Al-'Ashr

<a href="http://www.clock4blog.eu">clock for blog</a>
Free clock for your blog

Rabu, 06 November 2013

Kunci Takwa Ada di Hati

Pada hakikatnya, kesuksesan dimensi duniawi dan ukhrawi adalah milik orang-orang yang bertakwa. Allah menyebutnya mafaza (kemenangan). “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan” (An-Naba’: 31). Jika menelaah ayat-ayat dan hadits nabi, akan ditemukan isyarat kuat bahwa kehidupan adalah sebuah pertarungan. Manusia berhadapan dengan hawa nafsu, setan dan antek-anteknya. Antara kemauan kebajikan dan kemauan jahat. Pertarungan ini memang tak selalu kontak fisik. Bahkan lebih sering non fisik dan tidak kasat mata. Tapi terkadang lebih seru, alot dan awet.
Kemenangan hakiki memang hanya di akhirat. Meski terkadang kemenangan duniawi menandai kemenangan akhirat. Kemenangan duniawi yang hakiki bagi orang bertakwa adalah ketika ia berhasil menaklukkan hawa nafsu. Kemenangan sesungguhnya adalah ketika berhasil mengendalikan hati dan menata perilaku dan tindakan sesuai dengan tuntutan Allah dan Rasul-Nya.
Di balik sengitnya pertarungan, di balik kemenangan, tersimpan kunci pembukanya. Sebab setiap kemenangan pasti ada kuncinya. Kunci takwa itu di hati. Taklukkan hati, kendalikan kalbu. Fikiran, kemauan, tindakan, dan perilaku akan mengikut. Hati ibarat panglima. Jika panglima dikendalikan, pasukan akan mengikut. Hati ibarat cermin. Jika jernih, pantulan perilaku akan terlihat terang dan bersih. Maka pekerjaan menaklukkan hati adalah kerja keras sebab kemenangan tak mungkin tanpa kerja keras.
Rasulullah bersabda, “Ingatlah bahwa dalam jasad manusia ada segumpal daging. Jika ia baik maka baiklah seluruh jasad dan jika rusak, rusaklah seluruh jasad. Ingatlah ia (segumpal daging itu) adalah hati,” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Jika takwa berada di puncak mercusuar, untuk mencapainya mesti melalui anak tangga-anak tangga. Kaum sufi menyebut anak tangga pertama takwa itu dengan takhally (pembersihan), sebelum tangga berikutnya tahally (mengiasi diri) dan tajally (tanda-tanda lahir kebaikan). Lebih tegas, ulama sekaliber Ibnu Qayyim, Ibnu Rajab dan Al-Ghazali dan lainnya menyebut penentu takwa itu dengan langkah tazkiyatunafs (penyucian diri). Bahkan tujuan diutusnya RasulullahSallallu Alaihi wa Sallam dan pensyariatan ibadah dalam Islam sesungguhnya adalah membersihkan hati dan amal dari yang mengotori dan merusaknya. (Al-Baqarah: 151).
Tak sedikit orang mengasuransikan dan menggaransikan hari tuanya ke perusahaan asuransi jiwa. Namun lupa menggaransi nasibnya di akhirat. Tapi adakah? Seandainya ada tentu kebersihan hati menjadi garansi keselamatan manusia di akhirat. Karena orang yang bertakwa adalah pemegang garansi kebersihan hati.
 “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, dan (di hari itu) didekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertakwa,” (Asy-Syuara’: 88-90).
Adalah Abdullah bin Amr bin Al-Ash yang pernah mendapatkan garansi sebagai ahli surga Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam. Para sahabat pun penasaran. Diutuslah seorang sahabat untuk menginap bersama sang pemegang garansi. Agar bisa digali faktornya dan bisa ditiru. Satu dan dua malam dilalui. Abdullah bin Amr bin Ash tidak memiliki kelebihan menonjol, menurut sahabat yang menginap. Shalat malamnya tidak lebih dari sahabat yang lain. Ia pun mengungapkan tujuannya menginap dan menyakan penyebab ia masuk dalam ahli surga. Abdullah bin Amr bin Al-Ash menjawab, “Saya tidak pernah tidur semalaman sementara di hati saya ada kedengkian terhadap saudara saya,”
Ternyata bukan hanya di akhirat, kebersihan hati adalah jaminan kelanggengan hubungan baik antar sesama saudara. Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam, bersabda, “Mukmin adalah saudara mukmin lainnya. Tidak boleh ia membiarkannya dan menganiayanya. Jangan kalian saling dengki, jangan saling tidak menyapa, jangan memutus hubungan dan jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Setiap Muslim haram darah, harta dan kehormatannya atas Muslim lainnya. Jangan seseorang melamar perempuan yang dilamar saudaranya, atau membeli barang yang dibeli saudaranya. Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik kalian dan bentuk kalian namun melihat kepada hati kalian. Takwa itu ada di sini. Rasulullah saw mengisyaratkan tangannya ke dadanya dan mengatakannya sebanyak tiga kali. (HR. Al-Baihaqi).
Kewajiban utama seorang Muslim adalah membersihkan hatinya dari segala penyakit dan kotoran. Syariat dalam Islam dari shalat wajib dan sunnah, dzikir, tilawah, tadabbur ayat, zakat, puasa, haji, umrah dan lain-lain adalah sarana efektif yang diberikan Allah untuk membersihkan hati. Tazkiyatunafs dan ibadah adalah satu paket. Jika ingin membersihkan hati, lakukan dengan ibadah. Jika hati masih berkarat, mungkin ibadahnya yang bermasalah.
Banyak penyakit rohani yang bisa merusak hati. Sebagiannya bahkan bisa menggerogoti amal. Dari sekian penyakit hati yang berhaya itu ada dua; yang merusak hubungannya dengan Allah dan yang merusak hubungannya dengan manusia.
Jenis penyakit hati di antaranya ragu-ragu kepada Allah dan syariat-Nya, suudzon kepada Allah (berfikiran negatif terhadap Allah), riya (beribadah karena selain Allah), sum’ah, tidak menerima keputusan Allah, pesimis kepada rahmat Allah, ketergantungan kepada dunia. Penyakit di atas sangat berbahaya. Sebab sebagiannya menyebabkan kekufuran seperti ragu-ragu kepada Allah dan syariat-Nya. Sebagiannya lagi merusak dan menggugurkan amal seperti riya dan sum’ah karena termasuk perbuatan syirik. Termasuk ketergantungan kepada dunia.
“dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi. (Az-Zumar: 65)
Penyakit hati jenis kedua yang merusak hubungan antara sesama saudara banyak ragamnya. Yang paling berbahaya adalah dengki, kebencian, hasad, dendam, suuddzon (negative thingking), curiga, takabur, ujub dan lain-lain. Hubungan sesama saudara tidak akan pernah terbangun baik selama penyakit-penyakit di atas bercokol dalam hati. Krisis hubungan antar manusia dari intrik, persengketaan antara saudara atau tetangga bermula dari hati yang bermasalah. Hubungan antara manusia yang sehat tercipta dari hati yang sehat dan jauh dari penyakit di atas.
Di atas itu semua, hati tidak selalu stabil dalam kebaikan. “Summiyal qalbu litaqollubihi” (disebut hati karena ia berbolak-balik kondisinya). Di bulan puasa dan Idul Fitri mungkin seseorang hatinya bersih. Besok belum tentu. Di masjid hati bisa bersih, bisakah di kantor demikian? Ketika ekononomi dan sosial stabil, hati bisa bersih. Tapi ketika menghadapi guncangan masihkah bisa bersih? Dan demikian seterusnya.
Rasulullah Sallallu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya hati berada di antara dua jari dari jari-jari Allah yang Dia bolak balik sesuai kehendak-Nya,”
Akhirnya, mari lantunkan selalu doa yang sering diucapkan Rasulullah saw,
“Ya Allah Yang Membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami dalam diin-Mu (Islam)” (HR. Tirmidzi) (by; Ahmad Tarmudli Basyir)
- See more at: http://spiritislam.net/index.php/2012/03/20/kunci-takwa-ada-di-hati/#sthash.3SRfSp9k.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar