya besok aku mati". Dan jika hati Anda sudah tergerak untuk rajin melakukan ibadah, hanya saja Anda menghadapi problem lain, misal kurang mengetahui cara-cara ibadah denganbenar, Anda harus bertanya ke ahlinya. Dan jika problem istiqamah itu menyangkut soal keduniaan, maka kita perlu meningkatkan wawasan/ilmu pengetahuan tentang keduniaan. Yang bisa Anda lakukan mula-mula adalah menetapkan program, rencana-rencana, dan target. Anda juga harus meningkatkan kedisiplinan, kesungguhan, dan ketulusan. Bangunlah kesadaran bahwa diri kita juga harus memberi manfaat pada orang lain. Sebab sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi lingkungannya. Untuk melengkapi tema istiqamah, berikut ini saya ambilkan tulisan Dr. Nurcholish Madjid yang berjudul "Istiqamah Di Zaman Modern" dalam bukunya Pintu-Pintu Menuju Tuhan. *** ISTIQAMAH DI ZAMAN MODERN Istiqamah artinya teguh hati, taat asas, atau konsisten. Meskipun tidak semua orang bisa bersikap istiqamah, namun memeluk agama, untuk memperoleh hikmahnya secara optimal, sangat memerlukan sikap itu. Allah menjanjikan demikian: "Dan seandainya mereka itu bersikap istiqamah di atas jalan kebenaran, maka pastilah Kami siramkan kepada mereka air yang melimpah." (QS. Al-Jinn/72:16). Air adalah lambang kehidupan dan lambang kemakmuran. Maka Allah menjanjikan mereka yang konsisten mengikuti jalan yang benar akan mendapatkan hidup yang bahagia. Tentu saja keperluan kepada sikap istiqamah itu ada pada setiap masa, dan mungkin lebih-lebih lagi diperlukan di zaman modern ini. Karena kemodernan (modernitas, modernity) bercirikan perubahan. Bahkan para ahli menyebutkan bahwa kemodernan ditandai oleh "perubahan yang terlembagakan" (institutionalized change). Artinya, jika pada zaman-zaman sebelumnya perubahan adalah sesuatu yang "luar biasa" dan hanya terjadi di dalam kurun waktu yang amat panjang, di zaman modern perubahan itu merupakan gejala harian, dan sudah menjadi keharusan. Lihat saja, misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi microchip (harfiah: kerupuk kecil) dalam teknologi elektronika. Siapa saja yang mencoba bertahan pada suatu bentuk produk, baik dia itu produsen atau konsumen, pasti akan tergilas dan merugi sendiri. Karena itulah maka "Lembah Silikon" atau Silicon Valley di California selalu diliputi oleh ketegangan akibat kompetisi yang amat keras. Adanya kesan bahwa "perubahan yang terlembagakan" itu tidak memberi tempat istiqamah adalah salah. Kesalahan itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqamah mengandung makna yang statis. Memang istiqamah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandekan. Melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Dapat dikiaskan dengan kendaraan bermotor: semakin tinggi teknologi suatu mobil, semakin mampu dia melaju dengan cepat tanpa guncangan. Maka disebut mobil itu memiliki stabilitas atau istiqamah. Dan mobil disebut dengan stabil bukanlah pada waktu ia berhenti, tapi justru ketika dia melaju dengan cepat. Maka begitu pula dengan hidup di zaman modern ini. Kita harus bergerak, melaju, namun tetap stabil, tanpa goyah. Ini bisa saja terwujud kalau kita menyadari dan meyakini apa tujuan hidup kita, dan kita dengan setia mengarahkan diri kepadanya, sama dengan mobil yang stabil terus melaju ke depan, tanpa terseot ke kanan-kiri. Lebih-lebih lagi, yang sebenarnya mengalami "perubahan yang terlembagakan" dalam zaman modern ini hanyalah bidang-bidang yang bersangkutan dengan "cara" hidup saja, bukan esensi hidup itu sendiri dan tujuannya. Ibarat perjalanan Jakarta-Surabaya, yang mengalami perubahan hanyalah alat transportasinya, mulai dari jalan kaki, sampai naik pesawat terbang. Tujuannya sendiri tidak terpengaruh oleh "cara" menempuh perjalanan itu sendiri. Maka ibarat mobil yang stabil yang mampu melaju dengan cepat, begitu pula orang yang mencapai istiqamah tidak akan goyah, apalagi takut, oleh lajunya perubahan. Dia hidup dinamis, berjalan di atas kebenaran demi kebenaran, untuk sampai akhirnya kembali kepada Tuhan, sang Kebenaran Mutlak dan Abadi. Dan kesadaran akan hidup menuju Tuhan itulah yang akan memberi kebahagiaan sejati sesuai janji Tuhan di atas.

sumber : http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=915&Itemid=30

Sabtu, 16 Maret 2013

5 (Lima) Perkara yang Dapat Meningkatkan Iman Seseorang


Ketahuilah, iman yang ada di dalam diri seorang hamba itu bisa bertambah dan bisa pula berkurang atau bahkan hilang tanpa bekas dari diri seseorang. Al-Imam Abdurrahman bin Amr Al-Auza’i rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa bertambah. Beliau menjawab: “Betul (bertambah), sampai seperti gunung.” Lalu beliau ditanya lagi: “Apakah bisa berkurang?” Beliau menjawab: “Ya, sampai tidak tersisa sedikitpun.”
Demikian pula Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ahmad bin Hambal rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa bertambah dan berkurang? Beliau menjawab: “Iman bertambah sampai puncak langit yang tujuh dan berkurang sampai kerak bumi yang tujuh.” Beliau juga menyatakan: “Iman itu (terdiri atas) ucapan dan amalan, bisa bertambah dan berkurang. Apabila engkau mengamalkan kebajikan, maka iman akan bertambah, dan apabila engkau menyia-nyiakannya, maka iman pun akan berkurang.
Nah, inilah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu, yakni meyakini bahwa sesungguhnya iman seseorang itu bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Setelah kita tahu bahwa ternyata iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang, lalu apa yang harus dilakukan oleh seorang mukmin untuk menjaga kualitas imannya? Al Imam Allamah Abdurrahman bin Nashr As Sa’di rahimahullah mengatakan: “Seorang mukmin yang diberi taufiq oleh Allah Ta’ala, dia senantiasa berusaha melakukan dua hal: Pertama, memurnikan keimanan dan cabang-cabangnya, dengan cara mengilmui dan mengamalkannya. Kedua, berusaha untuk menolak atau membentengi diri dari bentuk-bentuk ujian (cobaan) yang tampak maupun tersembunyi yang dapat menafikannya (menghilangkannya), membatalkannya atau mengikis keimanannya itu.” (At Taudhih wal Bayan lisy Syajarotil Iman, hal 38).
Saudaraku muslimin, ketahuilah! Ada beberapa amalan yang insya Allah akan dapat menyebabkan bertambahnya iman seseorang, di antaranya adalah:
Pertama: Membaca dan tadabbur (merenungkan atau memikirkan isi kandungan) Al Quranul Karim. Orang yang membaca, mentadabburi dan memperhatikan isi kandungan Al Quran akan mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang menjadikan imannya kuat dan bertambah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang orang-orang mukmin yang berbuat demikian: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah iman bereka, dan kepada Rabb mereka itulah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal [8]: 2)
Al Imam Al Ajurri rahimahullah berkata: “Barangsiapa mentadabburi Al Quran, dia akan mengenal Rabb-nya Azza wa Jalla dan mengetahui keagungan, kekuasaan dan qudrah-Nya serta ibadah yang diwajibkan atasnya. Maka dia senantiasa melakukan setiap kewajiban dan menjauhi segala sesuatu yang tidak disukai maulanya (yakni Allah Ta’ala).
Kedua: Mengenal Al Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah yang menunjukkan kesempurnaan Allah secara mutlak dari berbagai segi. Bila seorang hamba mengenal Rabbnya dengan pengetahuan yang hakiki, kemudian selamat dari jalan orang-orang yang menyimpang, sungguh ia telah diberi taufiq dalam mendapatkan tambahan iman. Karena seorang hamba bila mengenal Allah dengan jalan yang benar, dia termasuk orang yang paling kuat imannya dan ketaatannya, kuat takutnya dan muroqobahnya kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28). Al Imam Ibnu Katsir menjelaskan: “Sesungguhnya hamba yang benar-benar takut kepada Allah adalah ulama yang mengenal Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/533).
Ketiga: Memperhatikan siroh atau perjalanan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni dengan mengamati, memperhatikan dan mempelajari siroh beliau dan sifat-sifatnya yang baik serta perangainya yang mulia.
Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan: “Dari sini kalian mengetahui sangat pentingnya hamba untuk mengenal Rasul dan apa yang dibawanya, dan membenarkan pada apa yang beliau kabarkan serta mentaati apa yang beliau perintahkan. Karena tidak ada jalan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat kecuali dengan tuntunannya. Tidak ada jalan untuk mengetahui baik dan buruk secara mendetail kecuali darinya.Maka kalau seseorang memperhatikan sifat dan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Al Quran dan Al Hadits, niscaya dia akan mendapatkan manfaat dengannya, yakni ketaatannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi kuat, dan bertambah cintanya kepada beliau. Itu adalah tanda bertambahnya keimanan yang mewariskan mutaba’ah dan amalan sholih.”
Keempat: Mempraktekkan (mengamalkan) kebaikan-kebaikan agama Islam. Ketahuilah, sesungguhnya ajaran Islam itu semuanya baik, paling benar aqidahnya, paling terpuji akhlaknya, paling adil hukum-hukumnya. Dari pandangan inilah Allah menghiasi keimanan di hati seorang hamba dan membuatnya cinta kepada keimanan, sebagaimana Allah memenuhi cinta-Nya kepada pilihan-Nya, yakni Nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat QS. Al Hujurat [49]: 7)
Maka iman di hati seorang hamba adalah sesuatu yang sangat dicintai dan yang paling indah. Oleh karena itu seorang hamba akan merasakan manisnya iman yang ada di hatinya, sehingga dia akan menghiasi hatinya dengan pokok-pokok dan hakikat-hakikat keimanan, dan menghiasi anggota badannya dengan amal-amal nyata (amal sholih). (At Taudhih wal Bayan, hal 32-33)
Kelima: Membaca siroh atau perjalanan hidup Salafush Shalih. Yang dimaksud Salafush Shalih di sini adalah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orangyang mengikuti mereka dengan baik (lihat QS. At Taubah [9]: 100). Barangsiapa membaca dan memperhatikan perjalanan hidup mereka, akan mengetahui kebaikan-kebaikan mereka, akhlak-akhlak yang agung, ittiba’ mereka kepada Allah, perhatian mereka kepada iman, rasa takut mereka dari dosa, kemaksiatan, riya’ dan nifaq, juga ketaatan mereka dan bersegera dalam kebaikan, kekuatan iman mereka dan kuatnya ibadah mereka kepada Allah dan sebagainya.
Dengan memperhatikan keadaan mereka, maka iman menjadi kuat dan timbul keinginan untuk menyerupai mereka dalam segala hal. Sebagaimana ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Barangsiapa lebih serupa dengan mereka (para shahabat Rasulullah), maka dia lebih sempurna imannya.” (lihat Kitab Al Ubudiyah, hal 94). Dan tentunya, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.
Itulah beberapa amalan yang insya Allah akan dapat menyebabkan bertambahnya keimanan. Adapun hal-hal yang dapat melemahkan iman seseorang adalah sebaliknya, di antaranya:Kebodohan terhadap syari’at Islam, lalai, lupa dan berpaling dari ketaatan, melakukan kemaksiatan dan dosa-dosa besar, mengikuti hawa nafsu dan sebagainya.
Mudah-mudahan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa diberi tambahan iman, dan dijauhkan dari kelemahan dan kehinaan. Wallahul musta’an.
Dikutip dari salafy.or.id offline Dinukil dan disarikan dari Majalah Salafy, edisi XVIII/Shafar/1418 oleh Abu Abdillah Ibnu Zuhri Judul: Iman bisa meningkat dan bisa turun
sumber: http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/10/27/5-lima-perkara-yang-dapat-meningkatkan-iman-seseorang/

Minggu, 10 Maret 2013

22 Akibat Berbuat Maksiat



الحمد لله ربِّ العالمين والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين
وأشهد أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ المُرْسلين وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين
وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين
والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين.أما بعد،
فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا
فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِى قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَهُ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) ».
dakwatuna.com – “Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (HR Tarmidzi)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Tahukah Anda sekalian apa akibat yang menimpa diri kita jika kita melakukan maksiat? Ibnu Qayyim Al-Jauziyah telah meneliti tentang hal ini. Menurutnya, ada 22 akibat yang akan menimpa diri kita. Karena itu, renungkahlah, wahai orang-orang yang berakal!
Akibat yang pertama adalah maksiat akan menghalangi diri kita untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (حُرْماََنُ الْعٍلْمِ)
Jama’ah yang dimuliakan Allah….
Ilmu adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Tapi ketahuilah, kemaksiatan dalam hati kita dapat menghalangi dan memadamkan cahaya itu. Suatu ketika Imam Malik melihat kecerdasan dan daya hafal Imam Syafi’i yang luar biasa. Imam Malik berkata, “Aku melihat Allah telah menyiratkan dan memberikan cahaya di hatimu, wahai anakku. Janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan maksiat.”
Perhatikan, wahai Saudaraku sekalian, Imam Malik menunjukkan kepada kita bahwa pintu ilmu pengetahuan akan tertutup dari hati kita jika kita melakukan maksiat.
Akibat yang kedua adalah maksiat akan menghalangi Rezeki ((حُرْمَانُ الرِزْقِ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Jika ketakwaan adalah penyebab datangnya rezeki, maka meninggalkan ketakwaan berarti menimbulkan kefakiran. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad)
Karena itu, wahai Saudaraku sekalian, kita harus meyakini bahwa takwa adalah penyebab yang akan mendatangkan rezeki dan memudahkan rezeki kita. Jika saat ini kita merasakan betapa sulitnya mendapatkan rezeki Allah, maka tinggalkan kemaksiatan! Jangan kita penuhi jiwa kita dengan debu-debu maksiat.
Jama’ah yang dimuliakan Allah….
Akibat ketiga, maksiat membuat kita berjarak dengan Allah.
Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentang kesunyian jiwanya. Sang arif berpesan, “Jika kegersangan hatimu akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah perbuatan dosa itu. Dalam hati kita, tak ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa di atas dosa.”
Akibat maksiat yang keempat adalah kita akan punya jarak dengan orang-orang baik.
Semakin banyak dan semakin berat maksiat yang kita lakukan, akan semakin jauh pula jarak kita dengan orang-orang baik. Sungguh jiwa kita akan kesepian. Sunyi. Dan jiwa kita yang gersang tanpa sentuhan orang-orang baik itu, akan berdampak pada hubungan kita dengan keluarga, istri, anak-anak, dan bahkan hati nuraninya sendiri. Seorang salaf berkata, “Sesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya pada perilaku binatang (kendaraan) dan istriku.”
Akibat kelima, maksiat membuat sulit semua urusan kita ((تَعْسِيْرُ أُمُوْرِهِ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Jika ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka kemaksiatan akan mempesulit segala urusan pelakunya. Ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah gelap gulita. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Sesungguhnya perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah dan cahaya pada hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu mengundang ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati, kelemahan badan, susutnya rezeki dan kebencian makhluk.”
Begitulah, wahai Saudaraku, jika kita gemar bermaksiat, semua urusan kita akan menjadi sulit karena semua makhluk di alam semesta benci pada diri kita. Air yang kita minum tidak ridha kita minum. Makanan yang kita makan tidak suka kita makan. Orang-orang tidak mau berurusan dengan kita karena benci.
Jama’ah yang dimuliakan Allah….
Akibat keenam, maksiat melemahkan hati dan badan ((أَنَ المَعاَ صِي تُوْهِن القَلْب َ و الْبَدَنَ
Kekuatan seorang mukmin terpancar dari kekuatan hatinya. Jika hatinya kuat, maka kuatlah badannya. Tapi pelaku maksiat, meskipun badannya kuat, sesungguhnya dia sangat lemah. Tidak ada kekuatan dalam dirinya.
Wahai Saudaraku, lihatlah bagaimana menyatunya kekuatan fisik dan hati kaum muslimin pada diri generasi pertama. Para sahabat berhasil mengalahkan kekuatan fisik tentara bangsa Persia dan Romawi padahal para sahabat berperang dalam keadaan berpuasa!
Akibat maksiat yang ketujuh adalah kita terhalang untuk taat(حُرْماَن الطاَعَةِ)
Orang yang melakukan dosa dan maksiat cenderung untuk tidak taat. Orang yang berbuat masiat seperti orang yang satu kali makan, tetapi mengalami sakit berkepanjangan. Sakit itu menghalanginya dari memakan makanan lain yang lebih baik. Begitulah. Jika kita hobi berbuat masiat, kita akan terhalang untuk berbuat taat.
Saudaraku yang dimuliakan Allah….
Maksiat memperpendek umur dan menghapus keberkahanأنَ المَعاَ صِي تَقْصرُ العُمْرَ وبرَكَتَُهُ
Ini akibat maksiat yang kedelapan. Pada dasarnya, umur manusia dihitung dari masa hidupnya. Padahal, tidak ada kehidupan kecuali jika hidup itu dihabiskan untuk ketaatan, ibadah, cinta, dan dzikir kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya.
Jika usia kita saat ini 40 tahun. Tiga per empatnya kita isi dengan maksiat. Dalam kacamata iman, usia kita tak lebih hanya 10 tahun saja. Yang 30 tahun adalah kesia-siaan dan tidak memberi berkah sedikitpun. Inilah maksud pendeknya umur pelaku maksiat.
Sementara, Imam Nawawi yang hanya diberi usia 30 tahun oleh Allah swt. Usianya begitu panjang. Sebab, hidupnya meski pendek namun berkah. Kitab Riyadhush Shalihin dan Hadits Arbain yang ditulisnya memberinya keberkahan dan usia yang panjang, sebab dibaca oleh manusia dari generasi ke generasi hingga saat ini dan mungkin generasi yang akan datang.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Akibat kesembilan, maksiat menumbuhkan maksiat lainان المَعاصِي تَزْرَع أَمْثالها) )
Seorang ulama salaf berkata, jika seorang hamba melakukan kebaikan, maka hal tersebut akan mendorongnya untuk melakukan kebaikan yang lain dan seterusnya. Dan jika seorang hamba melakukan keburukan, maka dia pun akan cenderung untuk melakukan keburukan yang lain sehingga keburukan itu menjadi kebiasaan bagi pelakunya.
Karena itu, hati-hatilah, Saudaraku. Jangan sekali-kali mencoba berbuat maksiat. Kalian akan ketagihan dan tidak bisa lagi berhenti jika sudah jadi kebiasaan!
Maksiat mematikan bisikan hati nurani (ضْعِفُ القَلْبَ)
Ini akibat berbuat maksiat yang kesepuluh. Maksiat dapat melemahkan hati dari kebaikan. Dan sebaliknya, akan menguatkan kehendak untuk berbuat maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan keinginan hati untuk bertobat. Inilah yang menjadikan penyakit hati paling besar: kita tidak bisa mengendalikan hati kita sendiri. Hati kita menjadi liar mengikuti jejak maksiat ke maksiat yang lain.
Jika sudah seperti itu, hati kita akan melihat maksiat begitu indah. Tidak ada keburukan sama sekali ((أَنْ يَنْسَلِخَ مِنَ القَلْبِ إسْتٌقْبَاحُها
Jama’ah yang dimuliakan Allah….
Itulah akibat maksiat yang kesebelas. Tidak ada lagi rasa malu ketika berbuat maksiat. Jika orang sudah biasa berbuat maksiat, ia tidak lagi memandang perbuatan itu sebagai sesuatu yang buruk. Tidak ada lagi rasa malu melakukannya. Bahkan, dengan rasa bangga ia menceritakan kepada orang lain dengan detail semua maksiat yang dilakukannya. Dia telah menganggap ringan dosa yang dilakukannya. Padahal dosa itu demikian besar di mata Allah swt.
Para pelaku maksiat yang seperti itu akan menjadi para pewaris umat yang pernah diazab Allah swt.
Ini akibat kedua belas yang menimpa pelaku maksiat. ميْراَثٌ عَن ْ أُمَةٍ منَ الأُمَمِ التِي أهْلَكَهاَ اللهُ
Homoseksual adalah maksiat warisan umat nabi Luth a.s. Perbuatan curang dengan mengurangi takaran adalah maksiat peninggalan kaum Syu’aib a.s. Kesombongan di muka bumi dan menciptakan berbagai kerusakan adalah milik Fir’aun dan kaumnya. Sedangkan takabur dan congkak merupakan maksiat warisan kaum Hud a.s.
Dengan demikian, kita bisa simpulkan bahwa pelaku maksiat zaman sekarang ini adalah pewaris kaum umat terdahulu yang menjadi musuh Allah swt. Dalam musnad Imam Ahmad dari Ibnu Umar disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongannya.” Na’udzubillahi min dzalik! Semoga kita bukan salah satu dari mereka.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Akibat berbuat maksiat yang ketiga belas adalah maksiat menimbulkan kehinaan dan mewariskan kehinadinaan ((أن َ الْمَعْصِيةَ سَبَبٌ لِهَوانِ العَبْد وَسُقُوطُه مِن ْ عَيْنِهِ
Kehinaan itu tidak lain adalah akibat perbuatan maksiat kepada Allah sehingga Allah pun menghinakannya. “Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18). Sedangkan kemaksiatan itu akan melahirkan kehinadinaan. Karena, kemuliaan itu hanya akan muncul dari ketaatan kepada Allah swt. “Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu….” (Al-Faathir:10). Seorang Salaf pernah berdoa, “Ya Allah, anugerahilah aku kemuliaan melalui ketaatan kepada-Mu; dan janganlah Engkau hina-dinakan aku karena aku bermaksiat kepada-Mu.”
Akibat keempat belas, maksiat merusak akal kita اِنَ اْلمَعَاصِي تُفْسِدُ الْعَقْلَ))
Saudaraku yang dimuliakan Allah….
Tidak mungkin akal yang sehat lebih mendahulukan hal-hal yang hina. Ulama salaf berkata, seandainya seseorang itu masih berakal sehat, akal sehatnya itu akan mencegahnya dari kemaksiatan kepada Allah. Dia akan berada dalam genggaman Allah, sementara malaikat menyaksikan, dan nasihat Al-Qur’an pun mencegahnya, begitu pula dengan nasihat keimanan. Tidaklah seseorang melakukan maksiat, kecuali akalnya telah hilang!
Akibat kelima belas, maksiat menutup hati.
Allah berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifiin:14). Imam Hasan mengatakan hal itu sebagai dosa yang berlapis dosa. Ketika dosa dan maksiat telah menumpuk, maka hatinya pun telah tertutup.
Akibat keenam belas, pelaku maksiat mendapat laknat Rasulullah saw.
Saudaraku sekalian, Rasulullah saw. melaknat perbuatan maksiat seperti mengubah petunjuk jalan, padahal petunjuk jalan itu sangat penting (HR Bukhari); melakukan perbuatan homoseksual (HR Muslim); menyerupai laki-laki bagi wanita dan menyerupai wanita bagi laki-laki; mengadakan praktik suap-manyuap (HR Tarmidzi), dan sebagainya. Karena itu, tinggalkanlah semua itu!
Akibat ketujuh belas, maksiat menghalangi syafaat Rasulullah dan Malaikat.
Kecuali, bagi mereka yang bertobat dan kembali kepada jalan yang lurus. Allah swt. berfirman, “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman seraya mengucapkan: ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyla-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih d iantara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan.” (Al-Mukmin: 7-9)
Akibat kedelapan belas, maksiat melenyapkan rasa malu.
Padahal, malu adalah pangkal kebajikan. Jika rasa malu telah hilang dari diri kita, hilangkah seluruh kebaikan dari diri kita. Rasulullah bersabda, “Malu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu, berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Akibat kesembilan belas, maksiat yang kita lakukan adalah bentuk meremehkan Allah.
Jika kita melakukan maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati kita. Ketika kita bermaksiat, kita sadari atau tidak, kita telah menganggap remeh adzab Allah. Kita mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan kita. Sungguh ini kedurhakaan yang luar biasa!
Saudaraku yang dimuliakan Allah….
Maksiat memalingkan perhatian Allah atas diri kita. Ini akibat yang kedua puluh.
Allah akan membiarkan orang yang terus-menerus berbuat maksiat berteman dengan setan. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyir: 19)
Maksiat melenyapkan nikmat dan mendatangkan azab. Ini akibat yang kedua puluh satu.
Allah berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Ali r.a. berkata, “Tidaklah turun bencana melainkan karena dosa. Dan tidaklah bencana lenyap melainkan karena tobat.” Karena itu, bukankah sekarang waktunya bagi kita untuk segera bertobat dan berhenti dari segala maksiat yang kita lakukan?
Dan akibat yang terakhir, yang kedua puluh dua, maksiat memalingkan diri kita dari sikap istiqamah.
Kita hidup di dunia ini sebenarnya bagaikan seorang pedagang. Dan pedagang yang cerdik tentu akan menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup membayar dengan harga tinggi. Saudaraku, siapakah yang sanggup membeli diri kita dengan harga tinggi selain Allah? Allah-lah yang mampu membeli diri kita dengan bayaran kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang menjual dirinya dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, sungguh ia telah tertipu!
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Renungkan! Renungkan…! Semoga Allah menjaga kita semua dari perbuatan maksiat. Amin.
بارك الله لنا ولكم في القرآن العظيم ونفعنا وإياكم بما فيه من الآيات و الذكرالحكيم فاستغفروا الله فإنه هو الغفور الرحيم


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/05/623/22-akibat-berbuat-maksiat/#ixzz2NCDBWbw9 

Sabtu, 09 Maret 2013

Ketahuilah Akibat Maksiat Terhadap Jiwamu


Tidak mudah. Tapi lakukanlah. Setiap saat. Di mana hadirkanlah dalam kehidupan ini hukuman-hukuman, dan akibat yang ditetapkan oleh Allah terhadap perbuatan dosa. Bayangkan betapa dahsyatnya akibat hukuman yang bakal kita terima. Lalu, jadikanlah hal itu sebagai, langkah untuk mengajak jiwa ini meninggalkan dosa-dosa.
Syeikh Ibn Qayyim menyebutkan beberapa hukuman, akibat dari perbuatan maksiat yang cukup membuat seseorang harus berpikir, sebelum melakukan perbuatan maksiat. Digambarkan oleh Syikhul Islam, akibat perbuatan maksiat itu antara lain :
Pertama, perbuatan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu, mempunyai akibat, akan dapat menutup hati, pendengaran, dan penghilatan. Sehingga, terkuncilah hatinya, tersumbat kalbunya, karena ia penuh dengan kotoran yang berkarat. Allah yang membolak-balikkan hatinya itu, sehingga tidak memiliki pendirian, membuat jarak antara diri dan hatinya. Allah akan membuatnya lupa untuk berzikir, dan membuat lupa dirinya sendiri.
Allah meninggalkan orang-orang berbuat maksiat dengan tidak membersihkan hatinya. Maksiat membuat dada seseorang sempit, sukar bernafas seperti naik ke langit, hatinya dipalingkan dari kebenaran, menambah penyakit dengan penyakit, dan akan tetap sakit. Seperti yang diterangkan oleh Imam Ahmad, dari Hudhaifah ra, ia berkata, ‘hati itu ada empat kondisi’.
Pertama, yaitu hati bersih yang memiliki lampu yang menerangi. Itulah hati orang mukmin. Kedua, hati yang tertutup, yaitu hati orang kafir. Ketiga, hati yang terbalik, yaitu orang munafik. Keempat, hati yang ada dua unsur materi (madah), didalamnya,unsur keimanan dan kemunafikan. Kapan saja salah satu unsurnya yang mendominasi, maka unsur itu yang menguasainya.
Hakikatnya, kemaksiatan juga menjauhkan seseorang dari kethaatan kepada Allah, menjadikan hati menjadi tuli dan enggan mendengarkan kebenaran. Selalu menolak kebenaran, dan membuat seseorang buta dan enggan melihat kebenaran. Perumpaan antara hatinya dan kebenaran yang tidak bermanfaat adalah seperti antara telinga dan suara, antara mata dan warna, serta antara lidah orang bisu dengan ucapannya. Sebenarnya, hakekat kebutaan, ketulian, dan kebisiuan hati adalah hakikat cacat yang sebenarnya, cacat akan zat, dan cacat organ sekaligus.
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi buta ialah hati yang di dalam dada”. (Al-Hajj : 46).
Bukan ayat diatas itu menafikan cacat kebutaan fisik, sebab Allah berfirman :
Tidak ada halangan bagi orang buta”. (An-Nur : 61)
Dia (Muhammad) bermuka masa dan berpaling karena telah datang seoran buta”. (‘Abassa :1-2)
Kemudian yang dimaksud ayat diatas itu, kebutaan yang sempurna dan yang sebenarnya adalah kebutaan hati. Sebagaimana Sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam :
"Bukanlah orang yang kuat itu orang yang kuat dalam bergulat (bertarung), akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai hawa nafsunya ketika marah”. Dan Sabd beliau lainnya : “Bukanlah orang-orang miskin itu orang yang berkeliling yng datang padamu yang minta sesuap makanan, akan tetapi orang miskin yang tidak meminta-minta kepada orang dna tidak diketahui orang tetapi ia diberi sedekah”. (RH : Bukhari).
Kiranya, dapat disimpulkan, kemaksiatan menyebabkan kebutaan, ketulian, dan kebisuan hati.
Selanjutnya, maksiat dapat menyebabkan longsornya hati seperti longsornya suatu bangunan ke dalam bumi, hingga menyebabkan jatuh hatinya pada derajat yang paling bawah. Tanda-tanda longsornya hati tidak bisa dirasakan pemiliknya. Tanda-tanda longsornya hati adalah selalu berlaku pada hal-hal yang hina, keji, rendah, dan kotor. Seorang ulama salaf mengatakan, “Sesungguhnya hati kita ini berkeliling. Ada yang berkeliling di sekitar  arsy (singgasana Allah), tetapi juga ada pula hati yang di sekitar tempat-tempat yang kotor-kotor.
Maksiat juga dapat mengubah bantuk hati atau mengutuk, sebagaimana dikutuknya sebuah bentuk fisik makhluk menjadi binatang. Akibatnya, hati berubah menjadi bentuk binatang dalam perilaku, watak, dan kelakuannya. Ada hati yang dikutuk menjadi bentuk babi, anjing, khimar, ular, kelajengking, atau watak-watak binatang tersebut. Sufyan ats-Tsauri menafsirkan ayat “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada dalam bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melankan umat-umat (juga) seperti kamu”. (Al-An’am : 38).
“Diantara mereka ada yang memiliki akhlak (perilaku) seperti binatang buas, juga yang memiliki perilaku anjing, perilaku babi, perilaku khimar, atau ada juga yang suka menghiasi pakaiannya seperti burung merak, atau ada juga yang bodoh seperti khimar. Ada yang lebih suka mengutamakan orang lain atas dirinya seperti ayam jago. Ada juga yang sangat jinak dan penurut seperti burung dara, ada juga yang sangat pendendam seperti unta, ada juga yang baik seperti kambing, dan ada juga yang mirip serigala, dan lainnya”. Jika persamaan watak dan perilaku ini menguat secara bathin, maka akan nampak wujudnya dalam bentuk lahir yang mampu dilihat orang yang firasatnya kuat. Allah akan mengubah bentuk fisiknya dengan bentuk binatang yang perilakuknya diserupai. Sebagaimana apa yang dilakukan oleh Allah kepada orang Yahudi da orang yang menyerupai mereka, di mana mereka dikutuk menjad babi dan anjing.
Betapa banyak hati yang sakit, tanpa dirasakan oleh pemiliknya, betapa banyak hati yang dikutuk, danhati yang longsor. Betapa banyak orang yang terfitnah oleh pujian manusia, orang yang tertipu, karena perilakunya ditutupi oleh Allah. Ini semua adalah hukuman dan penghinaan Allah kepada ahli maksiat.
Allah juga menjadikan makar bagi ahli maksiat, ia akan ditipu oleh para penipu, ditertawakan, dan disesatkan dari jalan kebenaran oleh orang yang hatinya sesat. Maksiat juga membalikkan hati, dan hati akan melihat kebenaran sebagai kebathilan, kebathilan sebagai kebenaran, makruf sebagai mungkar, dan mungkar sebagai yang makruf. Ia berbuat kerusakan, tetapi merasa berbuat kebaikan. Ia menghalangi manusia dari jalan Allah, tetapi ia merasa mengajak ke jalan kebenaran. Ia mendapat kesesatan akan tetapi merasa mendapat petunjuk dari Allah. Dia mengkuti hawa nafsu, namun merasa sebagai orang yang thaat kepda Allah. Ini semua adalah hukuman bagi ahli maksiat yang mengenai hati manusia.
Maksiat juga menghijab hati dari Allah di dunia dan hijab terbesar adalah ketika hari kiamat. Allah berfirman :
“.. Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat Tuhan mereka”. (Al-Muthaffifin : 15). Wallahu’alam.
sumber:http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/mashadi-ketahuilah-akibat-maksiat-terhadap-jiwamu.htm#.UT1Hp9Y9Hj4

Jumat, 08 Maret 2013

Mengalahkan Hawa Nafsu


MENGALAHKAN HAWA NAFSU
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Kalau orang tahu siapa Allooh, maka orang akan bertaqwa kepada Allooh. Dan bila orang merasa selalu diawasi oleh Allooh, maka ia senantiasa akan bertaqwa kepada Allooh. Dan kalau orang mampu mengalahkan hawa nafsu, maka orang itu akan selalu dalam keadaan bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى. Titik-titik rawan itu lah yang harus kita baca dan kita petakan dan selanjutnya mengupayakan bagaimana caranya agar kita mampu untuk menjadi orang yang bertaqwa.
Apakah yang dimaksud dengan “Hawa” (Hawa Nafsu)? Para ‘Ulama menafsirkannya dalam beberapa definisi:
Pertama, misalnya Imaam Aal Jurjani dalam kitabnya At Ta’rifaat, beliau mengartikan bahwa “Hawa” adalah kecenderungan jiwa kepada kelezatan yang dirasakan oleh syahwat tanpa seruan / ajakan / landasan ajaran Syar’ie. Maka kalau kita terkondisikan oleh sesuatu yang bukan Syar’ie, yang dibuktikan secara ilmiah bahwa itu tidak ada argumentasi syar’ie-nya tetapi terus saja memaksakan untuk dikatakan / dikerjakan, maka itu berarti Hawa.
Misalnya di bulan Rojab (saat ini kita memasuki bulan Rojab) ini. Dimulai dari amalan, perkataan dan keyakinan yang berkaitan dengan bulan Rojab itu, lalu dinisbatkan seakan-akan itu berasal dari Diin (agama), contohnya: “Rojab adalah bulan Allooh, Sya’ban bulanku dan Romadhoon bulan umatku”, dikatakan itu sebagai suatu Hadits, padahal perlu dicermati lebih lanjut tentang asal-usulnya. Lalu bulan selain bulan-bulan tersebut itu bulan-nya siapa? Tidak ada keterangannya. Itu membuktikan bahwa kalimat tersebut bukan Hadits, melainkan karangan manusia belaka. Tidak bisa dinisbatkan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Jika sesuatu amalan atau perkataan itu diminta dalilnya, landasannya yang shohiih, lalu memang ada dalilnya dan benar landasannya, benar memahaminya dan benar penerapannya, baru lah itu disebut benar.
Tetapi ketika sesuatu amalan (perkataan) tidak bisa dipertanggungjawabkan, tidak ada dalilnya yang shohiih; tetapi ia tetap saja ngotot dan tidak mau diubah, tidak mau diingatkan, maka itulahHawa.
Kedua, secara bahasa, Ibnu Mandzuur dalam Kamusnya (Ensiklopedi Bahasa Arab terluas), beliau berkata: “Hawa adalah cinta manusia terhadap sesuatu dan mampu mengalahkan qolbu (hatinya). Hatinya kalah dengan kecintaannya terhadap sesuatu. Kalau seseorang mencintai atau menggandrungi sesuatu dan tidak bisa terkalahkan serta cintanya itu mendominasi, sehingga ia tidak bisa diingatkan atau diberitahu, berarti itu adalah Hawa.”
Orang yang demikian itu sudah dikuasai oleh Hawa. Dalam perkara apa saja apakah itu urusan duniawi atau urusan ibadah (urusan Diin), jika itu telah ada pada diri seseorang, maka berarti Hawa Nafsu telah mendominasi orang tersebut.
KetigaIbnu Hajar Al ‘Asqolaani dalam kitab Fathul Baari menjelaskan bahwa “Hawa” adalah apa-apa yang dicintai oleh jiwa, dan syahwat sangat merasakan lezatnya, meskipun itu menyelisihi kebenaran dan keadilan. Sampai-sampai ia buta dan tidak peduli apakah perbuatannya itu benar atau salah. Meskipun itu perbuatan dzolim, tetap dilakukannya. Orang yang demikian itu adalah pengikut Hawa Nafsu.
Apa yang dikemukakan diatas, substansi dari ketiga definisi itu sama. Artinya, ada obyek yaitu yang disebut Hati (Nafsu atau Jiwa). Lalu ada penyebab, mengapa orang itu cenderung atau gandrung. Juga ada qoidah atau manhaj (pedoman) tetapi dilanggar.
Ketiga koridor itu mudah diidentifikasi. Kalau ada sesuatu yang bermakna lezat, nikmat dan menyenangkan, lalu dirasakan oleh jiwa, dan menyelisihi (bertentangan) dan tidak sesuai dengan kebenaran dan keadilan, maka itu adalah Hawa.
Ada beberapa perkataan para ‘Ulama, misalnya:
Imaam Al Maawardi dalam kitab ‘Adaabud Dunyaa wad Diin, beliau mengatakan dalam bentuk kalimat yang puitis: “Hawa adalah sesuatu yang menghalangi kebaikan, terhadap akal ia bertolak belakang. Hawa adalah menghasilkan akhlaq yang buruk. Hawa menampakkan keburukan. Hawa membuat tabir kebaikan seseorang terobek. Hawa merupakan pintu masuk kejahatan.”
Jadi jika yang dikerjakan, yang dimasuki adalah pintu kejahatan (keburukan), maka tabir kebaikan terobek, pekerjaannya buruk, akhlaqnya tercela, tidak sesuai dengan akal sehat dan menentang kebaikan. Itulah yang disebut dengan Hawa Nafsu.
Jika orang tahu bahwa itu adalah keburukan (kejahatan), tentu tidak mungkin seseorang bisa bertaqwa kepada Allooh, bila Hawa Nafsu (keburukan) itu masih bertengger pada jiwa seseorang. Maka hendaknya kita berusaha secara bersama-sama, secara berjama’ah (tidak sendiri-sendiri) untuk bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Orang yang menyendiri (kholwat) rawan terhadap Hawa Nafsu. Maka marilah secara berjama’ah, bahu membahu antara satu dengan yang lain, supaya kita kokoh dalam bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Berikutnya, perkataan ‘Abdullooh bin ‘Abbas (Ibnu ‘Abbas) رضي الله عنه, seorang shohabat. Beliau adalah sepupu dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه mengatakan: “Hawa (Hawa Nafsu) adalah ‘tuhan’ yang diibadahi (disembah) selain Allooh سبحانه وتعالى.” Beliau mengambil dasar dari Surat Al Jaasiyah ayat 23:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (23
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allooh membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya*, dan Allooh telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allooh (membiarkannya sesat?) Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
*Allooh سبحانه وتعالى membiarkan orang itu sesat karena Allooh سبحانه وتعالى telah mengetahui bahwa dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.
Berarti, Hawa Nafsu adalah tuhan selain Allooh سبحانه وتعالى. Maka berhati-hatilah, jangan sampai kita mengkultuskan Hawa Nafsu seperti tuhan. Na’uudzubillaahi min dzaalik.
Karena bila perintah Allooh سبحانه وتعالى tidak dipatuhi, tetapi lebih cenderung kepada hatinya (Hawa Nafsu)-nya, berarti ia lebih memprioritaskan hawa nafsunya ketimbang Allooh سبحانه وتعالى.
Dan Hawa Nafsu bukanlah khayalan, bukan tidak ada wujudnya, tetapi sudah menjadi kenyataan. Berbagai kemungkaran sekarang (dewasa ini) muncul karena dorongan Hawa Nafsu. Banyak kemungkaran, baik itu penyakit pribadi maupun penyakin komunitas, bahkan penyakit bangsa dan Negara, adalah karena Hawa Nafsu. Padahal sudah tidak sesuai dengan Syari’at, tetapi tetap saja dipertahankan, diusung, bahkan diperjuangkan. Tetapi yang sesuai dengan Syari’at menjadi bahan olok-olok, ejekan, anti, dimusuhi dan sebagainya.
Perkataan Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه, menjelaskan tentang bahayanya Hawa Nafsu. Dalam kitab‘Aadaabud Dunya wad Diin karya Imam Al Mawardi, disampaikan bahwa Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه berkata: “Aku takut kalian ditimpa dua perkara, yaitu mengikuti hawa nafsu dan panjang harapan (panjang angan-angan, ingin hidup selamanya). Sesungguhnya orang yang mengikuti hawa nafsu akan menghalangi sampainya kebenaran.” Demikian lah perkataan Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه .
Maksudnya, orang yang mengikuti Hawa Nafsu akan sulit diajak kepada kebenaran. Kalau bukan karena mendapat Hidayah dari Allooh سبحانه وتعالى , sulit sekali orang itu diajak kepada kebaikan dan kebenaran. Orang tidak mendapat Hidayah karena tertutupi oleh Hawa Nafsunya. Sehingga yang seharusnya petunjuk (hidayah) itu sampai, maka menjadi terhalang.
Maka cermatilah diri kita masing-masing dan segera lakukan imunisasi, sehingga kita tidak termasuk orang yang terjangkit Hawa Nafsu. Jangan dikiran penyakit Hawa Nafsu itu hanya menjangkiti anak-anak muda saja. Orangtua tidak luput pula bisa terjangkiti. Bahkan dalam suatu Hadits Shohiih, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ – قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ – وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Tiga golongan orang yang Allooh tidak akan berbicara dengan mereka, tidak akan membersihkan mereka dan mereka berhaq atas adzab yang pedih, adalah: orangtua yang berzina, penguasa yang berdusta dan orang miskin yang sombong” (Hadits Riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Panjang harapan, bisa menjadikan lupa kepada Hari Akhir (Akhirat). Orang yang orientasinya hanya pada dunia saja, akan seperti melihat fatamorgana, seperti melihat ada air berlimpah diatas padang pasir, tetapi ketika dikejar maka ternyata tidak ada apa-apanya. Itu lah dunia. Orientasi pada dunia saja, akan semakin terjauhkan dari ingatan kepada Akhirat.
Itu semua bukan perkataan para ilmuwan, atau para Kyai, melainkan perkataan Amiirul Mu’miniin Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه (Kholiifah yang ke-empat).
Orang-orang yang mengikuti Hawa Nafsu, meskipun Allooh سبحانه وتعالى sudah berfirman dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sudah bersabda, mereka tetap saja ngotot, tidak mau mendengar nasihat.
Misalnya, Jilbab adalah pakaian muslimah. Allooh  berfirman dalam Surat Al Ahzab ayat 59:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (59
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: ‘Hendak lah mereka menjulurkan jilbab mereka keseluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allooh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Lalu dikatakan oleh mereka yang mengikuti Hawa Nafsu: “Ah, itu kan budaya Arab, bukan untuk kita orang Indonesia.
Akhirnya mereka yang mengikuti Hawa Nafsu berkiblat kepada orang Barat (sekuler), bukan kepada ajaran Islam. Orang yang seperti itu, selalu mengikuti hawa nafsunya. Mereka menutup diri dari kebenaran. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Contoh yang seperti itu banyak sekali. Di Indonesia, ketika orang disodorkan Syari’at Islam, tidak sedikit yang menolakBahkan orang yang mengaku dirinya muslim,ikut-ikutan menolaknya!
Padahal seharusnya, ketika mereka itu mengaku muslim maka aqidah Islamnya lah yang berfungsi. Bahwa yang benar itu adalah Dienul Islam, karena Allooh سبحانه وتعالى sudah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Innaddiina‘indalloohil Islaam” (Sesungguhnya agama disisi Allooh hanyalah Islam) –  QS Aali ‘imroon ayat 19.
Dan Allooh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Hukum siapa lagi yang paling baik, jika mereka adalah orang-orang yang yakin.”  - QS Al Maa’idah ayat 50
Tetapi justru mereka memilih yang tidak yakin, dan yang tidak yakin itu adalah justru para muslimuun (orang-orang Islam). Berarti mereka itu lebih rela mengikuti Hawa Nafsunya daripada mengikuti Wahyu.
Dinukil dari Imaam Al Ghodzaali dari kitab Ihyaa ‘Ulaumuddiin, bahwa hati itu ada diantara kecenderungan terhadap kebaikan dan kecenderungan terhadap keburukan (kejahatan). Kadang teguh kepada kebaikan, kadang pula jatuh kepada keburukan. Jadi ada tiga keadaan:
  1. Hati yang dibangun, dibina dan dirajut diatas Taqwa dan disucikan dengan selalu berlatih membiasakan diri berada dalam Taqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى , serta bersih dari akhlaq yang tercela. Artinya, perilaku dan kebiasaan yang terpuji itu tidak lah datang dengan tiba-tiba, melainkan harus dilatih dan melalui berbagai proses. Maka bila hati kita ingin dibangun, dan terbina dengan Taqwa, perlu diberi latihan atau dengan tarbiyyah. Bahkan terkadang melalui proses dicaci dan dicela orang terlebih dahulu.
  2. Hati yang hina, yang terbebani oleh Hawa Nafsu, yang ternodai oleh akhlaq yang jelek, yang terbuka didalamnya pintu-pintu syaithoon, hati yang tertutup dari pintu malaikat (– pintu malaikat tertutup, tetapi pintu syaithoon yang terbuka baginya–). Akhlaqnya buruk, Hawa Nafsunya mendominasi, itu lah hati yang hina.
  3. Hati yang memunculkan percikan, bisa yang berasal dari Hawa Nafsu maka akan mengajaknya kepada kejahatan, tetapi lalu ditumpas oleh adanya ‘Lampu Imaan’ dalam diri orang itu sehingga diajaknya kepada kebaikan. Semula terbersit pemikiran yang jahat, jelek, tetapi karena ada imaan dalam diri seseorang, maka ditumpas lah dan diarahkan lah kepada kebaikan. Sehingga terbangkit lah si jiwa itu untuk mengalahkan bisikan jahat tersebut. Jadi ketika syahwatnya lebih cenderung untuk suka berfoya-foya, lalu akalnya mengajaknya untuk berpikir yang baik dan akhirnya mencela (menjelekkan) apa yang hendak dirinya kerjakan untuk mengikuti hawa nafsunya tersebut, serta mengatakan pada dirinya sendiri: “Engkau bodoh, akalmu laksana hewan, engkau seperti binatang buas”, dstnya, dstnya. Kalau akalnya bisa mengalahkan hawa nafsunya maka ia akan menjadi baik, sebaliknya kalau akalnya kalah maka ia akan berbuat hal yang buruk.
Jadi ada tiga keadaan, yaitu Hati yang BertaqwaHati yang tertutup dari menerima kebaikan, dan Hati yang diantara keduanya (tergantung mana yang dominan, kadang menerima kebaikan, kadang menerima keburukan). Itu lah perkara yang harus diwaspadai.
Ada tiga akibat yang fatal apabila Hawa Nafsu diikuti. Dan kalau itu sudah kita sadari, maka mari lah kita kalahkan Hawa Nafsu diri kita, kemudian kita bersama-sama bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى . Tiga akibat itu adalah:
  1. Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ (71
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasa lah langit dan bumi ini dan semua yang ada didalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Qur’an), akan tetapi mereka berpaling darinya.” – QS Al Mu’minuun ayat 71
Maksudnya, jika hati sudah dikendalikan oleh Hawa Nafsu, kalah dengan Hawa Nafsu, maka bumi, langit dan isinya akan menjadi rusak. Jika hawa nafsu sudah menjadi dominan, menjadi pengendali untuk mewarnai dan mengkomando kebenaran maka semua isi bumi dan langit ini menjadi rusak. Al Qur’an yang seharusnya menjadi pemutus perkara, lalu dikatakan tidak boleh menjadi pemutus perkara, sebagai gantinya dipakai yang sesuai dengan hawa nafsu saja. Apa yang berasal dari Sunnah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dikatakan: “Tidak usah, jangan pakai yang itu. Sunnah itu kan berlakunya 14 abad yang lalu, sekarang kan zaman modern, pakai saja hukum-hukum yang ada sekarang.” Berarti, kebenaran pun dikalahkan oleh Hawa Nafsu. Jika sudah terjadi yang demikian itu, maka langit, bumi dan isinya akan menjadi rusak.
Nah, perhatikan lah, sudahkah terjadi kerusakan itu sekarang? Kalau sudah, maka kita harus melakukan antisipasi. Hawa Nafsu harus kita kendalikan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat tersebut diatas: “Maka Kami datangkan kepada mereka kebanggaan (Al Qur’an), tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”
Maksudnya: Kemudian telah didatangkan kepada mereka peringatan (Al Qur’an)tetapimereka berpaling (menolak). Jika diberi peringatan, mereka tetap menolak maka tunggulah kehancurannya. Itu lah Rumus, yang lebih pasti daripada hukum apa pun di alam semesta ini. Karena semua itu yang menetapkan adalah Allooh Robbul ‘aalamiin.
Maka jika kita ingin maju, ingin berkembang dan sukses, tidak ada jalan lain kecuali harus menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai pengendali dan pemutus perkara. Tetapi jika hawa nafsu dijadikan pemutus perkara, maka rusak lah semuanya.
Bila hukum diserahkan kepada manusia, tentu manusia punya kehendak / keinginan masing-masing. Bahkan bisa berkomplot (berpolitik) satu sama lain, sesuai kepentingan dan keinginan tertentu. Sedangkan ketika Allooh سبحانه وتعالى memutuskan suatu hukum Allooh سبحانه وتعالى sama sekali tidak butuh pada manusia, justu Allooh سبحانه وتعالى lah yang mengatur untuk kemaslahatan manusia di dunia dan kebahagiaan mereka di hari Akhir.
Kesimpulan:
a)      Bahwa jika manusia mengikuti Hawa Nafsunya, tidak mengikuti yang Haq, maka dunia akan menjadi rusak. Pertama, rusak alam semestanya, hutannya, lautnya dstnya. Kedua, adalah rusak moralnya, manusia sudah tidak punya peri kemanusiaan lagi. Ketiga, rusak dari segi Diin-nya. Agama tidak lagi dijalankan, tidak dilaksanakan, dstnya.
b)       Bahwa jika manusia mengikuti Hawa Nafsunya, maka kesesatan akan menyelimuti mereka.
Lihat Surat Al Qoshos ayat 50:
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (50
Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti keinginan (hawa nafsu) mereka belaka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti keinginan (hawa nafsu)-nya tanpa mendapat petunjuk dari Allooh sedikit pun? Sungguh, Allooh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim.”
Maksudnya, siapa yang diseur untuk berjalan dan menetapi Al Islam, Al Qur’an dan As Sunnah tetapi mereka tidak mau, berarti mereka mengikuti Hawa Nafsu. Dan orang yang paling sesat adalah orang yang tidak mengikuti petunjuk Allooh سبحانه وتعالى. Dan Allooh سبحانه وتعالى tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang dzolim (yang tidak mau mengikuti petunjuk-Nya). Orang yang tidak mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah, maka ia adalah orang yang paling sesat dan mereka adalah orang dzolim. Dan setiap orang yang sesat adalah penghuni neraka. Karena mereka mengikuti hawa nafsu.
  1. Orang yang mengikuti Hawa Nafsu akan binasa.
Lihat surat An Naazi’aat ayat 40 dan 41:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41
40.“Dan ada pun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya,
41. maka sungguh, surga lah tempat tinggal(nya).”
Artinya, jika orang itu mengikuti hawa nafsu maka ia akan menjadi penghuni neraka. Karena orang yang mengendalikan hawa nafsu akan masuk kedalam surga, maka orang yang terpedaya dengan hawa nafsunya akan menjadi penghuni neraka. Maka, jika kita tidak mengikuti Al Haq (kebenaran) dan hanya mengikuti Hawa, tunggu lah saja keputusan Allooh سبحانه وتعالى , bahwa orang tersebut akan binasa.
Kita disuruh oleh Allooh سبحانه وتعالى untuk menyelisihi Hawa Nafsu. Jangan mengikuti Hawa Nafsu. Lihat Surat Al Kahfi ayat 28:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (28
Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan jangan lah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginan (hawa nafsu)-nya dan adalah keadaannya itu sudah melewati batas.”
Allooh سبحانه وتعالى  menyuruh kita, agar bersabar, dalam arti bisa mengendalikan jiwa dan tidak mengikuti hawa nafsu. Bisa mengikuti Al Haq dan mengalahkan Al Hawa. Jika kita bisa melakukannya, maka kita akan menjadi orang yang bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Hadits diriwayatkan oleh Imaam Haakim dll, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  bersabda:
ثلاث مهلكات شح مطاع و هوى متبع و إعجاب المرء بنفسه
Ada tiga perkara yang bisa membinasakan manusia, yaitu kikir yang amat sangat, Hawa Nafsu yang diikuti dan ‘Ujub (bangga diri).
a)      Syuhhun (kikir yang amat sangat) adalah: ‘Jangankan kikir terhadap hartanya, terhadap harta orang lain pun ia kikir. Maksudnya, bahwa miliknya adalah miliknya dan milik orang lain pun harus menjadi miliknya. Orang lain yang mendapatkan kenikmatan, ia  yang merasa sakit. Keinginannya adalah agar kenikmatan dan keberuntungan jangan lah diperoleh oleh orang lain, tetapi diperoleh oleh dirinya sendiri saja. Lalu yang muncul dalam diri orang yang shokhun itu adalah dengki, iri kepada orang yang mendapatkan kesenangan (kebahagiaan).
b)      Hawa Nafsu yang diikuti ini lah yang menjadikan manusia binasa. Apa yang disenangi, digandrunginya diikutinya terus, tanpa pengendalian sesuai dengan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى.
c)      ‘Ujub, kagum terhadap dirinya sendiri. Karena merasa ia orang pandai, merasa sebagai orang bangsawan, merasa paling kaya, merasa berstatus tinggi dstnya. Karena orang itu diberikan oleh Allooh سبحانه وتعالى suatu kelebihan disbanding orang lain, lalu ia berbangga diri maka sifat ini adalah ‘kakak-adik’ dengan sifat sombong.
Maka mari lah kita mengendalikan Hawa Nafsu, karena mengikuti Hawa Nafsu tidak ada baiknya. Justru akan membinasakan dan merugikan kita. Maka mari lah kita At ta’aawwun ‘alal birri wat taqwa (saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa) dan selanjutnya jangan ada yang merasa dirinya lebih dari orang lain.
Kita adalah sama disisi Allooh  , maka mari lah bertolong-tolongan untuk mengalahkan Hawa Nafsu dan mematuhi apa yang Allooh  سبحانه وتعالى berikan kepada kita dan akhirnya kita menjadi hamba-hamba yang taat kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Pertanyaan:
Hadits tentang “Bulan Rojab adalah bulan Allooh, Sya’ban adalah bulanku dan Romadhoon adalah bulan umatku”, sebagaimana disebutkan diatas, apakah itu Hadits atau perkataan ‘Ulama ataukah perkataan orang biasa?
Jawaban:
Hadits tentang hal tersebut oleh para ‘Ulama dikatakan bahwa itu adalah Hadits Dho’iif Jiddan(Hadits yang sangat lemah). Karena Hadits tersebut Dho’iif, maka menurut Imam Syafi’i,Hadits yang Dho’iif sulit untuk dilaksanakan dan tidak boleh untuk dikerjakan.
Imam Syafi’i dalam kitab beliau Ar Risaalah, memberikan penjelasan: ‘Diantara bolehnya beramal dengan Hadits yang Dho’iif (lemah) adalah, bahwa ia tidak boleh meyakini bahwa isi ajaran Hadits tersebut berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم .
Lalu untuk apa kita mengamalkan sesuatu yang bukan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ? Untuk apa mengamalkannya? Bukankah kita mengamalkan sesuatu dengan keyakinan bahwa ajaran itu berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ?
Apalagi bila Hadits yang statusnya Dho’iif Jiddan, yang artinya sama dengan Hadits Palsu. Orang yang meriwayatkan Hadits Palsu, dan tidak menjelaskan status kepalsuannya maka ia akan bersama orang yang mengarang Hadits Palsu tersebut, yaitu akan mendapat dosa besar. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  bersabda:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ
Siapa yang meriwayatkan Hadits yang bukan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan ia tahu bahwa Hadits tersebut bukan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tetapi ia tidak menjelaskan statusnya maka ia termasuk orang yang memalsukan Hadits atas nama Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.” (HR Imam Muslim Dari Al Mughiiroh bin Syu’bah رضي الله عنه)
Orang yang berani meriwayatkan Hadits Palsu itu dipersilakan mendaftar menjadi penghuni neraka. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Siapa yang berdusta atas namaku, bersiaplah untuk menempati tempat duduknya di Neraka.”(Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Hadits Dho’iif menurut para ‘Ulama, pada asal mulanya tidak boleh dipakai. Hadits Dho’iif ada dua: Hadits Dho’iif Munjabir dan Hadits Dho’iif Ghoiru Munjabir.
Hadits Dho’iif Ghoiru Munjabir adalah Hadits yang lemah sekali, yang tidak bisa menjadi kuat.
Hadits Dho’iif Munjabir, adalah Hadits lemah tetapi bisa dimungkinkan menjadi HaditsHasaanun lii Ghoirihi, jika didukung dengan riwayat yang setara atau lebih kuat daripada Hadits tersebut.
Sesungguhnya masih banyak Hadits-Hadits yang Shohiih yang itu saja belum lah kita amalkan semuanya, lalu mengapa mencari-cari Hadits-Hadits yang Dho’iif? Silakan anda membukaHadits-Hadits yang Shohiih, dari Imam Al Bukhoory atau pun Imam Muslim, misalnya dari kitab Riyaadhus Shoolihiin.
Ada begitu banyak Hadits-Hadits yang Shohiih, yang Utama, yang belum kita bisa mengamalkannya, lalu mengapa sibuk mencari-cari Hadits yang Dho’iif?
Pertanyaan:
Bagaimana menjaga agar akal kita tidak kalah dengan Hawa Nafsu?
Jawaban:
Kiat yang harus dilakukan agar bisa mengalahkan Hawa Nafsu, antara lain:
  1. Dengan Ilmu. Karena dengan Ilmu, orang akan bisa mengalahkan Hawa Nafsunya.
  2. Tarbiyyah, dididik, dibiasakan untuk mengalahkan Hawa Nafsu. Idealnya ada pengawasan, control, memahami atau tidak, sudah dilaksanakan atau belum. Ada teguran, pelurusan, penilaian, yang akan menjadikan orang semakin baik dan kokoh dan seterusnya. Setiap kita hendaknya berusaha kearah itu.
  3. Teman yang shoolih, yang bisa mengkondisikan seseorang dalam mengalahkan Hawa Nafsu.
  4. Bermunajat, bermohon, berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى, untuk bisa mendapatkan hidayah, dan berada di jalan yang lurus.
Sekian bahasan kita, mudah-mudahan ada manfaatnya.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Artinya:
Maha Suci Engkau, ya Allooh, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Engkau dan aku meminta ampun dan bertaubat kepada-Mu
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
sumber: http://ustadzrofii.wordpress.com/2010/07/26/mengalahkan-hawa-nafsu/